Cerita Ribka Tjiptaning soal Kudatuli: Jari Aktivis HAM Munir Diamputasi
Ribka Tjiptaning. Foto: MP/Ponco
MerahPutih.com - Tragedi kerusuhan dua puluh tujuh Juli (Kudatuli) menjadi catatan kelam dalam sejarah politik Indonesia. Insiden tersebut pecah di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI), di Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat, pada 27 Juli 1996.
Kerusuhan dipicu aksi massa kubu Soerjadi Ketua Umum PDI versi Kongres Medan yang ingin mengambil paksa Kantor DPP PDI dari Megawati Soekarnoputri. Banyak korban berjatuhan dalam peristiwa tersebut.
Baca Juga
PDIP Kenang Tragedi Kudatuli dengan Tabur Bunga dan Doa untuk Korban
Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning masih mengingat jelas peristiwa memilukan yang terjadi 27 tahun silam tersebut. Ketika itu, dirinya ditunjuk Megawati Soekarnoputri menjadi tim kesehatan di klinik kantor DPP PDI.
“Karena kebetulan dokter, punya poliklinik di situ diperintah bu Mega untuk mengurus kesehatan yang datang di semua mimbar demokrasi waktu itu makanya kita yang tahu dapat obat,” ujarnya di Kantor YLBHI, Jakarta, Kamis (27/7).
Perempuan yang karib disapa Mbak Ning ini menceritakan dirinya memberikan perawatan medis kepada korban yang mengalami luka-luka akibat kebrutalan aparat keamanan di Kantor YLBHI.
Dia bahkan harus menjahit luka korban tanpa memberikan bius terlebih dahulu karena dalam situasi mendesak dan keterbatasan obat-obatan. Namun, beruntungnya tidak ada efek samping pada luka jahitan korban.
“Ada mas Sophan Sophian, termasuk mas Munir (aktivis HAM Munir Said Thalib). Di mana mukjizat terjadi juga di situ, kalau secara kedokteran enggak mungkin jugalah, gimana menjahit tanpa bius tanpa alkohol tapi begitu besoknya kita periksa enggak ada yang bernanah,” tuturnya.
Baca Juga
Wamenkumham Paparkan Kelemahan Penuntasan Peristiwa Kudatuli
Lebih lanjut Ning mengisahkan bahwa jari Munir sempat diamputasi. Dia menyebut proses amputasi juga dilakukan tanpa bius, tetapi Munir dapat bertahan melawan rasa sakit.
“Munir itu sempat diamputasi lah jari ini, tanpa bius dia bisa bertahan, mungkin karena kondisi luar biasa saat itu,” ungkapnya.
Situasi semakin tidak kondusif dan aksi pengambilalihan paksa kantor DPP PDI semakin represif, Ning akhirnya dievakuasi oleh aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) Garda Sembiring keluar gedung YLBHI.
“Akhirnya di sini sudah represif sudah mau diserang juga, aku dibawa lari sama Garda Sembiring," imbuhnya.
Ning sebagai saksi sejarah yang mengetahui betul peristiwa itu mengaku kecewa apabila Kudatuli tidak dikategorikan dalam kasus pelanggaran HAM berat.
“Jadi kalau dibilang bukan pelanggaran HAM berat agak sedikit kesal sih,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap agar Tragedi Kudatuli ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat dan meminta kepada pemerintah supaya menyelesaikan kasus ini.
“Ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat itu diselesaikan lah sepakat sama teman-teman PRD," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga
Bagikan
Berita Terkait
Kader PDIP Sebut Serangan Ahmad Ali ke Jokowi Adalah Order Busuk Agar Aman dari KPK
Aria Bima Ingatkan Mahasiswa Penggugat UU MD3 Soal Sistem Pengambilan Keputusan di Lembaga Legislatif
Ariel Noah Bersama Vibrasi Suara Indonesia Sambangi Fraksi PDIP Bahas Royalti
Bupati Ponorogo Ditangkap KPK, PDIP: Kami Minta Maaf karena Dia tak Amanah
Implementasi PP 47/24 Masih Rendah, Pemerintah Didesak Percepat Penghapusan Piutang Macet UMKM
Sumpah Pemuda Harus Jadi Semangat Kepeloporan Anak Muda
Peringatan Sumpah Pemuda, PDIP Tegaskan Komitmen Politik Inklusif bagi Generasi Muda
Ribka Tjiptaning Nilai Soeharto tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Dianggap Pelanggar HAM
Soal Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, PDIP: Kita Dukung KPK, Diperiksa Saja
PDIP Sebut Ada Niat Jahat jika Utang KCJB Dikaitkan dengan APBN