Love Language dapat Terbentuk karena Masa Kecil
Terdapat lima bahasa cinta. (Unsplash/Kelly Sikkema)
SETIAP orang memiliki love language atau bahasa cinta yang berbeda-beda. Psikolog Klinis dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia Irma Gustiana mengatakan, love language seseorang bisa jadi terbentuk dari luka atau trauma masa kecil mereka.
"Kebutuhan dia di masa kecil tidak tercukupi sehingga terbawa hingga dewasa, dan itu di alam bawah sadarnya," kata Irma, seperti dikutip ANTARA, Senin (13/2).
Baca Juga:
5 Starter Pack New Mom untuk Main Hati Bersama si Kecil
Love language yang kini ramai dibicarakan generasi muda ini merupakan cara seseorang mengekspresikan rasa kasih dan cintanya kepada orang lain, bisa pada pasangan, sahabat, orang tua, atau pun anak dan saudara. Ada lima jenis love language, yakni physical touch (sentuhan fisik), words of affirmation (kata-kata penegasan), quality time (waktu berkualitas), receiving gift (menerima atau memberi hadiah), dan act of service (pelayanan).
Irma mengatakan, bahasa cinta ini dapat disebabkan oleh kebiasaan terdahulu. Kehangatan dalam rumah sangat menentukan bentuk seseorang mengekspresikan bahasa cintanya saat dewasa.
“Mungkin saja saat kecil dia butuh diberi kata-kata pujian, namun ternyata orang tuanya kurang memberikan itu, jadi saat dewasa kebutuhan itu dicari manifestasinya,” imbuh Irma.
Sebagai contoh, terang Irma, bagi seseorang dengan bahasa cinta words of affirmation, sensasi mereka bahagia ketika mendapat pujian itu akan terasa lebih mendalam, seakan kebutuhan yang ia inginkan sejak lama didapatkan.
Baca juga:
Micro Cheating, Selingkuh Tipis-tipis Pemicu Masalah Hubungan
Namun, bahasa cinta tidak selalu disebabkan oleh luka di masa kecil, tetapi bisa juga karena sebaliknya. Orang-orang dengan kebutuhan kasih sayang yang terpenuhi di rumah semasa kecil juga akan membentuk bagaimana cara ia mengungkapkan cinta.
“Bisa juga di waktu kecil ternyata kebutuhan-kebutuhan itu justru selalu dipenuhi kedua orang tuanya, sehingga ketika dewasa itu menjadi otomatis di kepalanya karena kebiasaan, sehingga ketika dewasa sudah terkondisi seperti itu,” kata Irma.
Untuk itu, Irma mengatakan penting untuk setiap orang memahami love language orang terdekatnya, juga diri sendiri.
"Dengan ini, kita akan menjadi makhluk sosial yang lebih peka, penuh toleransi dan pengertian satu sama lain," tutup Irma. (and)
Baca juga:
Micro Cheating, Selingkuh Tipis-tipis Pemicu Masalah Hubungan
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Self-Care Menjadi Ruang Ekspresi dan Refleksi bagi Perempuan, Penting untuk Jaga Kesehatan Mental
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Cegah Modus Love Scamming, Kenali Ciri-cirinya