Filosofi Tradisi Siat Yeh Warga Teba Jimbaran Bali


Kemeriahan tradisi Siat Yeh, yang digelar oleh ratusan warga Teba, Desa Adat Jimbaran, Badung Bali. Minggu (18/3). (Foto: MP/MKF)
Pulau Bali tidak perna lepas dari tradisi adat dan budaya. Setiap desa ke desa di Pulau Dewata selalu menyajikan tradisi yang unik dan mempunyai makna mendalam pada lingkungan sekitar atau alam dalam makna yang luas. Salah satunya, tradisi Siat Yeh yang digelar oleh warga Banjar Teba, Desa Adat Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung Bali. Minggu (18/3).
Tradisi, Siat Yeh dalam filosofinya mempertemukan dua sumber Tirta (Air) yang berada di Desa Adat Jimbaran. Kedua sumber tirta tersebut adalah air laut di pantai Segara dan air Suwung (rawah) di Jimbaran. Air laut pantai Segara berada di sebelah barat, sedangkan air Suwung berada di sebelah timur. Tradisi Siat Yeh, selain pesannya mempertemukan kedua sumber air tersebut, juga mempunyai makna yang mendalam.
Seperti yang dikatakan oleh I Gusti Ketut Gede, Yusah Asana Putra, selaku Ketua Panitian Pengarah Siat Yeh, dalam kata "Siat" yang berarti perang merupakan makna, bahwa pada hakekatnya manusia dalam saban harinya sebenarnya berperang melawan keinginan diri sendiri untuk mengindari hal-hal yang tidak baik.
"Kenapa 'Siat' karena sesungguhnya manusia setiap hari berperang dengan diri sendiri atau pikiran-pikiran diri sendiri. Itulah yang kita ambil maknanya. Mau tidak mau suka tidak suka, setiap hari kita perang dengan diri kita sendiri antara keinginan yang baik dan tidak baik," ucapnya.
Sedangkan kata "Yeh" yang berarti air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Sehingga sumber air itu harus dijaga dan dihormati. Nantinya dengan menjaga kedua sember air tersebut masyarakatnya bisa mendapatkan kemakmuran.
"Kita harus menghormati sumber air. Air yang ada di Jimbaran adalah air Pantai dan Suwung. Dulu orang Jimbaran hidupnya itu, kalau tidak dari Suwung ya dari laut. Kalau dulu, di Suwung itu ada pembuatan garam yang sangat luar biasa. Orang Jimbaran dulu, kerja membuat garam dan ditukar dengan beras. Kalau yang di pantai menjadi nelayan untuk mencari ikan," imbuh Yusah Asana Putra.

Menurut, Yusah Asana Putra, kenapa tradisi Siat Yeh dilakukan karena kembali untuk mempertemukan dua sumber air tersebut. Karena sejak dulunya, sebelum pembangunan pariwisata di Jimbaran, kedua air tersebut selalu bertemu secara alami jika dalam keadaan pasang.
"Karena, sekarang pembangun pariwisata seperti ini, ketemunya tidak secara langsung, sehingga manusia yang membangun maka manusia yang harus menemukankanya kembali air itu. Kalau dua sumber bisa ketemu maka kemakmuran akan tercapai, itu harapan kami," tuturnya.
Kemudian, dari energi atau kekuatan spritual, Yusah Asana Putra menyampaikan bahwa energi dari air Segara dan Suwung itu kalau di kelolah secara baik akan menjadi energi yang luar biasa, sehingga berdampak positif pada masyarakat Jimbaran.
"Kalau kita kelola dengan baik bisa membuat energi yang luar biasa. Kalau salah, akan membuat energi negatif juga. Kami hormati dua energi ini dan mempertemukan secara positif dengan harapan masyarakat Jimbaran menjadi tenang, dengan mempertemukan kekuatan dari timur dan barat," ujarnya.
Hal senada juga dikatakan, oleh Anak Agung Bagus Cahya Dwijanata, selaku Ketua Panitian Pelaksana tradisi Siat Yeh. Menurutnya, yang pertama tradisi ini digelar agar Sekaa Truna-Truni Bhakti Asih (Organisasi Kepemudaan) Warga Teba Jimbaran mempunyai ikon yang bisa dibanggakan dan diwariskan pada generasi selanjutnya.
Kemudian, digelarnya tradisi Siat Yeh ini, juga sesuai dengan kondisi geografis Desa Adat Jimbaran dengan adanya dua sumber air pantai Segara dan Suwung.
"Karena kondisi geografis, di pantai barat (Segara) dan Suwung (Timur) itu, alasan kenapa kami membangkitkan kembali tradisi Siat Yeh," ujarnya.
Dwijanata juga menjelaskan, bahwa air Suwung dan Segara dulunya bertemu di Lobok yang bertempat di depan InterContinental Jimbaran Bali. Namun, karena pesatnya perkembangan pariwisata, kedua sumber air tersebut tak bisa bertemu lagi.
"Oleh karena itu, kami berinsiatif membangkitkan, menyatukan dan mempertemukan kembali air dari barat dan dari timur dengan tradisi Siat Yeh," ujarnya.
Tradisi Siat Yeh, pertama kali digelar oleh ratusan Warga Banjar Tebat Jimbaran Bali. Setelah tradisi tradisional di Jimbaran lama tidak digelar. Lewat keinginan Sekaa Truna-Truni dan krama adat di hari Ngembak Geni menyepakati untuk merekonstruksi tradisi dengan wadah yang baru yakni Siat Yeh. (*)
Artikel ini ditulis berdasarkan laporan MKF, reporter dan kontributor merahputih.comuntuk wilayah Bali dan sekitarnya.
Bagikan
Berita Terkait
Akhirnya Pengelola GWK Hancurkan Tembok Pembatasan Yang Halangi Akses Warga

Korea Selatan kembali Gelar Adu Banteng, Aktivis Hewan Langsung Bereaksi Lempar Kecaman

Jajal Suasana Hari Raya Galungan di Bali, Airbnb Kasih Rekomendasi Akomodasi Nih

Lebaran Sapi, Tradisi Unik Warga Lereng Merapi Boyolali Rayakan Hewan Ternak

Menilik Keindahan Arsitekstur Rumah Adat Angkul-Angkul khas Bali

Tarian Gundala-Gundala Ritual Pemanggil Hujan dari Tanah Karo

Lomba Dayung Jukung, Tradisi Unik 17 Agustusan di Kalimantan Selatan

3 Tradisi Unik di Indonesia Merayakan Idul Adha

Mengenal Makna Tradisi Imlek 'Yu Sheng'

Tradisi Unik di Berbagai Negara untuk Sambut Tahun Baru 2024
