Hati-hati Berdampak pada Kesehatan Mental jika Anda Suka Flexing


Perhiasan. (foto: freepik/freepik)
MerahPutih.com - Pamer alias flexing dengan tujuan untuk memukau kesan orang pada diri sendiri, bisa jadi masalah gangguan kesehatan mental. Maka dari itu hati-hatilah ketika hendak flexing.
Menurut laman programdoctorpbuin.org, flexing sebagai kategori gangguan kesehatan mental apabila seseorang menunjukkan tingkat perilaku yang sangat tinggi (flexing) sampai mengganggu aktivitas, merugikan orang lain, atau mengubah persepsi masyarakat terhadap dirinya. Hal tersebut mungkin tergolong sebagai masalah.
Flexing sendiri istilah yang santer dialamatkan pada orang yang ingin mencuri perhatian publik melalui barang, jabatan, kekayaannya. Seseorang bisa memamerkan pakaian, tubuh, gaya hidup, mobil, rumah, atau segala hal yang dianggap penting bagi ego seseorang secara terbuka. Sikap “pamer” ini dilakukan di depan orang lain. Dengan harapan orang memikirkan dengan cara tertentu.
Perilaku flexing sering kali sebagai upaya untuk memperlihatkan keberhasilan dan prestise seseorang dalam masyarakat, meskipun beberapa orang juga melakukannya untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka. Selain itu, pamer ini untuk mendapatkan pengakuan atau penghormatan.
Flexing dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Dilansir dari laman wecare.id, ada empat hal yang ditimbulkan dari flexing:
1. Menurunkan harga diri
Hal tersebut terjadi karena seseorang menggantungkan identitasnya pada pengakuan orang. Jika upaya flexing-nya dianggap gagal karena tidak memukau kesan orang lain atas dirinya, risikonya mengalami penurunan harga diri alias penghargaan dirinya rendah. Sebab flexing memiliki standar semu untuk membuat orang terkesan atau tidak.
2. Meningkatkan stres
Ini terkait dengan ekspektasi. Ketika seseorang suka flexing, otomatis ia berusaha mati-matian untuk menjaga citra positif dan memamerkan kesuksesan atau kekayaannya.
Dengan standar itu, maka timbullah tekanan dan stres yang berlebihan, terutama jika seseorang merasa perlu terus mempertahankan citra yang telah dibangun.
3. Menimbulkan kecemasan sosial
Kebiasaan atau rutinitas orang yang suka flexing membuatnya terus-menerus memamerkan kesuksesan atau kekayaan. Mungkin merasa perlu untuk terus mempertahankan citra positif mereka di hadapan orang lain. Ketika ia tidak bisa menampilkan hal-hal baru untuk membuat kesan baru, maka muncullah kecemasan sosial.
Seseorang jadi takut untuk dicemooh, tidak suka mendengarkan kritik. Akhirnya cemas tak berkesudahan.
4. Meningkatkan ketidakpuasan diri
Selalu ingin menunjukan sisi hebat membuat orang jadi tidak pernah puas diri. Padahal jika dibandingkan, pencapaian yang sudah didapatkan hari ini jauh lebih unggul dari orang sekitarnya.
Namun karena terlalu candu untuk mendapatkan kesan orang lain, seseorang akan melihat dirinya selalu kurang dan berakhir tidak puas diri. (Tka)
Bagikan
Tika Ayu
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Mendagri Larang Pejabat Pamer Kekayaan hingga Gelar Pesta Mewah, Cuma Bisa Picu Provokasi

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan

Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja

Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja

Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
