Everest Terancam Limbah dari Pendaki

P Suryo RP Suryo R - Rabu, 01 Desember 2021
Everest Terancam Limbah dari Pendaki

Gunung Everest menyimpan limbah dari pendaki. (Foto: Instagram@alexbari91)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

LIMBAH yang ditinggalkan oleh pendaki Gunung Everest mengancam ketersediaan air minum bagi masyarakat setempat. Popularitas gunung tertinggi di dunia telah membuat pemerintah Nepal harus membersihkan sejumlah besar sampah yang ditinggalkan dari tenda hingga kotoran manusia.

Diperkirakan ada sekitar 700 pendaki, pemandu dan porter yang mendaki puncak musim ini demi menciptakan operasi raksasa untuk organisasi pemerintahan, Sherpa yang bekerja dalam upaya pembersihan ini.

Baca Juga:

Tiga Jenis Terapi Air dan Manfaatnya

everest
Sampah ditinggalkan oleh para pendaki (Foto: Instagram@trashwarz)

Banyak pendaki yang meninggalkan tenda mereka di puncak Gunung Everest karena ketinggian, kadar oksigen, dan lereng es licin yang berbahaya serta cuaca buruk di South Col, membuat para pendaki sulit untuk membawa hal-hal besar seperti tenda saat turun ke bawah.

Pendaki yang kelelahan berjuang untuk bernapas dan berjuang melawan mual dengan meninggalkan tenda mereka. Tenda sekarang mengotori South Col atau Camp 4, yang terletak pada perkemahan tertinggi di Everest, yaitu 8 ribu meter tepat di bawah puncak Everest yang memiliki tinggi 8.848 meter.

Mengutip dari Evening Standard, Sherpa mengatakan logo di tenda yang tertanam es telah sengaja dirobek sehingga pelakunya tidak dapat terdeteksi. Mereka juga membutuhkan waktu satu jam hanya untuk menggali satu tenda dari es beku dan menurunkannya.

Sherpa memperkirakan 30 tenda telah ditinggalkan di South Col, dan sebanyak 5 ribu kg sampah lainnya. Angin kencang di ketinggian itu juga telah mencerai-beraikan tenda dan sampah di mana-mana. Pendaki juga meninggalkan tabung oksigen kosong mereka, kemasan makanan dan tali bekas.

Juru kampanye yang membersihkan Camp Two, dua tingkat lebih tinggi dari base camp, memperkirakan hampir 8 ribu kg kotoran manusia ditinggalkan di puncak gunung Everest. Beberapa pendaki tidak menggunakan toilet darurat, melainkan menggali lubang di salju dan mengubur kotoran mereka ke tanah. Kotoran yang meluap kemudian tumpah menurun menuju Base Camp dan bahkan mengancam masyarakat di bawah gunung.

Orang-orang yang tinggal di Base Camp menggunakan salju yang meleleh untuk minum air, tetapi sekarang mereka takut kontaminasi. Dawa Steven dari Sherpa yang memimpin pembersihan independen dalam kampanyenya untuk membersihkan Gunung Everest selama 12 tahun terakhir.

Ekspedisinya sendiri telah menurunkan sekitar 20 ribu kg sampah sejak 2008. Menurutnya tidak mungkin untuk mengetahui dengan tepat berapa banyak sampah yang tersebar di Everest karena sampah hanya bisa terlihat ketika salju mencair.

Baca Juga:

Peneliti Temukan Filter Canggih Untuk Bersihkan Air dengan Cepat

sampah
Kotoran manusia mencemari air di Everest. (Foto: Instagram@trashwarz)

John All, profesor ilmu lingkungan di Western Washington University yang mengunjungi Everest dalam sebuah ekspedisi penelitian, mengatakan “Selama ekspedisi kami ke Camp 2, delapan dari 10 tim Sherpa kami mendapat penyakit perut dari kualitas air yang buruk di Camp 2."

Bagi orang Nepal yang menganggap gunung itu sebagai "Sagarmatha" atau Mother Earth, membuang sampah sembarangan sama saja dengan penodaan. Pendaki Nima Doma, yang baru saja kembali dari pendakian yang sukses, marah ketika dia menganggap bahwa gunung suci sedang dijadikan tempat pembuangan sampah. Dia berkata "Everest adalah dewa kami dan sangat menyedihkan melihat dewa kami begitu kotor. Bagaimana orang bisa membuang sampah mereka di tempat suci seperti itu?"

Masih mengutip dari Evening Standard, Ang Dorjee yang mengepalai Komite Pengendalian Polusi Everest independen, telah menuntut agar pemerintah Nepal harus mengembangkan beberapa aturan.

"Masalahnya adalah tidak ada peraturan tentang cara membuang kotoran manusia. Beberapa pendaki menggunakan tas biodegradable yang memiliki enzim yang menguraikan kotoran manusia, tetapi kebanyakan dari mereka tidak," katanya.

Menurutnya hal ini terjadi karena tas-tas itu mahal dan harus diimpor dari Amerika Serikat. Asosiasi mengatakan pemerintah harus mengamanatkan penggunaan tas biodegradable. Ini akan menghindarkan Dorjee dan timnya dari tugas untuk mengumpulkan limbah dan membawanya menuruni lereng yang berbahaya.

Pemerintah Nepal saat ini sedang membuat rencana untuk memindai dan menandai peralatan para pendaki. Semua pendaki harus menyetor sekitar Rp 60 juta sebelum mendaki dan mungkin tidak akan mendapatkan uang mereka kembali jika mereka kembali tanpa barang-barang mereka. (Tel)

Baca Juga:

Amankah Minum Air Keran di Jakarta?

#Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love

Berita Terkait

Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Indonesia
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Irma mendorong BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 28 Agustus 2025
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Indonesia
Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar
Presiden Prabowo juga menargetkan membangun total 500 rumah sakit berkualitas tinggi sehingga nantinya ada satu RS di tiap kabupaten dalam periode 4 tahun ini.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 26 Agustus 2025
Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar
Indonesia
Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
Presiden Prabowo yakin RS PON Mahar Mardjono dapat menjadi Center of Excellence bagi RS-RS yang juga menjadi pusat pendidikan dan riset, terutama yang khusus berkaitan dengan otak dan saraf.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 26 Agustus 2025
Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
Indonesia
Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
Riza Chalid, selaku pemilik manfaat PT Orbit Terminal Merak, merupakan salah satu dari delapan tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah
Angga Yudha Pratama - Jumat, 22 Agustus 2025
Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
Lainnya
Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
Vertigo merupakan istilah medis yang digunakan untuk menyebut sensasi seolah-olah lingkungan di sekitar penderita terus berputar dan biasanya disertai rasa pusing.
Frengky Aruan - Kamis, 21 Agustus 2025
Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
Indonesia
Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
Anggaran kesehatan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dialokasikan sebesar Rp 244 triliun.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 21 Agustus 2025
Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
Bagikan