KPK Berencana Pulangkan Deputi Penindakan, Irjen Firli ke Polri
Ketua KPK Agus Rahardjo. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memulangkan Deputi Penindakan Irjen Pol Firli ke Polri. Pimpinan lembaga antirasuah tengah membahas hal yang berkaitan dengan mekanisme pemulangan tersebut.
"Jadi kalau itu udah ada rapim," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/4).
Agus menyebut, usulan pengembalian Firli saat ini tengah dipelajari Deputi Pengawas Internal KPK. Menurutnya, Deputi Pengawas Internal KPK memiliki waktu 10 hari untuk memutuskan pemulangan Firli tersebut.
"Itu diperiksa oleh Deputi Pengawas Internal kemudian KPK berikan waktu 10 hari untuk pengawas internal," jelas dia.
Namun, Agus menolak menjelaskan detail persoalan yang tengah bergejolak di internal KPK. Dia hanya menyebut petisi yang disampaikan pegawai dari bidang penyidik dan penyelidik memang perlu ditindaklanjuti. "Petisi itu harus diperiksa," pungkasnya.
Sebelumnya, sejumlah pegawai lembaga antirasuah mengirimkan petisi kepada pimpinannya mengeluhkan adanya hambatan di internal saat proses penyidikan sejumlah kasus dugaan korupsi.
Dalam surat petisi yang diteken atas nama 'Pegawai KPK' pada 29 Maret lalu itu, mereka merasa ada hambatan untuk melanjutkan atau mengembangkan kasus ke level pejabat yang lebih tinggi, level kejahatan korporasi, maupun ke level Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Kurang lebih satu tahun ke belakang ini, jajaran di Kedeputian Penindakan KPK mengalami kebuntuan untuk mengurai dan mengembangkan perkara sampai dengan ke level pejabat yang lebih tinggi (big fish)," demikian bunyi salah satu kalimat dari surat petisi yang dibuat pegawai KPK yang diterima MerahPutih.com, Kamis (11/4).
Petisi Pegawai KPK itu di bagian atas terdapat tulisan, "Hentikan Segala Upaya Menghambat Penanganan Kasus." Tertulis juga beberapa alasan yang membuat penyidik dan penyelidik mengalami kebuntuan dalam mengembangkan kasus.
Pertama, karena terhambat ya penanganan perkara pada eksepose tingkat kedeputian. Kedua, tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup. ketiga, yakni tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi. Keempat, tidak disetujuinya penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan terhadap pihak yang dirasa perlu dicekal. Kelima, adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat. (Pon)
Baca Juga: Hukuman Mati Persulit Pemulangan Koruptor Kabur ke Luar Negeri
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Ingatkan Langkah Yang Perlu Ditempuh Pemda DKI Gunakann Tanah Bekas RS Sumber Waras
Polri Gelar SPMB SMA Kemala Taruna Bhayangkara, Mendiktisaintek: Ciptakan Generasi Cerdas hingga Berdaya Saing Global
Whoosh Dibidik KPK Sejak Awal 2025, Nama-Nama Saksi Masih Ditelaah
KPK Pelajari Putusan DKPP Usut Pengadaan Pesawat Jet Pribadi KPU RI
Soal Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, PDIP: Kita Dukung KPK, Diperiksa Saja
Terungkap, Oknum Wartawan Mengaku Bisa Amankan Kasus Pemerasan TKA di KPK Ternyata Pemain Lama
Ekonom Desak Transparansi Tender Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, KPK Diminta Segera Turun Tangan
Cegah Penyimpangan, Kemenhaj Ajak KPK dan Kejagung Kawal Layanan Haji 2026
Peluang Luhut Dipanggil Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, Begini Jawaban KPK
Terkait Kasus Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh, Jokowi: Prinsip Dasar Transportasi Bukan Mencari Laba