Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, PSI Desak RUU P-KS Segera Disahkan


Imelda Berwanty Purba ( Foto: istimewa )
MerahPutih.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendesak DPR agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) segera disahkan.
Juru Bicara PSI bidang Pemberdayaan Perempuan Imelda Berwanty Purba mengatakan selain untuk menghukum para pelaku RUU P-KS penting untuk memulihkan kondisi para korban.
Baca Juga
Sekelompok Perempuan Gelar Aksi Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
“Jangan lupakan para korban. Situasi psikologis mereka harus dipulihkan agar bisa menjalani kehidupan selanjutnya dengan baik. RUU P-KS memuat klausul-klausul tentang hal tersebut,” kata Imelda dalam keterangan persnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (20/9).
Imelda mengutip data yang masuk ke LBH APIK Jakarta bahwa terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual dalam tiga tahun terakhir.
“Pada 2016 terjadi 28 kasus, meningkat menjadi 37 kasus di 2017, dan menyentuh angka 63 kasus di 2018. Bahkan, Komnas Perempuan telah menyatakan “Indonesia darurat kekerasan seksual” sejak 2014,” kata Imelda.
Angka-angka di atas diyakini merupakan fenomena gunung es. Pada kenyataannya, jauh lebih banyak perempuan yang menjadi korban tapi tak melapor dengan berbagai alasan.
Baca Juga
“Pengesahan RUU P-KS harus segera dilakukan sebagai wujud itikad baik dan profesionalitas DPR. Ingat, RUU ini bukan baru-baru saja dibahas, melainkan sejak 2016. Jangan biarkan korban-korban baru berjatuhan,” jelas Imelda.
Dalam banyak kasus, korban-korban kekerasan seksual menderita depresi berat, bahkan beberapa melakukan bunuh diri. Imelda menambahkan, karena itu pemulihan kondisi korban wajib dikerjakan. Penghapusan kekerasan atas perempuan membutuhkan paying hukum agar efektif.
"Sebab situasi sudah darurat," jelas Imelda.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan setidaknya ada tiga hal yang selama ini menjadi perdebatan panitia kerja Revisi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Baca Juga
Pertama, perdebatan mengenai judul. Kedua, adalah perdebatan soal definisi, yang menurut dia masih mengganjal karena bermakna ganda.
“Teman-teman anggota panja menganggap bermakna ambigu. Kalau dipahami sebaliknya bisa menjadi UU ini terlalu bebas,” kata Marwan
Yang ketiga tentang pidana dan pemidanaan. Menurut Marwan, banyak anggota panja yang keberatan bila Undang-Undang ini bertentangan dengan undang-undang induk atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Panja akan berkonsultasi dengan Komisi III yang menangani KUHP. Hasilnya ada sembilan poin pemidanaan yang sudah masuk ke dalam KUHP. Seperti pemerkosaan, dan perzinahan.
Baca Juga
DPR Terus Matangkan Pengesahan RUU PKS Agar Diterima Masyarakat
“Komisi III menyarankan Komisi VIII untuk menunggu RKUHP disahkan di rapat paripurna," katanya.
Marwan mengatakan kalau urusan pidana ini selesai maka tinggal tersisa dua masalah yakni judul dan definisi. “Yang dikhawatirkan adalah judul dan definisi menjadi liberal atau membolehkan pintu masuk LGBT bisa ditutup," pungkasnya. (Knu)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
PSI Jakarta Soroti Rencana Pramono Bangun 19.800 Hunian Baru, Minta Perbaiki Masalah Lainnya

IPO Sudah Sesuai Aturan, KAHMI Jaksel: Kader PSI Salah Alamat jika Sebut PAM Jaya Tabrak Aturan

PSI Tolak Rencana Sistem Ganjil-Genap di Jalan TB Simatupang, Dinilai Bukan Solusi Atasi Macet

Anak Jokowi Minta Wamenaker Immanuel Ebenezer Ikuti Proses Hukum

Kaesang Ziarah ke Makam Presiden ke-3 BJ Habibie, PSI Ingin Anak Muda Berkiprah di Bidang Iptek

Semprot Dewan PSI, Ketua Dewas PAM Jaya: Kita Mau Kerja, Bukan Cari Benar atau Salah

PSI Tolak Rencana Pramono Buka Ragunan hingga Malam Hari, Pertanyakan Kesiapan Fasilitas

Pagar Pedestrian Stasiun Cikini Sudah Ditinggikan, PSI Usul Minta Dibangun JPO

Pedagang Pasar Barito Jadi Korban Ambisi Gubernur Pramono di Mata PSI

PSI DKI Kritik Pemprov tidak Punya Nurani, Relokasi Pedagang Barito ke Lahan Kosong Tanpa Fasilitas
