ICJR Temukan Dugaan UU ITE Sasar Kebebasan Berekspresi

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu (MP/Ponco)
Merahputih.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu mengungkapkan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah berdampak buruk pada perlindungan hak asasi manusia (HAM). Utamanya terhadap hak-hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.
UU ITE terbukti telah menyasar pada ekspresi-ekspresi yang sah dan seringkali disalahgunakan untuk kepentingan yang beragam, baik pembalasan maupaun pembungkapan atas kritik.
Baca Juga:
Deddy Corbuzier Hingga Ferdinand Hutahean Diminta Masukan Terkait UU ITE
"Hasil riset dari ICJR mempertanyakan kembali keseimbangan antara pengaturan kebijakan pidana di dalam UU ITE dengan perlindungan kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata Erasmus dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (11/3).
Erasmus menyampaikan, riset yang telah dilakukan pihaknya membenturkan prinsip-prinsip hukum pidana dan hak asasi manusia (HAM) dengan realitas sosial bekerjanya UU ITE.
Dia menyebut, sebanyak 768 perkara yang dilakukan indeksasi awal, 73 perkara dipilih untuk dilakukan profiling kasus-kasus UU ITE.
Penemuan dari riset ini memaparkan bahwa revisi atas UU ITE di tahun 2016 lalu belum memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada UU ITE 2008.
Bahkan revisi yang dilakukan belum tepat sasaran, karena pasal-pasal yang berupa duplikasi dari ketentuan di dalam KUHP masih longgar dengan cakupan yang luas.
"Ancaman hukuman pidana di dalam UU ITE tidak memberikan pembobotan pemidanaan sesuai dengan tingkat kejahatan yang berbeda-beda," beber Erasmus.

Erasmus tak memungkiri, UU ITE secara umum menjadi alat yang efektif untuk mengontrol perilaku warga negara di ruang daring, dengan terus menyebarkan ketakutan warga negara untuk berpendapat dan berekspresi.
"UU ITE telah gagal dalam menghadirkan keadilan dan memberikan perlindungan pada warga negara, serta gagal mencapai tujuan-tujuan pemidanaan yang diharapkan," sesal Erasmus.
Oleh karena itu, riset yang dilakukan ICJR merekomendasikan agar Pemerintah dan DPR RI untuk memasukkan rencana perubahan UU ITE ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021. Meski memang telah diputuskan revisi UU ITE tidak masuk dalam prolegnas 2021.
Poin-poin perubahan UU ITE meminta untuk mengembalikan kerangka pengaturan UU ITE dalam konsepsi awal yang ditujukan untuk mengatur aspek-aspek teknologi informasi.
Baca Juga:
Koalisi Masyarakat Sipil Anggap UU ITE Sumber Ketidakadilan
UU ITE cukup mengatur tindak pidana yang secara spesifik terkait dengan kejahatan teknologi atau kejahatan komputer ansich.
"Ketentuan-ketentuan yang tidak relevan harusnya dikeluarkan dalam UU ITE atau diatur dalam UU lain, misalnya tentang pengaturan penyadapan atau intersepsi," pungkas Erasmus. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Polisi Jerat Direktur Lokataru Dengan Pasal Perlindungan Anak dan UU ITE

Member Group 'Fantasi Sedarah' Ditangkap, DPR Sebut Pemerintah tak Tinggal Diam Hadapi Kejahatan Ruang Digital

Mahasiswi ITB Pengunggah Meme Tak Senonoh Prabowo dan Jokowi Dikeluarkan dari Penjara, Diminta Lanjutkan Kuliah

ITB Beri Pendampingan untuk Mahasiswi yang Ditangkap Gara-Gara Meme Prabowo Jokowi, Keluarga Minta Maaf

Polisi Bakal Beradaptasi Dengan Putusan MK Terkait UU ITE, Tidak Tindak Kerusahan di Medsos

5 Orang yang Dilaporkan karena Tuding Ijazah Jokowi Palsu, Disertakan Pasal UU ITE hingga Fitnah

Polri Pastikan Tunduk Putusan MK Pasca Sejumlah Pasal ‘Karet’ Dikoreksi

Cegah Abuse of Power, MK Kabulkan Pasal Pencemaran Nama Baik UU ITE Tidak Berlaku untuk Pemerintah

MK Putuskan Syarat Hoaks Bisa Dipidana, Kerusuhan di Ruang Digital Tidak Termasuk

Amnesty International Sebut Serangan Kebebasan Berekspresi Tembus Level Mengkhawatirkan
