Kata-Kata Terakhir Bung Karno Sebelum Wafat, Tepat 48 Tahun Silam

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Kamis, 21 Juni 2018
Kata-Kata Terakhir Bung Karno Sebelum Wafat, Tepat 48 Tahun Silam

Peti jenazah Bung Karno. (Foto: suciptoardi.wordpress.com)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

SELASA pagi, 16 Juni 1970, ruangan Intensive Care RSPAD Gatot Subroto penuh sesak manusia. Beberapa tentara bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik strategis rumah sakit tersebut. Tak kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman juga hilir mudik di koridor rumah sakit hingga pelataran parkir.

Saat itu, sekonyong-konyong suasana mencekam terasa. Berdasarkan kabar berembus, mantan Presiden Sukarno akan dibawa ke rumah sakit itu dari rumah tahanan di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima kilometer. Benar saja, tak lama berselang iringan tentara tambahan berdatangan. Bersama keluarga, Bung Karno tampak terkulai lemah di pembaringan.

Saat berada di Wisma Yaso, kesehatan Bung Karno semakin menurun. Sepanjang hari, orang yang dulu pernah berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.

Lelaki yang dulu sangat digilai perempuan seantero jagat, saat itu justru tak ubahnya bagai sesosok mayat hidup. Tiada lagi kharismanya. Wajah yang dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan.

Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang sangat memukau, kini hanya tertutup rapat dan kering. Sebentar-sebentar bibirnya gemetar. Menahan sakit. Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus.

Sang Putera Fajar Menanti 'Waktu'

Dua hari kemudian, Megawati, anak sulung dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya yang terbaring lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikan air mata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang paling dicintainya itu.

"Pak, Pak, ini Ega…" kata Megawati seperti dikutip dari Rakyat Merdeka.

Senyap. Sukarno bergeming. Kedua matanya tak juga membuka. Namun, kedua bibir Sukarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin mengatakan sesuatu pada putri sulungnya itu.

Sukarno tampak mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya. Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk Mega, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai. Sukarno terdiam lagi.

Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya semakin deras mengalir. Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar.

Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan tentara terus berjaga lengkap dengan senjata. Malam harinya ketahanan tubuh seorang Sukarno tak terbendung. Bung Karno koma, antara hidup dan mati. Melihat hal itu, tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya.

Keesokan hari, mantan Wakil Presiden Muhammad Hatta menjenguk Bung Karno. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan Sukarno sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Sukarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak berperi, Sukarno berkata lemah dan berbisik. "Hatta.., kau di sini..?" ucap Sukarno.

Yang disapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun, Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Sukarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur. "Ya, bagaimana keadaanmu, No?" ucap Hatta.

Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Sukarno. Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya itu.

Bibir Sukarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwi Tunggal. "Hoe gaat het met jou?" Bagaimana keadaanmu?

Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Sukarno. Bung Karno kemudian menangis sejadi-jadinya. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Ia ikut menangis.

Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya itu tidak akan lama lagi. Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.

Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi Sukarno yang sudah buruk, terus merosot. Putra Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Sukarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan putrinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Sukarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.

Minggu, 21 Juni 1970, pukul 06.30 WIB, anak-anak Sukarno diminta pihak RSPAD untuk berkumpul. Tak lama berselang, tampak Guntur, Megawati, Sukmawati, Guruh, dan Rachmawati menunggu dengan tegang kabar ayah mereka.

Pukul 07.00 WIB, Dokter Mahar membuka pintu kamar. Anak-anak Sukarno menyerbu masuk ke ruang perawatan. Mereka memberondong Mahar dengan pertanyaan. Namun Mahar tak menjawab, dia hanya menggelengkan kepala.

Pukul tujuh lewat sedikit, suster mencabut selang makanan dan alat bantu pernapasan. Anak-anak Sukarno mengucapkan takbir. Megawati membisikkan kalimat syahadat ke telinga ayahnya. Sukarno mencoba mengikutinya. Namun, kalimat itu tak selesai. "Allaaaah…" bisik Sukarno pelan seiring napas terakhir.

Tangis pecah. Pukul 07.07 WIB, seorang manusia bernama Sukarno kembali kepada Sang Pencipta. Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus menyedihkan.

Indonesia kehilangan sosok Bapak Bangsa. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Sukarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada.

#Bung Karno #Sukarno
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Indonesia
Suara Megawati Bergetar saat Ceritakan Ziarah ke Makam Imam Al-Bukhari: Ingat Bung Karno Buka Pintu Warisan Islam Asia Tengah
Suara Megawati bergetar saat menceritakan perjalanan ziarahnya ke makam Imam Al-Bukhari. Ia ingat sang ayah, Bung Karno, yang memainkan peran kunci.
Soffi Amira - Rabu, 16 April 2025
Suara Megawati Bergetar saat Ceritakan Ziarah ke Makam Imam Al-Bukhari: Ingat Bung Karno Buka Pintu Warisan Islam Asia Tengah
Indonesia
Cerita Megawati Anggap Uzbekistan Jadi Bagian Sejarah Spiritual Bangsa Indonesia
Bung Karno menyatakan, niatnya untuk berziarah ke makam Imam Bukhari, ulama besar perawi hadis Nabi Muhammad SAW.
Alwan Ridha Ramdani - Rabu, 16 April 2025
Cerita Megawati Anggap Uzbekistan Jadi Bagian Sejarah Spiritual Bangsa Indonesia
Indonesia
Jadi Tamu Utama HUT ke-76 India, Prabowo Ikuti Jejak Sukarno 75 Tahun Silam
Presiden RI Prabowo Subianto akan memeriahkan parade perayaan Hari Republik India ke-76 di Kartavya Path, New Delhi, pada Minggu (26/1) sebagai Tamu Utama atau Chief Guest.
Wisnu Cipto - Minggu, 26 Januari 2025
Jadi Tamu Utama HUT ke-76 India, Prabowo Ikuti Jejak Sukarno 75 Tahun Silam
Indonesia
Guntur Sebut Pendongkelan Kepemimpinan Sukarno tidak Sah
Guntur menekankan fakta-fakta sejarah membantah Bung Karno telah melakukan pengkhianatan dengan mendukung pemberontakan G30SPKI.
Dwi Astarini - Senin, 09 September 2024
Guntur Sebut Pendongkelan Kepemimpinan Sukarno tidak Sah
Indonesia
Beda dengan Bung Karno, Jokowi Tampilkan Teater Para Penjajah yang Bungkam Rakyat
Dalam konteks ini, Bung Karno menempatkan pandangan dan gagasan dari mereka yang dilumpuhkan
Angga Yudha Pratama - Jumat, 16 Agustus 2024
Beda dengan Bung Karno, Jokowi Tampilkan Teater Para Penjajah yang Bungkam Rakyat
Indonesia
PDIP Undang 'KPK' untuk Meriahkan Puncak Bulan Bung Karno 2024
PDIP mengundang Kelompok Pemuja Koplo untuk memeriahkan acara puncak Bulan Bung Karno 2024.
Soffi Amira - Minggu, 30 Juni 2024
PDIP Undang 'KPK' untuk Meriahkan Puncak Bulan Bung Karno 2024
Indonesia
Relevansi "Indonesia Menggugat" Bung Karno di Zaman Sekarang
Pemikiran Bung Karno jauh melampaui zaman. Sebab, imperialisme dan kolonialisme tidak berakhir dan justru bertranformasi saat ini.
Wisnu Cipto - Kamis, 06 Juni 2024
Relevansi
Indonesia
PDIP Setujui Pernyataan Prabowo soal Bung Karno Milik Seluruh Rakyat Indonesia
PDIP menyetujui pernyataan Prabowo soal Bung Karno adalah milik seluruh rakyat Indonesia.
Soffi Amira - Jumat, 10 Mei 2024
PDIP Setujui Pernyataan Prabowo soal Bung Karno Milik Seluruh Rakyat Indonesia
Kuliner
Ini nih, Menu Sahur Sukarno dan Hatta Jelang Indonesia Merdeka
Keduanya menyempatkan menyantap sahur untuk pelaksanaan puasa hari kesembilan di bulan Ramadan 1366 H.
Dwi Astarini - Rabu, 20 Maret 2024
Ini nih, Menu Sahur Sukarno dan Hatta Jelang Indonesia Merdeka
Indonesia
Tiga Ajaran Bung Karno Bagi Generasi Muda
Generasi muda Indonesia perlu tahu dan memahami ajaran Trisakti Bung Karno agar turut mendasari gerak-gerik pembangunan bangsa dan negara.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 20 Januari 2024
Tiga Ajaran Bung Karno Bagi Generasi Muda
Bagikan