Ketua DPD RI Sebut Biang Masalah Solar ada di BPH Migas
Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti. Foto: Humas DPD
MerahPutih.com - Biang masalah kelangkaan bahan bakar jenis Solar subsidi di Indonesia adalah karena penetapan kuota yang dibuat BPH Migas yang salah.
Demikian dikatakan Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, dalam agenda kunjungan kerja ke Jawa Timur, Kamis (31/3).
Baca Juga:
“BPH Migas tidak memperhitungan kenaikan belanja konsumsi masyarakat, serta peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat di tahun 2022. Bahkan tidak menghitung mudik dan balik Lebaran di akhir April dan awal Mei 2022,” kata LaNyalla.
Faktanya, lanjut Senator asal Jawa Timur itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) itu malah menurunkan kuota tahun 2022 dibanding kuota tahun 2021.
“Ini kan aneh. Dirut Pertamina sudah sampaikan, kuota turun 5 persen dari kuota tahun 2021. Sementara ada kenaikan permintaan aktivitas logistik di tahun 2022,” ujarnya.
Kelangkaan solar yang juga terjadi di Jawa Timur juga menjadi perhatian LaNyalla. Sampai-sampai, sambungnya, Gubernur Khofifah sampai membuat surat kepada Kepala BPH Migas di Jakarta, untuk meminta tambahan kuota Solar subsidi untuk Jatim.
“Kasus Jatim coba kita lihat. Tahun 2021 mendapat kuota 2.352.388 kilo liter. Tapi 2022 diberi jatah 2.281.581 kilo liter. Malah turun kan. Karena itu Gubernur Jatim minta tambahan kuota 306.045 kilo liter. Dan ini diberlakukan nasional. Diturunkan,” jelas dia.
Dikatakan LaNyalla, mekanisme penetapan kuota Solar subsidi oleh BPH memang salah satunya mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Selain berdasarkan realisasi tahun sebelumnya. Tetapi juga memperhatikan usulan kebutuhan dari pemda.
“Saya tidak tahu, mengapa kuota Solar Subsidi malah diturunkan di saat Pandemi mulai declined. Apakah karena pemerintah tidak punya kemampuan anggaran? Ini yang belum terungkap. Alasan menurunkan kuota di tahun 2022,” imbuhnya.
Untuk itu, LaNyalla meminta Komite II DPD untuk memanggil BPH Migas agar menjelaskan alasan apa mereka menetapkan kuota Solar subdisi tahun 2022 lebih sedikit dari tahun 2021.
Soal spekulasi adanya kebocoran Solar subsidi ke industri sebenarnya tidak signifikan. Karena dari total dari kebutuhan nasional Solar, kebutuhan industri hanya di kisaran 2 persen. Sisanya 98 persen tersalurkan ke SPBU.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengungkapkan penyebab kelangkaan Solar subsidi di sejumlah daerah akibat permintaan yang naik, sementara kuota tahun ini lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Menurut Nicke, terdapat kenaikan permintaan 10% karena meningkatnya aktivitas logistik. Namun, kuota solar lebih rendah 5% dibanding tahun 2021. Nicke mengatakan, tahun ini kuota solar ditetapkan sebesar 14,09 juta kilo liter, namun dirinya memprediksi permintaan sebesar 16 juta kilo liter. (Pon)
Baca Juga:
Buka Siang Hari Saat Puasa, Tempat Makan Diminta Pakai Tirai
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
B50 Dimulai Semester II 2026, Pasokan Solar Bakal Sepenuhnya Berasal Dari Sumber Daya Domestik
BMKG Ingatkan Potensi Cuaca Ekstrem di Jawa Timur 20-29 Oktober, Bisa Akibatkan Bencana Hidrometeorologi
DPR RI Desak Pemerintah dan Aparat Hukum Tindak 13 Perusahaan Diduga Kongkalikong Solar Subsidi
Menteri Bahli Putuskan Pakai B50, Indonesia Setop Impor Solar Mulai 2026
Dorong Penataan Pembangunan Pesantren, Pemerintah Jangkau Pihak Swasta
Polisi sudah Bergerak Selidik Ambruknya Bangunan Ponpes Al Khoziny
Bukan Hanya Al-Khoziny, DPD RI Soroti Potensi Bangunan Rapuh di Ribuan Pesantren Indonesia
Bangunan Ambruk Ponpes Al-Khoziny Jadi Alarm Perbaikan Sistem Konstruksi Nasional
Belajar dari Tragedi Al-khoziny, Pimpinan Komisi V DPR Sebut Komitmen Infrastruktur Negara ke Pesantren masih Lemah
Situasi Surabaya dan Jawa Timur secara Umum Relatif Kondusif dan Terkendali Pasca-Demonstrasi yang Memanas, Sebut Polda