Dewas KPK Masih Pelajari Laporan ICW Soal Dugaan Pelanggaran Etik Firli Bahuri
Ketua KPK Firli Bahuri. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengaku masih mempelajari laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), terkait dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri dan Deputi Penindakan KPK Karyoto.
Firli dan Karyoto dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) beberapa waktu lalu.
"Masih dipelajari laporannya," kata anggota Dewas KPK Albertino Ho saat dikonfirmasi awak media, Jumat (6/11).
Baca Juga
Bantah Hedonis dan Terima Gratifikasi, Ini Alasan Ketua KPK Sewa Helikopter
ICW melaporkan Firli dan Karyoto atas dasar petikan putusan pelanggaran etik terhadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK, Aprizal. Aprizal dijatuhi sanksi etik ringan oleh Dewas KPK berkaitan dengan OTT UNJ.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, berdasarkan petikan putusan Aprizal, diduga terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh keduanya. ICW mencatat setidaknya terdapat empat dugaan pelanggaran kode etik.
Pertama, Firli berkukuh mengambil alih penanganan kasus yang saat itu dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Itjen Kemendikbud). Padahal, Aprizal sudah menjelaskan bahwa setelah tim pengaduan masyarakat melakukan pendampingan, ternyata tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara.
"Sehingga, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK, maka tidak memungkinkan bagi KPK untuk menindaklanjuti kejadian tersebut," ujar Kurnia dalam keterangannya, Senin (26/10).
Kedua, dalam pendampingan yang dilakukan tim Dumas KPK terhadap Itjen Kemendikbud, Firli menyebut telah ditemukan tindak pidana korupsi. Padahal, jenderal bintang tuga itu diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya.
"Sehingga menjadi janggal jika Firli langsung begitu saja menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dan dapat ditangani oleh KPK," kata Kurnia.
Ketiga, langkah Firli dan Karyoto menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke Kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK.
"Padahal, dalam aturan internal KPK telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para pimpinan KPK," ungkapnya.
Baca Juga
Bantah Hedonis dan Terima Gratifikasi, Ini Alasan Ketua KPK Sewa Helikopter
Keempat, tindakan Firli mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Itjen Kemendikbud diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan atau mendengar masukan dari Pimpinan KPK lainnya.
"Padahal Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial," kata Kurnia.
Berdasarkan hal di atas, ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye
KPK Tetapkan Bupati Lampung Tengah dan Anggota DPRD Riki Hendra Saputra sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Dedi Mulyadi Kunjungi Gedung KPK, Bahas Penyelamatan Aset Negara di Jawa Barat
OTT Bupati Lampung Tengah, KPK Sita Uang Tunai dan Logam Mulia
Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Terjaring OTT KPK, Golkar Hormati Proses Hukum
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Diperiksa Intensif di Gedung KPK
OTT Bupati Lampung Tengah, Operasi Senyap ke-8 KPK Tahun 2025
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Tiba di Gedung KPK
Peringati Hakordia 2025, Komisi III DPR Beri Catatan untuk Aparat Penegak Hukum
KPK Kaji Dugaan Korupsi Pembalakan Liar di Sumatera dan Aceh