Indonesia-Uni Eropa Kerja Sama Perkuat Pengadilan Perikanan

Delegasi Uni Eropa di Indonesia, EU-UNDP SUSTAIN, Polri, hakim perikanan, TNI AL, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan berfoto bersama di Barelang, Batam. (Foto EU-UNDP)
MerahPutih Nasional - Pemerintah kerap kewalahan menghadapi kapal-kapal penangkap ikan ilegal. Setelah berhasil ditangkap, pemilik dan awak kapal lolos dari jerat hukum.
Guna mendukung peningkatan kapasitas pengadilan khusus di Indonesia, EU-UNDP SUSTAIN, proyek hibah bernilai 10 juta euro yang didanai oleh Uni Eropa dan diimplementasikan oleh UNDP Indonesia, memperkuat pengadilan perikanan.
Secara keseluruhan, Indonesia memiliki 10 pengadilan perikanan yang tersebar di beberapa daerah antara lain: Medan, Jakarta Utara, Bitung, Pontianak, Tual, Tanjung Pinang, Ranai, Ambon, Sorong, dan Merauke. Menurut data Mahkamah Agung terdapat 619 perkara yang terdaftar terkait perikanan sejak tahun 2010 hingga 2016.EU-UNDP SUSTAIN memfasilitasi pelatihan terpadu antara lembaga penegak hukum dan pengadilan khusus perikanan untuk meningkatkan koordinasi dan penanganan di lapangan saat menangani tindak pidana perikanan.
“Penangkapan Ikan Ilegal, Tidak Diregulasi dan Tidak Dilaporkan atau IUUF bukanlah perkara yang mudah untuk diatasi karena banyaknya aktor yang terlibat serta sifat dari sektor ikan perikanan itu sendiri,” kata Franck Viault, Kepala Bagian Kerja Sama Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dalam keterangan tertulis, Selasa (19/4).
“Indonesia membutuhkan personil penegak hukum yang kuat untuk melawan penangkapan ikan ilegal dan melindungi serta melestarikan sumber daya laut, serta mempromosikan perikanan yang berkelanjutan untuk kepentingan rakyat, khususnya nelayan skala kecil (termasuk nelayan perempuan) yang sangat bergantung pada perikanan sebagai mata pencaharian mereka” tambah Viault.
Lebih dari lima puluh perwakilan dari pengadilan perikanan, Kejaksaan Agung, Polisi Republik Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta TNI Angkatan Laut untuk pertama kalinya bertemu di Batam pada tanggal 18 hingga 22 April 2016, dan berkoordinasi tentang langkah–langkah penting dalam melawan IUUF.
Gilles Blanchi, Kepala Penasehat Teknis serta Manajer Proyek dari EU-UNDP SUSTAIN mengatakan diperlukan pendekatan terpadu oleh semua lembaga penegak hukum dan badan peradilan/yudisial dikarenakan besarnya dampak tindak pidana perikanan di Indonesia.
Hanya dengan strategi tersebut, berdasarkan pada kerjasama antar lembaga serta koordinasi, maka Indonesia dapat memerangi penangkapan ikan ilegal dan melindungi biota laut yang beraneka ragam; termasuk juga mengurangi kejahatan yang berkaitan yaitu perdagangan manusia, penggelapan pajak, dan pencucian uang. Melalui pelatihan terpadu ini, kami bertujuan untuk memperkuat kapasitas Indonesia untuk menyelidiki, menuntut, dan memberi sanksi kepada para pelaku yang melanggar hukum perikanan Indonesia.
“Kerjasama antar lembaga ini pun berkontribusi untuk memastikan akuntabilitas korporasi, memulihkan kerugian negara, dan akhirnya mempromosikan praktik perikanan yang bertanggung jawab di mana laut dapat digunakan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dalam negeri serta pada saat yang sama, melestarikan biota laut," katanya.
Pelatihan Hakim Perikanan
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan bidang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Agus Subroto, dalam pidato pembukaannya menyampaikan Mahkamah Agung saat ini telah mengadakan pelatihan untuk para hakim perikanan, di pengadilan tinggi dan banding, namun memang masih diperlukan pelatihan terpadu antar instansi penegak hukum seperti pelatihan di Batam ini, yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
"Kami menyambut baik inisiatif dari EU-UNDP SUSTAIN dalam mendukung tercapainya kolaborasi antar lembaga,” ujarnya.
Pelatihan di Batam merupakan tahap pertama yang mencakup peserta dari wilayah bagian barat Indonesia. Tahap kedua yang merepresentasikan wilayah Indoensia Tengah dan Timur akan dilakukan pada semester kedua tahun 2016. EU-UNDP SUSTAIN memfasilitasi pelatihan ini bersama dengan Badan Peneliti dan Pengembangan serta Divisi Pendidikan dan Pelatihan Mahkamah Agung.
Menurut laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014 Indonesia telah mengalami kerugian hingga Rp101 trilliun per tahun yang disebabkan oleh penangkapan ikan ilegal, tidak diregulasi dan tidak dilaporkan (Illegal, Unreported and Unregulated Fishing/IUUF). Hal ini merugikan Indonesia karena sektor perikanan berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Pada tahun 2015, perikanan berkontribusi 2,31 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto dengan pertumbuhan per kuartal antara 7 sampai 8,5 persen.
BACA JUGA:
- Menteri Susi akan Tenggelamkan 19 Kapal Asing
- TNI AL Tenggelamkan 35 Kapal Asing Pencuri Ikan
- Peledakan Kapal Asing di Batam
- Susi Terima SMS Kapal Filipina Curi Ikan
- Peledakan Kapal Filipina di Kalimantan
Bagikan
Berita Terkait
Rencana Pemerintah Akan Bangun 100 Kampung Nelayan Merah Putih pada Tahun 2025

Komisi IV DPR Desak Menteri KKP Tindak Tegas Praktik Penjualan Pulau Kecil

KKP Turunkan Tim Investigasi untuk Periksa Tambang Nikel yang Merusak Alam di Raja Ampat

Pencabutan Sisa Pagar Laut Tangerang Tetunda, tak Bisa Dilakukan Manual dengan Tenaga Manusia

Pagar Laut Tangerang Tak Bisa Dibongkar Hanya 1-2 Hari, Keselamatan Personel Jadi Alasan

Polemik Pembongkaran Pagar Laut, DPR Instruksikan KKP Koordinasi dengan Institusi Terkait

Kementerian Kelautan dan Perikanan Dinilai Lalai soal Pagar Laut di Tangerang

WWF Indonesia dan KKP Jalin Kerja Sama Wujudkan Sektor Kelautan dan Perikanan Berbasis Ekonomi Biru
Digarap Penyidik 2,5 Jam, Menteri KKP Klaim Bantu KPK
KPK Panggil Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono
