Jelang Putusan Sistem Pemilu, MPR Tunggu Konsistensi dan Teladan MK
Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa.
MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) segera memutuskan soal kepastian sistem pemilihan umum (pemilu).
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengingatkan MK agar konsisten dengan putusan sebelumnya, dan menjadi teladan dalam menegakkan konstitusi.
Karenanya, imbuh Hidayat, keputusan MK tidak mencederai kedaulatan yang oleh UUD diberikan kepada rakyat sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 dengan memutus mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup.
Baca Juga:
KPU Pastikan Tahapan Pemilu 2024 Tak Terpengaruh Putusan MK
“MK hendaknya tetap konsisten dengan keputusannya sendiri yang diputuskan pada tahun 2008 yang justru mengubah sistem pemilu dari tertutup menjadi proporsional terbuka," jelas Hidayat di Jakarta, Rabu (14/6).
HNW sapaan akrabnya menegaskan bahwa pentingnya Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 sebagai acuan dalam menentukan pemilu dengan sistem terbuka sejatinya merupakan argumen dasar MK, saat membuat keputusan pada 2008 lalu.
Ketika itu, MK "mengarahkan" perubahan dari sistem tertutup ke sistem proporsional terbuka atas nama kedaulatan rakyat sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945.
“Jadi, akan menjadi sangat tidak rasional dan tidak konsisten, apabila dalam perkara yang sekarang MK justru memutus sebaliknya, tanpa adanya pelanggaran Konstitusi yang terjadi akibat diberlakukannya sistem terbuka,” ujarnya.
Baca Juga:
Kekhawatiran Sistem Pemilu Jadi Tertutup, Golkar: Jangan Semua Dimakan Partai
HNW menambahkan, kedaulatan rakyat diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 juga lebih sesuai pemberlakuannya dengan sistem pemilu terbuka.
"Bukan dengan sistem tertutup, sebagaimana dengan tegas disebutkan dalam pasal lainnya dalam UUD NRI 1945, yakni Pasal 22E ayat (2)," jelas HNW.
Ketentuan ini berbunyi, ‘Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.’
Jadi, Pasal 22E ayat (2) UUD NRI 1945 itu sudah sangat tegas bahwa yang dipilih oleh Rakyat pemilik kedaulatan adalah kandidat atau calon Anggota DPR, DPRD dan lain-lain.
"Bukan mencoblos tanda gambar partai saja sebagaimana berlaku pada masa Orde Baru,” ujarnya.
HNW setuju bahwa sistem proporsional terbuka merujuk pada prinsip kedaulatan rakyat yang telah diberikan oleh UUD.
"Perbaikan terhadap sistem proporsional terbuka itu tidak dengan mengubah prinsip dan kaidah umum sistem proporsional terbuka dengan kembali ke sistem proporsional tertutup sebagaimana berlaku di era Orba,” pungkas politisi PKS ini. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168
Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan
Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi
DPR Janji Bikin UU Baru Ketenagakerjaan, Ada 17 Isu Baru Diminta Buruh