Ketika Bisa Bahasa Daerah jadi Jurus dapat Potongan Harga


Pentingnya bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. (Foto: Unsplash/Arya Ferrari)
BERBICARA soal transaksi jual beli, pasti ada kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk mendapat potongan harga. Nah, potongan harga ini biasanya lebih mudah didapatkan oleh pembeli yang berparas “cantik” atau “ganteng”, sehingga meluluhkan hati penjual. Salah satu jurus andalan lainnya yang bisa kamu lakukan adalah harus bisa berbahasa daerah agar merasa lebih dekat.
Kamu pasti pernah pergi ke pasar tradisional, kan? Kalau kamu perhatikan, mayoritas penjual biasanya adalah orang tua yang sudah berumur 35 tahun ke atas dengan starter pack celemek kusamnya. Di tempat inilah penawarwan “mengerikan” bisa terjadi, terutama emak-emak yang sudah biasa belanja di pasar.
Salah satu prinsip transaksi jual beli adalah penjual menjajakan barang dagangannya dengan memperhatikan kisaran harga “wajar” dan pembeli menginginkan barang terbaik dengan harga yang
Baca juga:

Buat yang sudah lihai menawar sih, tampaknya bukan masalah ya Sobat Merah Putih. Mereka bahkan bisa menawarkan setengah dari harga aslinya yang menurut kita sebagai orang awam adalah hal “gila”. Sayangnya, tidak semua orang punya bakat tawar menawar.
Di Indonesia sendiri ada satu kebiasaan unik yang bisa menentukan peluang untuk mendapatkan harga terbaik, yakni bisa bahasa daerah. Kalau kamu bisa menyesuaikan bahasa daerah dengan si penjual, pasti bisa dapat harga lebih murah. Mengapa demikian?
Secara psikologis, bahasa daerah bisa memberikan pendekatan kultural antara penjual dan pembeli, meskipun si pembeli tidak berasal dari daerah tersebut. Komunikasi ini memberikan daya tarik tersendiri ketika terjadi dalam dialog, yang pada umumnya para pedagang di pasar tradisional berasal dari daerah atau perantau.
Baca juga:

“Sekai, Bang? La banci telu puluh ribu?” (Berapa, Bang? Enggak bisa Rp30 ribu?”). Begitu kira-kira kalau tawar menawar menggunakan bahasa Batak Karo.
“Iki piro, Bu? Entok kurang ora? Telung puluh ewu piye?” (Ini berapa, Bu? Bisa kurang gak? Kalau Rp30 ribu bagaimana?”). Begitu kira-kira dalam bahasa Jawa.
Nah kalau harga sudah sepakat, biasaya penjual akan menawarkan jenis produk yang lain. Misalnya, pembeli membeli daster dengan harga yang sudah disepakati. Sambil membungkus daster, penjual akan menawarkan kaus, celana, baju, atau barang dagangan lainnya.
Beda halnya ketika pembeli berpenampilan rapih, berparas “cantik” atau “ganteng”. Mereka biasanya memberikan harga tinggi karena berpikir toh mereka orang kota, pasti uangnya banyak.
Dari sini kita bisa belajar bahwa bahasa daerah sangatlah penting. Tidak hanya untuk sekadar tahu, tetapi juga berpengaruh dalam kehidupan nyata. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
511 Kosakata Bahasa Gayo Berpotensi Masuk ‘KBBI’

5 Bahasa Daerah di Sulawesi Utara

Menilik Asal Usul Bahasa Banjar, Cara Bertutur Masyarakat Kalimantan Tengah dan Timur

11 Bahasa Daerah Punah

Kemendikbudristek Bakal Gelar Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional

Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional, Pentingnya Cara-Cara Kreatif Pelestarian Bahasa Ibu

Italia Larang Bahasa Inggris, Menggunakannya Akan Didenda Rp 1,6 M

Mompreneurs Hub Bantu Ketahanan Finansial bagi Ibu Tunggal

Bahasa Binan, Cikal Bakal Bahasa Gaul Generasi Z
