Legislator Nilai Kultur dan Gaya Kepemimpinan jadi Hambatan Reformasi Polri
Ilustrasi (MP/Kanugraha)
Merahputih.com - Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil menilai reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terhambat perubahan fundamental persoalan kultur dan gaya kepemimpinan.
“Sebenarnya reformasi di tubuh kepolisian sudah berjalan, tapi ada persoalan di kultur yang belum bisa diselesaikan dengan baik. Hal ini boleh jadi disebabkan oleh gaya hidup dan model kepemimpinan,” ujar Nasir dalam keterangannya, Rabu (27/11).
Ia mengutip pernyataan Kapolri, bahwa 'ikan busuk berasal dari kepala' sehingga menekankan pentingnya pembenahan di tingkat pimpinan. “Kalau pimpinan mampu memberikan keteladanan, kami percaya anggota kepolisian yang berada di bawah kepemimpinan tersebut pasti akan loyal dan tidak berbuat aneh-aneh,” tegasnya.
Politisi Fraksi PKS tersebut juga menanggapi wacana pemindahan Polri di bawah kementerian, yang menurutnya belum relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.
“Memang benar ada beberapa negara yang menempatkan kepolisian di bawah kementerian, tapi di Indonesia, itu belum bisa dilakukan, bahkan mungkin dalam beberapa tahun ke depan,” katanya.
Baca juga:
Polri Harus Introspeksi Diri dari Kasus Polisi Tembak Polisi
Ia menjelaskan sejumlah faktor yang menjadi penghambat, seperti pembangunan hukum yang belum sempurna, budaya hukum yang lemah, ekonomi masyarakat yang masih sulit, serta tingkat pendidikan yang rendah. Menurutnya, menempatkan Polri di bawah kementerian dalam situasi ini justru akan memperburuk keadaan.
“Memposisikan polisi di bawah kementerian tertentu justru adalah tindakan bunuh diri. Untuk saat ini, posisi Polri yang langsung bertanggung jawab kepada presiden adalah langkah yang tepat,” tambah Nasir.
Legislator Dapil Aceh ini pun mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto memimpin langsung reformasi hukum dan pembaruan sistem hukum di Indonesia. Ia menekankan pentingnya peran presiden untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan menghormati hak asasi manusia.
“Presiden sangat diharapkan berada di garda depan untuk memimpin penegakan hukum yang tidak sewenang-wenang dan menghormati hak asasi manusia. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum,” ujarnya.
Ia juga menyoroti perlunya konsistensi dalam memberikan sanksi tegas terhadap anggota Polri yang melanggar hukum, baik melalui mekanisme kode etik maupun pidana. “Kepemimpinan dan sistem yang dibangun harus mampu menghadirkan Polri yang presisi, kredibel, dan dapat dipercaya oleh masyarakat,” tutup Nasir.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Pengamat Sebut Putusan MK Tentang Larangan Penempatan Polisi di Jabatan Sipil Picu Guncangan
Komisi III DPR Sebut Usul Kapolri Dipilih Presiden Ahistoris dan Bertentangan dengan Reformasi
Komisi III DPR Sebut Putusan MK bukan Larangan Mutlak Penugasan Anggota Polri, Justru Perjelas Status dan Rantai Komando
Perkap Polri 10/2025 Dikritik Mahfud MD, Dinilai Langgar Putusan MK
Komisi III DPR: Perkap Polri 10/2025 Jawab Kekaburan Norma Penugasan Anggota Polri
Dankodiklat TNI Buka Tarkorna XV, GM FKPPI Luncurkan Transformasi Berbasis AI
RS Polri Serahkan 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Drone ke Keluarga
Kebakaran di Cempaka Putih, Polisi Periksa 6 Saksi
Peringati Hakordia 2025, Komisi III DPR Beri Catatan untuk Aparat Penegak Hukum
Bareskrim Fokus Usut Sumber Kayu Ilegal Logging yang Terseret Banjir di Sungai Tamiang