Kaganga, Aksara Tertua di Dunia Tetap Lestari
Aksara Kaganga ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan diakui oleh ilmuwan luar negeri. (ANTARA/Nur Muhamad)
DI provinsi Bengkulu terdapat Suku Rejang yang memiliki aksara bernama Kaganga. Aksara ini masih hidup dalam warga suku itu.
Kaganga merupakan salah satu aksara tertua di dunia dan menjadi bahasa nenek moyang Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera bagian selatan.
Meskipun kemajuan teknologi dan informasi menjangkau berbagai bidang kehidupan pada saat ini. Namun Kaganga masih dipakai oleh para tetua di wilayah Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu Utara, Lebong, maupun Kepahiang.
Ini dapat dilihat di Kabupaten Rejang Lebong, penggunaan Aksara Kaganga ada pada motif batik dan penamaan jalan, dituliskan dengan Kaganga selain aksara latin.
Baca Juga:
Museum Patah Hati Bandung, Tempat Estetik untuk Lupakan Mantan
M. Sahidi (61), budayawan dan pengurus Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Rejang Lebong menjelaskan dari catatan sejarah dan penelitian pada zaman kolonial Belanda hingga kemerdekaan RI, di wilayah Sumbagsel mulai dari tahun 1785 hingga 2022. Terdapat empat aksara lokal yang dimiliki suku pribumi, yakni Rejang, Serawai, Lembak l, dan Pasemah.
Banyak penelitian yang sudah dilakukan seperti salah satunya William Marsden dalam History of Sumatra (1785), Van Hasselt Midden Sumatra (1881), dan yang paling populer M.A Jaspan Folk Literature Southwest Sumatra (1964). Jaspan mengungkapkan penamaan aksara Ulu yang menjadi aksara Ka-Ga-Nga.
Aksara Kaganga ini diambil berdasarkan tiga alfabet awal. Ini merupakan kesapktan pada pertemuan para pemuka adat pegiat naskah kuno di Provinsi Bengkulu pada tahun 1988 yang disahkan oleh Gubernur Bengkulu HA Razie Yachya, kala itu.
Pada kesepakatan itu, juga menstandarkan beberapa Aksara Kaganga yang berbeda-beda dari empat suku. Yakni menggabungkan beberapa perbedaan, untuk dijadikan standar pemakaian Aksara Kaganga di Provinsi Bengkulu.
Aksara Kaganga pada saat ini menjadi aksara kebanggaan masyarakat di Provinsi Bengkulu dan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Sayangnya kurangnya pengetahuan pada standarisasinya menyebabkan sering terjadi perdebatan di beberapa daerah. Walaupun sebenarnya aturan membolehkan penggunaan standar aksara di wilayah masing-masing.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memberikan apresiasi atas upaya pelestarian Aksara Kaganga milik suku Rejang di Provinsi Bengkulu yang dilakukan kalangan masyarakat dan pemda setempat.
Staf Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek Ratna Yunasih menilai tidak banyak komunitas atau kelompok anak muda punya inisiatif dan semangat melestarikan warisan budaya daerah. Meskipun secara lisan mereka masih memakai bahasa Rejang, tetapi dalam tulis-menulis dinilai masih kurang.
Pengurus Daerah AMAN Rejang Lebong Khairul Amin menuturkan di Kabupaten Rejang Lebong saat ini sudah memiliki lima desa adat atau kutei, yakni Kutei Cawang An, Kayu Manis, Lubuk Kembang, Air Lanang, dan Kutei Seguring.
Baca Juga:
Senarai Lonely Planet’s The Best in Travel 2024, Jakarta Peringkat Ketujuh
Aksara Kaganga ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan diakui oleh ilmuwan luar negeri sebagai salah satu bahasa tertua yang masih ada di dunia.
Untuk menjaga agar Aksara Kaganga tak punah dan dapat dipelajari kalangan anak-anak. Maka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat sejak 2018 memasukkan Aksara Kaganga dalam mata pelajaran di sekolah dasar.
Kepala Dikbud Rejang Lebong Rezza Pakhlevie menjelaskan upaya pelestarian Aksara Kaganga dilakukan sebagai muatan lokal (mulok) di setiap SD di Rejang Lebong.
Selain menjadikan pelajaran Aksara Kaganga sebagai mulok di SD di Rejang Lebong, juga memperbanyak buku yang mengajarkan aksara Kaganga. Buku-buku ini dibagikan melalui taman bacaan dan perpustakaan di setiap desa dan kelurahan di 15 kecamatan.
Penggunaan Aksara Kaganga dan bahasa Rejang saat ini oleh masyarakat lokal mulai jarang. Hal ini terjadi seiring kemajuan zaman serta masuknya penduduk dari luar ke daerah itu sehingga mempengaruhi penggunaan bahasa sehari-hari.
Pemkab Rejang Lebong jauh hari telah mengupayakan agar adat istiadat penduduk lokal tidak punah oleh kemajuan zaman. Upaya perlindungan adat istiadat ini dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pemberlakuan Hukum Adat Istiadat dalam Wilayah Kabupaten Rejang Lebong. Juga ada Perda Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Rejang Lebong. (*)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Dukung Pendidikan lewat Program CSR, Roemah Koffie Serahkan 20 Komputer ke Sekolah Daerah Penghasil Biji Kopi
IdeaFest 2025 Angkat Tema '(Cult)ivate the Culture', Ajak Kreator Indonesia Menghidupkan Budaya Lewat Inovasi
Polri Gelar SPMB SMA Kemala Taruna Bhayangkara, Mendiktisaintek: Ciptakan Generasi Cerdas hingga Berdaya Saing Global
Dana Transfer Daerah Dipangkas, Pemprov DKI Hanya Bisa Uji Coba 100 Sekolah Swasta Gratis Tahun Depan
Pemprov DKI Klaim Jakarta telah Punya 75 Sekolah Lansia
Hari Santri Momentum Menyalakan Jihad Ilmu dan Pengabdian Sosial
Gubernur DKI Jakarta Pramono Bikin KJP Try Out, Bantu Pelajar Percaya Diri Masuk Perguruan Tinggi
Presiden Tegaskan Pendidikan Anak sebagai Investasi Utama, Siapkan SMA Garuda dan Sekolah Terintegrasi
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo, Komisi X DPR Sebut Pendidikan Indonesia semakin Maju
Ini Alasan Gubernur Pramono Mau Pindahkan Kampus IKJ dari TIM ke Kota Tua