Desa Singapadu, Kekuatan di Balik Topeng Bali


Seniman menampilkan tari kreasi Barong Api saat pembukaan pameran topeng Singapadu di Bentara Budaya Bali, Minggu (6/8) malam. (Foto: ANTARA/Fikri Yusuf)
TERUS berjaya di lintas zaman, kreasi dan tradisi masyarakat Desa Singapadu ini layak untuk diangkat. Keberadaan topeng Singapadu yang tersohor sejak awal abad ke-18 menjadi salah satu kebanggaan Bali dan Indonesia.
Generasi pertama penciptanya adalah I Dewa Agung Api dari Puri Singapadu. Ia merupakan putra dari Dewa Agung Anom, atau kerap dikenal sebagai Sri Aji Wirya Sirikan, Raja atau Dalem Sukawati asal Klungkung.
Sebagai sumbernya seniman topeng, Desa Singapadu tidak lepas pula dari seni pertunjukan dramatari "Barong Ket" dan "Topeng". Barong Ket, dengan lakon Kunti Sraya, sering kali disebut Barong Kunti Sraya, menceritakan pertarungan antara kekuatan baik (Barong Keket) dan jahat (Rangda).
Dramatari ini diciptakan tahun 1948 oleh tiga serangkai, yakni Ida Cokorda Oka, I Wayan Geria, dan I Made Kredek. Pamaksan Banjar Sengguan mementaskannya pertama kali di Jaba Pura Desa Singapadu. Pementasan ini lebih dikenal wisatawan mancanegara dengan sebutan "Barong and Keris Dance".
Sementara itu, kisah I Dewa Agung Api, atau disebut juga Cokorda Agung Api, dihadirkan dalam sebuah tari kreasi "Barong Api". Tarian ini mengisahkan bagaimana sang pelopor Topeng Singapadu terinspirasi membuat Barong Ket dari kilauan cahaya matahari.
Hingga awal tahun 1960-an, Desa Singapadu yang berlokasi di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar ini menjadi satu-satunya daerah di Bali yang memiliki pertunjukan Barong rutin untuk wisatawan. Hampir setiap banjar di lingkungan Desa Singapadu memiliki barong, yang menandakan masih tetap eksisnya dramatari Barong Ket. Kini, generasi penari barong masih terus berlanjut.
Keunggulan Desa Singapadu ini dibawa dalam sebuah pameran bertajuk "Singapadu: The Power Behind the Mask" di Bentara Budaya Bali, Gianyar. Tari Barong Api menjadi pembuka acara pameran retrospektif ini pada Minggu (6/8). Pameran masih akan berlangsung hingga Minggu (13/8) mendatang. Selain berbagai ragam topeng klasik, baik berbentuk barong (bebarongan) atau dramatari (patopengan), pameran ini juga menghadirkan topeng-topeng modern dan kontemporer karya sejumlah seniman muda. (*)
Baca juga artikel seni budaya lainnya di sini: Festival Lima Gunung Bangkitkan Komunitas "Ndeso"
Bagikan
Berita Terkait
PM Malaysia Anwar Ibrahim Sampaikan Duka atas Bencana Banjir di Bali

Akibat Banjir Besar di Bali, Infrastruktur Jalan hingga Pasar Rusak Parah

Banjir Bali Ancam Citra Indonesia, DPR: Pemerintah Harus Hadir Nyata di Lapangan

Korban Tewas Banjir di Bali Capai 16 Orang, Terbanyak di Kota Denpasar

Korban Tewas dan Hilang Banjir Bali Terus Bertambah, Denpasar Jadi Wilayah Paling Banyak

15 Korban Meninggal Akibat Banjir Bali Ditemukan, Gubernur Fokus Pembersihan

Puan Maharani Mendorong Pemerintah untuk Fokus pada Pemulihan Ekonomi Masyarakat Kecil di Bali

Korban Banjir Bali Terus Bertambah, 14 Meninggal Dunia dan 562 Jiwa Mengungsi

Dari Bali hingga Korea, Art Jakarta 2025 Hadirkan Arus Baru Seni Kontemporer

Ekskavator Dikerahkan, Kementerian PU Gerak Cepat Bersihkan Sampah Banjir Bali dari Badung hingga Denpasar
