Krisis Pangan Berpotensi Picu Penurunan Produksi Beras Nasional hingga 20 Persen


Saresehan Pertanian Berkelanjutan dan Adoposi Teknologi Modern/ Kanu Mp
MerahPutih.com - Ancaman krisis pangan global berpotensi berimbas ke Indonesia. Salah satu faktor pemicunya adalah perubahan iklim.
Menurut data Badan Urusan Logistik (BULOG), produksi beras nasional pada bulan Januari hingga April 2024 turun mencapai 17,74 persen dari 22,55 juta menjadi 18,55 juta ton
Dirut BULOG Bayu Krisnamurthi menuturkan, tanpa pemanfaatan teknologi, diproyeksi di tahun 2050 jumlah produksi beras akan turun 20 persen.
“Namun harga beras naik 20 persen,” kata Bayu saat acara Saresehan Pertanian Berkelanjutan dan Adopsi Teknologi Modern di Jakarta, Rabu (31/7).
Baca juga:
Harga Pangan Merangkak Naik, Cabai Rp 70 Ribu dan Beras Premium Rp 15.930 Per Kg
Bayu menyebut perlu ada langkah strategis untuk mencegah adanya dampak penurunan produksi pangan yang berpotensi menggangu ketahanan bangsa.
“Karena praktik ‘bus sineas as usual’ atau cara biasa malah akan membuat produksi beras turun dan harga akan naik,” ucap Bayu.
Sementara itu, Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Bapanas, Yusra Egayanti menuturkan, peran bioteknologi menjadi kunci untuk meningkatkan ketahanan pangan. Apalagi, penduduk Indonesia diprediksi menembus angka 324 juta tahun 2045 mendatang.
“Perlu ada produksi lahan pangan yang lebih besar lagi. Salah satu caranya adalah dengan pemanfaatan benih PRG (benih unggul) di sektor pertanian Indonesia,” ungkap Yusra.
Baca juga:
Bapanas Minta Tambahan Anggaran Program Bantuan Pangan Rp 20,2 Triliun
Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPPVTPP) pun sudah melepas sepuluh tanaman PRG. Seperti jagung PRG, kentang PRG dan tebu PRG.
Di lain hal, Kepala PPVTPP Leli Nuryati menyebut benih PRG sangat dinantikan petani Indonesia. “Para petani ini siap untuk mengelola varietas unggulan ini. Tugas kita adalah memastikan proses pelepasan yang sesuai aturan dan prosedur,” imbuh Leli.
Sayangnya, meski kebutuhan akan bioteknologi sangat besar, pengembangan hingga komersialisasi benih PRG di Indonesia cenderung lambat.
“Proses perizinan, pengembangan dan komersialisasi PRG memakan waktu sampai 15 tahun,” imbuh Direktur Eksekutif CropLife Indonesia Agung Kurniawan.
Baca juga:
Apalagi, sampai kini baru ada 10 varietas benih bioteknologi yang mendapat persetujuan penggunaannya. “Itupun masih dalam skala terbatas,” tutur Agung.
Agung mengingatkan keberhasilan beberapa negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam. Kedua negara itu dianggap berhasil mengadopsi bioteknologi yang produksi pertaniannya melonjak 30 persen.
“Ini menunjukkan potensi besar bioteknologi dalam memperkuat ketahanan pangan dan kesehjateraan petani,” jelas Agung.
Dia meyakini perlu ada sinergi semua pihak untuk bisa mendorong pengembangan dan komersialisasi benih bioteknologi di pasar. “Sehingga petani dapat merasakan dampak positif yang sama seperti di negara lain ,” tutup Agung. (knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Prabowo Senang Bupati Bangun Irigasi, Produksi Pangan Tetap Naik Saat Hadapi Musim Kering

Kedaulatan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk, Pemerintah Didorong Jadikan Singkong Komoditas Strategis Nasional

Krisis Kemanusian di Gaza Kian Memburuk, 500 Ribu Orang Diambang Kelaparan

Daya Beli Tengah Tertekan, Harga Pangan Harus Dikendalikan

Tidak Pikirkan Harga Saham, Prabowo Ingin Indonesia Jadi Lumbung Pangan Buat Misi Kemanusian

Awal Pekan Ini Barang Pokok Kembali Naik Mulai Rp 30 Sampai Rp 1.610

Krisis Pangan Berpotensi Picu Penurunan Produksi Beras Nasional hingga 20 Persen

Krisis Pangan di Sudan Memburuk

Beras Jadi Penyumbang Inflasi Terbesar

Cak Imin: Food Estate Terbukti Gagal
