Gugatan Diskualifikasi Gibran di Pemilu Dinilai Mengada-ngada
Calon Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka (Kiri) dan Calon Presiden RI Prabowo Subianto di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (22/3/2024) (ANTARA/Ho-TKN)
MerahPutih.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 menyatakan bahwa Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan calon terpilih dengan perolehan 96.214.691 suara.
Atas penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, Capres Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar melakukan gugatan ke MK, dengan salah satu tuntutanya adalah pemilu ulang tanpa Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga:
Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Gugat ke MK, Yusril: Sulit Dikabulkan
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengatakan permintaan mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terlalu mengada-ngada.
"Saya belum baca isi gugatannya, tetapi kira-kira itu 'kan maksudnya ada hak konstitusional pasangan 01 dan 03 yang hilang atau dirugikan dalam pemilu kemarin. Agar hak itu kembali, mereka menuntut agar pasangan 02 didiskualifikasi. Di satu pihak mereka menuntut hak, sementara di lain pihak menghilangkan hak orang lain," kata Saleh dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (24/3).
Saleh mengaku sulit untuk memahami logika yang disampaikan dalam gugatana tersebut karena gugatan tersebut sama artinya dengan menghilangkan hak konstitusional pihak lainnya.
"Itu sama artinya menuntut pemenuhan hak konstitusional pasangan 01 dan 03, tetapi menghilangkan hak itu pada pasangan 02. Dari logika umum saja, susah memahami alur gugatan yang disampaikan," ujarnya.
Wakil Sekretaris dan Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) itu menilai adalah hal yang aneh jika gugatan tersebut dikabulkan.
"Kalau gugatannya dikabulkan, ya aneh aja. Prabowo-Gibran 'kan adalah WNI. Sama dengan WNI lainnya, mereka berhak memilih dan dipilih. Kalau pasangan lain boleh, semestinya mereka juga diperbolehkan," kata Saleh
Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu menduga gugatan tersebut didasarkan pada Putusan MK Nomor 90. Padahal, putusan itu telah memiliki kekuatan hukum yang sah dan tidak selayaknya dipersoalkan kembali
"Lagi pula aneh juga, putusan itu 'kan sifatnya final dan mengikat. Dan itu diputus di MK, lalu disoal lagi di MK. Sementara, putusannya sudah final dan mengikat. Tidak hanya itu, putusan itu pun sudah dijalankan dan berlaku efektif. Saya tidak melihat ada ruang yang terbuka untuk mempersoalkan hal itu lagi," tuturnya.
Ia mengatakan, gugatan tersebut tidak memenuhi rasa keadilan karena seakan tidak memperbolehkan pasangan 02 untuk memenangi pilpres.
"Kan tidak adil juga bagi pasangan yang sudah menang. Selain didiskualifikasi, mereka juga tidak boleh ikut berkontestasi lagi. Tuntutan seperti ini sama artinya pasangan 02 tidak boleh menang. Padahal, semua orang sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan," ungkapnya. (*)
Baca juga:
Hasto: PDIP Percaya Masih Ada Hakim MK Punya Sikap Negarawan
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168
Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan
Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi
DPR Janji Bikin UU Baru Ketenagakerjaan, Ada 17 Isu Baru Diminta Buruh