Luhut: Pendanaan Iklim Yang Minta Pengembalian Modal Bebani Negara Berkembang
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam pesan video di COP28, Dubai, UEA, Sabtu (2/1/2023). (ANTARA/HO-Kemenko Kemaritiman dan Investasi)
MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo menghadiri World Climate Action Summit (WCAS) COP28 di Dubai, Persatuan Emirat Arab (PEA).
Dalam rangkaian kegiatan World Climate Action Summit (WCAS) COP28, Indonesia memaparkan, mencapai target net carbon sink atau penyerapan karbon bersih sektor kehutanan dan lahan di tahun 2030, melalui langkah yang sistematis dan inovatif.
Baca Juga:
Jokowi Tiba di Indonesia Setelah Bicarakan Perubahan Iklim di COP28 Dubai
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menekankan, pentingnya kolaborasi pembiayaan antara negara maju dan negara berkembang untuk mengatasi krisis iklim.
Dalam pesan video yang ditampilkan di ajang COP28 di Dubai, UEA, Luhut mengungkapkan hal tersebut dalam sesi pembahasan perkembangan terbaru dari Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia.
"Sekali lagi saya hanya ingin menekankan bahwa menurut saya, kolaborasi antara negara berkembang dan negara maju sangat penting dalam program ini," katanya dalam keterangan di Jakarta, Minggu (3/12).
JETP sendiri merupakan sebuah kemitraan transisi energi bersih senilai USD 20 miliar yang melibatkan Indonesia dan negara-negara yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Norwegia, Italia, dan Inggris.
"Peluncuran Rencana dan Kebijakan Investasi Komprehensif (CIPP) JETP menandai tonggak sejarah komitmen Indonesia dalam mengatasi krisis iklim. Hal ini juga menunjukkan kolaborasi antara Indonesia sebagai negara berkembang dan negara maju," katanya.
Luhut meminta dunia internasional untuk tidak melakukan pendekatan business as usual terkait pendanaan iklim. Model bisnis biasa yang menuntut pengembalian modal akan membebani negara-negara berkembang. Sayangnya, pendanaan iklim yang tersedia saat ini sebagian besar mengadopsi pendekatan tersebut.
"Kita perlu menemukan cara yang lebih baik untuk memobilisasi dan berbagi teknologi dan modal, sehingga negara-negara berkembang dapat terus tumbuh dan berkembang," ungkap Luhut.
Deputi Utusan Khusus untuk Iklim untuk Amerika Serikat John Kerry mengatakan, tidak ada satu pendekatan solusi yang umum, karena yang dibutuhkan adalah pendekatan solusi yang telah disesuaikan.
"Saya pikir JETP telah benar-benar menunjukkan melalui proses perencanaan investasi dan melalui dialog bahwa solusi ini, dan transisi energi ini harus dilakukan kasus per kasus," ujarnya.
Group Chief Executive Standard Chartered Bill Winters menjelaskan, pemerintah dan sektor keuangan harus bersatu untuk membantu dalam memfasilitasi aliran investasi ke pasar negara berkembang.
"Kami hadir untuk membantu klien kami mencapai kemajuan tersebut. Kami menghubungkan mereka dengan arus investasi lintas batas. Kami merancang bentuk-bentuk keuangan berkelanjutan yang baru dan inovatif. Dan kami memberikan layanan konsultasi kelas dunia melalui tim klien kami dengan penuh dedikasi," katanya.
Baca Juga:
IBM dan NASA Berkolaborasi untuk Perangi Perubahan Iklim
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Banjir Bandang di Sumatra, Presiden Perintahkan Pemda Siap Hadapi Perubahan Iklim
Banjir dan Longsor di Sumatra, Wakil Ketua MPR RI: Alarm Krisis Lingkungan Indonesia
Penggemar K-Pop Curi Perhatian di COP30 Brasil, Tunjukkan Aksi Peduli Iklim
Indonesia Raih Rp 7 Triliun Dari Perdagangan Karbon di COP30 Brasil
Setiap Hari Ada 67 Ribu Orang Meninggalkan Rumah Akibat Bencana Dari Perubahan Iklim
Pavilion Indonesia Dibangun di COP30, Targetkan Bawa Rp 16 Triliun Dari Perdagangan Karbon
Di Belém Leader Summit, Indonesia Janji Bauran Energi Capai 23 Persen di Tahun 2030
Seperlima Pantai Italia Terancam Tenggelam Akibat Pemanasan Global, Terbagi 4 Zona
Nyamuk Pertama Ditemukan di Islandia: Tanda Pemanasan Global Kian Nyata
Forum Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2025 Bahas RUU Pengelolaan Perubahan Iklim