Tidak Mematikan, 3 Senjata Pembubar Demo ini Punya Dampak Berbahaya

annehsannehs - Selasa, 09 Juni 2020
Tidak Mematikan, 3 Senjata Pembubar Demo ini Punya Dampak Berbahaya

Susu dikatakan mampu meredakan gas air mata. (Foto: Youtube @The Oregonian)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

KEMATIAN George Floyd memicu amarah warga dunia. Kasus bernuansa rasialis itu menggerakan orang di seluruh dunia untuk melakukan demo besar-besaran. Para petugas keamanan sengaja menggunakan 'senjata tidak mematikan' seperti gas air mata, peluru karet, dan stun grenade atau flash-bang untuk membubarkan para pendemo.

Dilansir National Geographic, teknik itu awalnya digunakan untuk membuat perang lebih manusiawi dengan membuat orang-orang melarikan diri. Sejumlah badan penegak hukum kemudian mengadopsi senjata-senjata ini dari kemiliteran sebagai alternatif penggunaan senjata api.

Baca juga:

Lipslut Donasikan Hasil Penjualan untuk Dukung Gerakan Black Lives Matter

Meski begitu, sebuah penelitian menyimpulkan bahwa senjata yang tergolong tidak mematikan ini tetap menimbulkan konsekuensi yang cukup serius terhadap tubuh manusia. Jika disalahgunakan, senjata-senjata ini mampu mematahkan tulang, membakar kulit, serta menyebabkan luka dalam yang berakibat fatal.

Berikut luka yang bisa disebabkan dari setiap jenis senjata tidak mematikan serta cara yang bisa dilakukan orang-orang untuk melindungi diri.

1. Gas air mata

Korban gas air mata di Phoenix.  (Foto: Daily Mail)
Korban gas air mata di Phoenix. (Foto: Daily Mail)

National Geographic mengatakan gas air mata memang didesain untuk membuat korban merasa sengsara. Ketika tabung gas air mata ditembakkan, bahan kimia yang terkandung di dalamnya mampu menyengat mata, kulit, saluran pernapasan, hingga menimbulkan nyeri berdenyut yang menyiksa seluruh tubuh. Korban cenderung batuk, bersin, dan menghasilkan banyak lendir sehingga rasanya seperti tercekik.

Susu dianggap lebih manjur menetralkan tubuh setelah terkena efek gas air mata ketimbang air putih.

2. Peluru karet

Seorang pendemo terluka parah setelah terkena peluru karet. (Foto: LA Times)
Seorang pendemo terluka parah setelah terkena peluru karet. (Foto: LA Times)

Pada 1970, tentara Inggris memperkenalkan peluru karet pertama kali sebagai alat untuk mengendalikan kerusuhan di Irlandia Utara. Peluru karet ini didesain agar tidak terlalu mematikan jika dibandingkan dengan peluru metal. Meski begitu, sebuah konflik di Kashmir telah menunjukkan bahwa peluru karet mampu mengakibatkan patah tulang, cedera saraf dan tendon, serta infeksi.

Penggunaan helm dan kacamata pelindung bisa mencegah akibat fatal dari peluru karet.

Baca juga:

New Normal, Adegan 'Panas' Film Hollywood Andalkan Teknologi CGI

3. Stun grenade

Protes Black Lives Matter di Paris. (Foto: DW)
Stun grenade bisa membubarkan pendemo dengan cepat. (Foto: DW)

Helikopter militer telah menjatuhkan stun grenade di tengah gerombolan pendemo di Washington, D.C, pada Senin (1/6). Akibatnya, semua orang berlari sambil menutup telinga mereka.

Richard Neitzel, seorang profesor di University of Michigan School of Public Health, mengatakan suara bising menjadi taktik umum untuk membubarkan gerombolan orang. Selain menganggu, kebisingan bisa membahayakan tubuh melalui dua cara. Keduanya menargetkan bagian telinga dalam. Stun grenade cukup sulit untuk dihindari sehingga orang-orang hanya bisa berlari menjauhi granat sambil menutup telinga. (shn)

Baca juga:

Menurut Penelitian, Laki-Laki Botak Lebih Berisiko Terinfeksi Virus Corona

#Amerika Serikat
Bagikan
Ditulis Oleh

annehs

Berita Terkait

Dunia
Program Bantuan Pangan Dihentikan, Setengah dari Negara Bagian AS Gugat Pemerintahan Donald Trump
Pemerintahan Trump disebut kejam karena tak memperhatikan rakyat.
Dwi Astarini - Rabu, 29 Oktober 2025
  Program Bantuan Pangan Dihentikan, Setengah dari Negara Bagian AS Gugat Pemerintahan Donald Trump
Dunia
Gedung Putih Klaim PM Jepang Sanae Takaichi Janji Menominasikan Presiden AS Donald Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian
Setidaknya ada tiga hal penting yang didapat Trump sebagai oleh-oleh: pujian, kesepakatan investasi, dan janji dukungan untuk nominasi Hadiah Nobel Perdamaian.
Dwi Astarini - Rabu, 29 Oktober 2025
Gedung Putih Klaim PM Jepang Sanae Takaichi Janji Menominasikan Presiden AS Donald Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian
Dunia
Media Besar AS Tolak Pembatasan Pers, Ramai-Ramai Say Good Bye ke Pentagon
Menteri Pertahanan Pete Hegseth menanggapi gelombang penolakan dari berbagai media dengan mengunggah emoji tangan melambai di platform X, isyarat perpisahan yang dianggap sinis.
Dwi Astarini - Jumat, 17 Oktober 2025
 Media Besar AS Tolak Pembatasan Pers, Ramai-Ramai Say Good Bye ke Pentagon
Indonesia
Perang Dagang AS-China, Menkeu: Biar Aja Mereka Berantem, Kita Untung
Presiden AS Donald Trump baru saja menetapkan tarif impor sebesar 100 persen terhadap produk asal China mulai 1 November 2025
Wisnu Cipto - Senin, 13 Oktober 2025
Perang Dagang AS-China, Menkeu: Biar Aja Mereka Berantem, Kita Untung
Dunia
Helikopter Jatuh di Pantai California, 5 Orang Terluka Termasuk Pejalan Kaki
Helikopter jatuh di kawasan Huntington Beach, California, Amerika Serikat, pada Sabtu sore (11/10) waktu setempat saat berlangsungnya acara tahunan Cars ‘N Copters on the Coast.
Wisnu Cipto - Minggu, 12 Oktober 2025
Helikopter Jatuh di Pantai California, 5 Orang Terluka Termasuk Pejalan Kaki
Dunia
Shutdown Pemerintah AS Ancam Ratusan Ribu Pekerja, Ekonomi Berisiko Terguncang
Banyak layanan publik dari pendidikan hingga lingkungan terganggu, tapi agenda deportasi disebut tetap berjalan penuh.
Dwi Astarini - Jumat, 03 Oktober 2025
Shutdown Pemerintah AS Ancam Ratusan Ribu Pekerja, Ekonomi Berisiko Terguncang
Indonesia
Satuan Tugas Mulai Selidiki Radiasi Cs-137 Yang Dikeluhkan Amerika, Mulai Dari Cengkeh Lalu ke Udang
Satgas Cesium 137 baru menerima laporan dari Pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait dengan temuan komoditas cengkeh yang mengandung zat radioaktif.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 03 Oktober 2025
Satuan Tugas Mulai Selidiki Radiasi Cs-137  Yang Dikeluhkan Amerika, Mulai Dari Cengkeh Lalu ke Udang
Dunia
Anggaran Tidak Disetujui, Operasional Pemerintah Amerika Serikat Berhenti
Melalui pemungutan suara 55-45, Senat gagal meloloskan RUU yang diajukan Partai Republik, dengan hanya dua senator Demokrat yang mendukungnya.
Alwan Ridha Ramdani - Rabu, 01 Oktober 2025
Anggaran Tidak Disetujui, Operasional Pemerintah Amerika Serikat Berhenti
Indonesia
Pemerintah AS Bakal Shutdown, Rupiah Diproyeksi Menguat
Trump menyalahkan Demokrat atas penutupan tersebut karena kebuntuan negosiasi pendanaan sementara di Kongres.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 29 September 2025
Pemerintah AS Bakal Shutdown, Rupiah Diproyeksi Menguat
Dunia
Presiden Amerika Serikat Dongkol karena Eskalator Macet, PBB Sebut Juru Kamera Trump Biang Keroknya
Pihak PBB menyebut eskalator berhenti karena mekanisme keamanan yang mungkin terpicu oleh juru kamera Trump.
Dwi Astarini - Jumat, 26 September 2025
 Presiden Amerika Serikat Dongkol karena Eskalator Macet, PBB Sebut Juru Kamera Trump Biang Keroknya
Bagikan