Festival Lima Gunung Bangkitkan Komunitas "Ndeso"


Pertunjukan "Menari Bersama Hujan" di panggung terbuka Festival Lima Gunung XVI kawasan lereng Gunung Merbabu (Foto: ANTARA/Anis Efizudin)
SEDIKITNYA 60 grup kesenian turut serta dalam Festival Lima Gunung (FLG) XVI/2017 yang berlangsung pada 28-30 Juli lalu. Acara diisi antara lain dengan pentas tarian tradisional dan kontemporer, pameran seni rupa dan batik, pentas musik, peluncuran buku, pidato kebudayaan, serta kirab budaya.
Diadakan di kawasan Gunung Merbabu, Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, festival ini digagas oleh komunitas seniman petani. Komunitas tersebut mencakup lima gunung di Kabupaten Magelang, yakni Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh.

Mengambil tema "Mari Goblok Bareng", para seniman petani memberikan sindiran halus. Mereka menyoroti berbagai persoalan kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini. Tema tersebut merupakan bentuk keprihatinan masyarakat desa dan gunung terhadap kehidupan perkotaan.
Dalam kaitannya dengan kemajuan zaman, Wenti, pengajar Jurusan Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, mengemukakan bahwa mental dan jiwa generasi muda penting untuk dilatih. Untuk itulah Komunitas Lima Gunung ada bukan sekadar berlatih kesenian, melainkan juga membangun mental, memperluas pengetahuan, dan berjejaring dengan komunitas lain.
"Komunitas ini menggodok generasi baru berkesenian, menjaga tradisi, dan berkomunitas. Melatih jiwa-jiwa supaya tidak rentan terhadap tantangan zaman. Tidak mudah 'gumunan' (terpukau). Kesenian menjadi sarana membangun kehidupan bersama, berkumpul, dan berelasi," ucap Wenti, seperti dilansir dari ANTARA.

Festival ini juga mengajak anak-anak muda untuk menjaga nilai-nilai kearifan desa dan budaya masyarakatnya. Salah satunya melalui instalasi panggung garuda ukuran raksasa yang dibuat dari berbagai bahan alam. Selain seniman, para pemuda dusun setempat turut terlibat aktif dalam mempersiapkan festival. Kecintaan akan bangsa Indonesia pun ikut digugah melalui kirab budaya yang dilanjutkan dengan menyanyikan lagu nasional "Indonesia Tanah Air Beta" bersama.
Supadi Haryanto, Ketua Komunitas Lima Gunung, menyatakan bahwa agenda seni budaya itu merupakan festival hati. Para seniman dan penonton hadir untuk bergembira bersama dalam nilai-nilai kearifan masyarakat desa dan gunung.
Selain menyindir dalam rupa seni dan budaya, perkumpulan orang-orang "ndeso" ini juga punya sesuatu untuk orang-orang kota. "Isu-isu terakhir Indonesia, contohnya tentang sebutan 'ndesa' dan 'ndesit'. Komunitas Lima Gunung melahirkan kata 'kotis' untuk kota," ujar Sutanto Mendut, inspirator dan budayawan Komunitas Lima Gunung.
Jadilah orang-orang "kotis" yang modern namun tak melupakan kearifan bangsa, dan jadilah wong ndeso yang berpengetahuan luas namun tak mudah terbawa arus. (*)
Baca juga artikel terkait di sini: Lukisan Mural Akan Warnai Festival Lima Gunung XVI.
Bagikan
Berita Terkait
Wondherland 2025: Rayakan Kekayaan Aroma dan Kreativitas Parfum Lokal

Deretan Acara Café Brasserie Expo 2025, Pilihan Terbaik Bagi Para Pencinta F&B

Lebih dari Sekadar Festival, JakCloth Kini Jadi Simbol Ekspresi Lokal

Musik dan Hobi Menjadi Satu, Pop City 2025 Hidupkan Jantung Jakarta

Pop City 2025: Festival Kreativitas Lintas Komunitas di Jantung Jakarta

Angkat Tema 'Saling Silang', Synchronize Fest 2025 Bawa Ruang Kolaborasi Seni Rupa

Panggung Megah Tomorrowland Hancur Dilalap Api, Nasib Festival di Ujung Tanduk

JE KA TE World: Transformasi Lapangan Banteng dalam Gemerlap Jakarta Light Festival 2025

Selang Tiga Tahun, Festival Olahraga UNIQLO FITFEST 2025 Kembali Digelar

Tabrakan Tronton Maut di Jalan Raya Magelang, 11 Orang Tewas
