Kenali Tantangan Bagi Perempuan yang Ingin Bangun Startup Teknologi
Kenali sejumlah tantangan dalam membangun startup teknologi (Foto: Pixabay/089photoshootings)
SEJUMLAH perempuan dari dunia perusahaan rintisan teknologi membagikan beberapa tantangan untuk membangun usaha di industri di tengah dominasi para pemimpin laki-laki.
Satu diantara perempuan tersebut, Co-Founder & COO Xendit, Tessa Wijaya. Dia menjelaskan, memiliki network sangat penting dalam membantu para founder. Network berguna untuk memahami hal sederhana seperti membuat pitch deck (presentasi gambaran umum tentang rencana bisnis), penggalangan dana, dan memperluas bisnis.
Tessa menjelaskan, bahwa founder perempuan terkadang merasa tertinggal dibanding dengan founder laki-laki. Karena, tidak ada platform untuk memfasilitasi founder perempuan berbagi dan belajar satu sama lain.
Baca Juga:
Lebih lanjut Tessa menambahkan bahwa mendapatkan bimbingan juga menjadi tantangan lain. Lantaran hanya ada beberapa pemimpin perempuan yang bisa dihubungi untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penggalangan dana, pitch deck, dan valuasi perusahaan.
"Kekuatan network sangat penting. Tanpa dukungan sesama wanita, saya tidak dapat saling berkolaborasi dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnis," jelas Tessa seperti dikutip Antara.
Studi Boston Consulting Group (BCG) pada 2022 menunjukan bahwa industri teknologi Asia Tenggara cukup beragam, dengan 32 persen perempuan menempati posisi sebagai tenaga kerja sektor teknologi. Namun, hanya sebagian kecil startup di kawasan tersebut yang memiliki founder perempuan.
Sementara itu, Findexable pun mengungkapkan bahwa hanya satu persen founder perempuan di industri tekfin yang menerima pendanaan secara global pada 2021.
Mengenai ini, Venture Capital Business Development Manager ASEAN Amazon Web Services (AWS), Nicha Suebwonglee, mempunyai pengalaman serupa saat menjadi Co-Founder di startup OTT yang berbasis di Bangkok beberapa tahun lalu.
Nicha merasa sangat sulit untuk mendapat dukungan. Meski begitu, situasi tersebut tak lantas membuatnya merasa rendah diri. Dari pengalamannya, dia belajar bahwa sebagai seorang perempuan, ada saatnya kamu merasa ragu untuk mengutarakan pikiran yang mengakibatkan kerugian.
Dari sisi investor, Partner East Ventures, Avina Sugiarto, memaparkan bahwa sebuah hal yang langka bagi perempuan untuk menjadi investor pernah berlangsung pada masa awal karirnya. Dia percaya bahwa sekarang kondisinya jauh lebih baik walau masih membutuhkan banyak upaya untuk membuat sebuah kemajuan.
Baca Juga:
Tips Memilih Supplier untuk Bisnis Kuliner
Menurut studi BCG, lebih dari 50 persen lulusan perguruan tinggi di Indonesia merupakan perempuan. Namun, hanya 32 persen dari tenaga kerja adalah perempuan. Pada tingkat manajemen senior dan CEO atau dewan, hanya 18 persen dan 15 persen yang merupakan perempuan.
Avina menjelaskan, saat ini 25 persen dari portofolio aktif East Ventures memiliki setidaknya satu founder perempuan. Dia percaya East Ventures akan terus mendukung pemberdayaan perempuan dan berkontribusi untuk mengurangi ketidaksetaraan gender.
Dia juga bertekad meningkatkan keragaman dalam industri teknologi melalui platform 'Women With Impact', guna memfasilitasi terciptanya hubungan yang bermakna antara investor dan founder. (Ryn)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Alasan Prahara Banyak Startup Bangkrut & Gagal Versi BRIN
FLEI 2025 Dorong Jenama Lokal Tembus Pasar Global, Kadin Sebut Potensi Ekspor maki Terbuka
Dharma Jaya Catat Lonjakan Bisnis 190 Persen Sambil Jaga Ketahanan Pangan
‘KPop Demon Hunters’ Mewarnai Lorong Camilan di Korea Selatan, dari Mi Instan hingga Cake Bikin Perusahaan Cuan Besar
Tersangkut Kasus Pajak, Ketua Ferrari Jalani Hukuman Kerja Sosial
Unsur Politis Harus Dihindari Dalam Rencana Bisnis Kopdes, Bisa Gagal Jika Ambil Alih Bisnis Eksisting
Pendapatan KAI Melonjak 29 Persen, Catatkan Laba Bersih Rp 2,21 T di 2024
Startup AI DeepSeek Dituding Bantu Militer China dan Gunakan Perusahaan Cangkang Asia Tenggara
Indonesia Ingin Ada Peluang Bisnis Baru Dengan Prancis
Tupperware Hentikan Bisnis di Indonesia Setelah 33 Tahun Beroperasi