Kebijakan Larang Ekspor Minyak Goreng Berimbas Buruk pada Petani Sawit
 Mula Akmal - Selasa, 26 April 2022
Mula Akmal - Selasa, 26 April 2022 
                Pedagang menata minyak goreng curah di kiosnya di Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (8/10/2019). ANTARA
MerahPutih.com - Pemerintah Jokowi telah menetapkan larangan ekspor minyak goreng ke luar negeri guna mengatasi stabilisasi harga di Indonesia.
Menyikapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi dari Institute For Development of Economic and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, bahwa langkah yang diambil pemerintah itu kurang tepat.
Baca Juga:
Dampak Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Bahan Baku Menurut Peneliti CIPS
Harusnya, kata Bhima, kebijakan yang perlu diambil pemerintah adalah dengan melakukan kenaikan pungutan ekspor minyak sawit mentah atau ekspor crude palm oil (CPO).
Hal tersebut pernah terjadi pada 2011 lalu, harga minyak goreng sempat naik tapi bisa diselesaikan dengan pungutan ekspor CPO yang dinaikkan.
"Mau stabilisasi harga tapi caranya salah," kata Bhima, saat dikonfirmasi MerahPutih.com, Selasa (26/4).
Bhima menilai, imbas dari pelarangan ekspor ini langsung dirasakan ke petani sawit. Harga jual TBS nya turun hingga 50 persen. Menurutnya, ini reaksi dari perusahaan sawit karena antisipasi stok bahan baku berlimpah jika larangan ekspor diberlakukan.
"Ketidakjelasan aturan pemerintah juga dimanfaatkan dengan baik oleh para pengepul tandan buah segar," ucapnya.
Baca Juga:
Cak Imin Ingatkan Pengusaha Patuhi Larangan Ekspor Minyak Goreng
Bhima menuturkan, kesalahan penerapan aturan pelarangan ekpor minyak goreng ini terletak pada komunikasi pemerintah yang mengambang. Statemen Jokowi sendiri tidak jelas apakah yang dilarang ekspor CPO atau RBD olein.
Terlebih saat ini, kata dia, aturan teknis juga belum keluar dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), apa yang dimaksud bahan baku minyak goreng. Alhasil, seluruh CPO dianggap oversupply dan pengepul leluasa menekan harga ditingkat petani.
"Ini juga menjadi bukti bahwa mata rantai sawit yang paling rentan adalah petani atau pekebun rakyat dan buruh tani. Disaat pupuk mahal petani akan jadi sasaran empuk kebijakan pemerintah," tuturnya.
Sementara, ucapnya, harga minyak goreng sampai sekarang ini belum terpantau turun dipasar dan stok curah masih sulit ditemukan. Padahal dengan berbagai cara yang telah diberlakukan pemerintah.
"Ini jadi pelajaran penting komunikasi pemerintah harus clear ada permendag nya atau aturan teknis yg dikeluarkan. Berapa lama penghentian ekspor juga harus jelas sehingga tidak rugikan petani," tutupnya. (Asp)
Baca Juga:
Larangan Ekspor Minyak Goreng Dinilai Upaya Negara Lawan Kepentingan Pengusaha
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Kantor Bea Cukai Digeledah, Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
 
                      Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai, Selidiki Dugaan Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
 
                      Permintaan Tinggi, Jerry Hermawan Lo Ungkap Desiccated Coconut Indonesia Tembus Pasar Global
 
                      Australia Cabut Bea Masuk Anti-Dumping Kaca Apung Bening Indonesia, Ekspor Melejit
 
                      Aktivitas UMKM Budidaya Ikan Mas Koki Beromzet Ratusan Juta
 
                      Ribuan Produk Indonesia Bebas Tarif Uni Eropa, Hampir Semua Nol Persen
 
                      Bantuan Pangan Ditambah; Bukan Hanya Beras Tapi Ada 2 Liter Minyak Goreng
 
                      Indonesia Ekspor Perdana Produk Kerajinan Serat Alam Enceng Gondok ke Amerika
 
                      Produk Mi Indonesia Jadi Temuan di Taiwan, BPOM Sebut Bukan Produk Ekspor Resmi Indonesia
 
                      Tekor! Indonesia Impor Obat Rp 176 Triliun Tapi Ekspor Cuma Rp 6,7 Triliun
 
                      




