Koalisi Masyarakat Sipil: Dua Kubu Elite Politik Bertanggung Jawab Atas Kerusuhan 22 Mei


Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati (Foto: antaranews)
MerahPutih.Com - Ketua Umum YLBHI, Asfinawati mengatakan bahwa Koalisi Masyarakat Sipil prihatin atas tindakan kekerasan yang terjadi pada Aksi 22 Mei.
Koalisi Masyarakat Sipil yang beranggotakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH) Jakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lokataru Foundation, Amnesty dan LBH Pers itu menyayangkan tindakan kekerasan yang dipertontonkan kepada publik.
"Tentu saja kita tidak setuju dengan kekerasan apapun, kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat dan kita tidak setuju, tetapi tidak setuju lagi, apalagi kekerasan dilakukan oleh aparat penegak hukum," ujar Asfinawati dalam jumpa pers Koalisi Masyarakat Sipil di Gedung LBH Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/5).
Selain itu, Asfinawati juga, meminta kepada elite kedua kubu pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 untuk bertanggungjawab atas kericuhan yang terjadi pada 22 Mei kemarin. Menurut dia, perseteruan yang terjadi antara elite Jokowi dan Prabowo adalah salah satu pemicu terjadi perpecahan di masyarakat.

"Nah yang memprihatinkan bagi kami adalah ternyata penggunaan kekerasan ini dipertontonkan kepada publik dan nalar publik ternyata sudah dirusak oleh perseteruan elit," kata Asfin.
Menurutnya semua elite politik yang bertarung pada Pemilu 2019 bertanggung jawab atas tindak kekerasan tersebut.
"Dan karena itu kami mengatakan sesungguhnya yang paling bertanggung jawab selain aktor-aktor di lapangan adalah para elite," sambungnya.
BACA JUGA: Pengamat: Mudik Gratis Sepeda Motor Turunkan Angka Kecelakaan
PT KAI Beri Diskon Angkutan Lebaran 2019 di Jakarta Fair
Dalam kesempatan yang sama Yati Andriyani dari KontraS mengatakan, pernyataan yang provokatif dari kedua kubu juga membakar emosi masyarakat. Sehingga menggiring masyarakat datang ke Jakarta untuk melakukan demonstrasi.
"Kedua-duanya menyatakan pernyataan publik yang justru itu semakin memperkeruh keadaan. Itu yang kami dapatkan dan itu juga membuat eskalasi kekerasan menjadi berjalan cukup cepat," jelas Yati.
Lebih lanjut, Yati Andiyani menilai, pernyataan yang provokatif itu menunjukkan kegagalan elit dalam mengontrol tindakan dan ucapan mereka. Sehingga menurutnya, hal itu menjadi salah satu penyebab kekerasan itu terjadi.
"Nah dalam konteks ini kami menempatkan bahwa terjadi semacam kegagalan censorship dari kedua kubu untuk mengontrol tindakan, ucapan dari mereka agar tidak menambah atau memperkeruh suasana. Kenapa ini kami tempatkan karena sekali lagi ini menjadi bagian bagaimana kekerasan itu terjadi," tutupnya.(Asp)
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Kondisi Nepal Memanas akibat Kerusuhan, Kemlu Jamin 134 WNI Tak Ada yang Jadi Korban

Tokoh Bangsa dan Agama Desak Prabowo Bebaskan Para Aktivis, Banyak Yang Tidak Tahu Soal Kerusuhan

Pemerintah Harus Berkaca Dari Demo di Nepal, Gen Z Tidak Suka Basa-Basi

Kearifan Lokal Jaga Warga Bikin Yogyakarta Cepat Pulih Dari Demo Berujung Rusuh

Korban Tewas Demo Gen Z di Nepal Terus Bertambah, Militer Ambil Alih Kendali Negara

Nepal Bergejolak, Mantan Ketua Mahkamah Agung Disebut-Sebut akan Pimpin Transisi Politik

Protes Gen Z di Nepal Lebih daripada Menentang Pemblokiran Media Sosial, Tantang Kesenjangan Sosial, Korupsi, dan Nepo Kids

Gen Z Nepal Sebut Protes Telah Disusupi Kelompok Oportunis, Tentara Mulai Berpatroli di Jalanan

Nepal Bergejolak Tolak Pelarangan Media Sosial dan Serukan Penindakan Korupsi, Sedikitnya 16 Tewas

583 Demonstran Masih Ditahan, Polri Fokus Cari Aktor Intelektual dan Perusak Fasilitas Umum
