Tidak Mematikan, 3 Senjata Pembubar Demo ini Punya Dampak Berbahaya
Susu dikatakan mampu meredakan gas air mata. (Foto: Youtube @The Oregonian)
KEMATIAN George Floyd memicu amarah warga dunia. Kasus bernuansa rasialis itu menggerakan orang di seluruh dunia untuk melakukan demo besar-besaran. Para petugas keamanan sengaja menggunakan 'senjata tidak mematikan' seperti gas air mata, peluru karet, dan stun grenade atau flash-bang untuk membubarkan para pendemo.
Dilansir National Geographic, teknik itu awalnya digunakan untuk membuat perang lebih manusiawi dengan membuat orang-orang melarikan diri. Sejumlah badan penegak hukum kemudian mengadopsi senjata-senjata ini dari kemiliteran sebagai alternatif penggunaan senjata api.
Baca juga:
Lipslut Donasikan Hasil Penjualan untuk Dukung Gerakan Black Lives Matter
Meski begitu, sebuah penelitian menyimpulkan bahwa senjata yang tergolong tidak mematikan ini tetap menimbulkan konsekuensi yang cukup serius terhadap tubuh manusia. Jika disalahgunakan, senjata-senjata ini mampu mematahkan tulang, membakar kulit, serta menyebabkan luka dalam yang berakibat fatal.
Berikut luka yang bisa disebabkan dari setiap jenis senjata tidak mematikan serta cara yang bisa dilakukan orang-orang untuk melindungi diri.
1. Gas air mata
National Geographic mengatakan gas air mata memang didesain untuk membuat korban merasa sengsara. Ketika tabung gas air mata ditembakkan, bahan kimia yang terkandung di dalamnya mampu menyengat mata, kulit, saluran pernapasan, hingga menimbulkan nyeri berdenyut yang menyiksa seluruh tubuh. Korban cenderung batuk, bersin, dan menghasilkan banyak lendir sehingga rasanya seperti tercekik.
Susu dianggap lebih manjur menetralkan tubuh setelah terkena efek gas air mata ketimbang air putih.
2. Peluru karet
Pada 1970, tentara Inggris memperkenalkan peluru karet pertama kali sebagai alat untuk mengendalikan kerusuhan di Irlandia Utara. Peluru karet ini didesain agar tidak terlalu mematikan jika dibandingkan dengan peluru metal. Meski begitu, sebuah konflik di Kashmir telah menunjukkan bahwa peluru karet mampu mengakibatkan patah tulang, cedera saraf dan tendon, serta infeksi.
Penggunaan helm dan kacamata pelindung bisa mencegah akibat fatal dari peluru karet.
Baca juga:
New Normal, Adegan 'Panas' Film Hollywood Andalkan Teknologi CGI
3. Stun grenade
Helikopter militer telah menjatuhkan stun grenade di tengah gerombolan pendemo di Washington, D.C, pada Senin (1/6). Akibatnya, semua orang berlari sambil menutup telinga mereka.
Richard Neitzel, seorang profesor di University of Michigan School of Public Health, mengatakan suara bising menjadi taktik umum untuk membubarkan gerombolan orang. Selain menganggu, kebisingan bisa membahayakan tubuh melalui dua cara. Keduanya menargetkan bagian telinga dalam. Stun grenade cukup sulit untuk dihindari sehingga orang-orang hanya bisa berlari menjauhi granat sambil menutup telinga. (shn)
Baca juga:
Menurut Penelitian, Laki-Laki Botak Lebih Berisiko Terinfeksi Virus Corona
Bagikan
annehs
Berita Terkait
Program Bantuan Pangan Dihentikan, Setengah dari Negara Bagian AS Gugat Pemerintahan Donald Trump
Gedung Putih Klaim PM Jepang Sanae Takaichi Janji Menominasikan Presiden AS Donald Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian
Media Besar AS Tolak Pembatasan Pers, Ramai-Ramai Say Good Bye ke Pentagon
Perang Dagang AS-China, Menkeu: Biar Aja Mereka Berantem, Kita Untung
Helikopter Jatuh di Pantai California, 5 Orang Terluka Termasuk Pejalan Kaki
Shutdown Pemerintah AS Ancam Ratusan Ribu Pekerja, Ekonomi Berisiko Terguncang
Satuan Tugas Mulai Selidiki Radiasi Cs-137 Yang Dikeluhkan Amerika, Mulai Dari Cengkeh Lalu ke Udang
Anggaran Tidak Disetujui, Operasional Pemerintah Amerika Serikat Berhenti
Pemerintah AS Bakal Shutdown, Rupiah Diproyeksi Menguat
Presiden Amerika Serikat Dongkol karena Eskalator Macet, PBB Sebut Juru Kamera Trump Biang Keroknya