Cegah Anak Tumbuh dengan Sifat Kekerasan


Pola asuh didik yang salah bisa membuat anak trauma. (Unsplash/Kelly)
APAPUN kondisinya sangat diharamkan menggunakan kekerasan, entah untuk sekadar memberi pelajaran atau pun membimbing si buah hati untuk tumbuh. Mendidik anak dengan kekerasan bisa berakibat fatal untuk efek mental sang anak, bahkan tak sedikit anak yang tumbuh dengan sifat keras dikarenakan pola didik keras dari orangtua.
Dikutip dari Antara, Psikolog anak dari Universitas Indonesia Dr. Rose Mini Agoes Salim, M. Psi menuturkan beberapa faktor yang bisa memicu dan mendorong anak tumbuh dengan sifat kekerasan.
Orangtua yang melakukan kekerasan pada anak bisa saja membuat anak mencari tempat lain untuk mempraktikkan apa yang pernah diobservasi atau dilihat selama berada dalam lingkungan keluarga tersebut.
Baca juga:
Masa Lalu Orang Tua Pengaruhi Pola Asuh Anak

“Dan selain kekerasan dari keluarga atau kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anak. Ada juga hal-hal lain yang bisa membuatnya tumbuh menjadi anak yang menyelesaikan masalahnya dengan kekerasan,” jelas psikolog yang akrab disapa Romi itu.
Ketika si buah hati merasa kehadiran dirinya tak dianggap, baik di rumah maupun di lingkungannya, maka bisa saja anak mencari tempat lain. di mana dirinya bisa menunjukkan kekuasaan, dominasi atau kekerasan.
Lebih lanjut, Romi menambahkan hal tersebut juga dipengaruhi oleh pergaulan. Anak yang mulanya tidak melakukan kekerasan, tiba-tiba bisa menjadi melakukan kekerasan sebab mungkin saja dia menirukan apa pun yang dilakukan oleh teman sebayanya.
“Banyak sekali penyebabnya, oleh karena itu kita harus mulai jagan sampai orang tua memulai untuk kemudian melakukan kekerasan pada anak di rumah,” papar Romi.
Ketika anak sudah sering melakukan kekerasan, perlu dilihat jauh apakah anak memang merasa tidak nyaman di tempat yang lain sehingga dia memerlukan kelompok teman-temannya yang melakukan kekerasan tersebut.
Baca Juga:
10 Kekeliruan Pola Asuh Anak yang Kerap Dilakukan Orang Tua

Apabila anak ingin menunjukkan eksistensi dengan melakukan kekerasan kepada orang. Maka hal ini juga harus dilihat kembali apakah konsep diri yang dimiliki anak cukup baik. Misal, anak merasa tidak berprestasi di sekolah dan merasa dirinya tidak diterima di sekolah sehingga membutuhkan tempat lain untuk menunjukkan eksistensi.
“Kalau dia tidak berprestasi di sekolah. Sebetulnya dia bisa saja berprestasi misalnya di olahraga, di seni dan sebagainya. Tapi hal itu tidak dia lihat dan orang-orang di sekitarnya. Terutama orang tuanya, tidak menunjukkan kelebihan anak itu sehingga apa yang dia dapat gambaran tentang dirinya mungkin sesuatu yang negatif terus,” lanjutnya.
Apabila hal itu terjadi terus-menerus, maka self-esteem atau rasa harga diri anak cenderung menjadi negatif hingga menghilangkan kepercayaan diri. Anak justru menjadi percaya diri bila bisa menunjukkan kemampuan untuk mendominasi orang lain.
“Untuk mengatasi ini, maka kita harus bantu dari menujukkan kepada dia bahwa anak ini punya potensi lain selain dia jadi orang yang suka berantem dan sebagainya,” tegas Romi. (far)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Bunda, Coba deh Lavender & Chamomile untuk Tenangkan Bayi Rewel secara Alami

Datangi Polda Metro, KPAI Kawal Ratusan Anak yang Ditangkap Saat Demo 25 Agustus

Aksi Anak-anak Ikuti Karnaval Meriahkan HUT ke-80 Kemerdekaan RI di Jakarta

Kisah Pilu Bocah Sukabumi Meninggal Akibat Cacing, Pemerintah Akui Layanan Kesehatan Masih Pincang

Liburan Bersama Anak di Kolam Renang: Seru, Sehat, dan Penuh Manfaat

Tak hanya Melarang Roblox, Pemerintah Dituntut Lakukan Reformasi Literasi Digital untuk Anak-Anak

Tak Melulu Negatif, Roblox Tawarkan Manfaat Pengembangan Kreavitas untuk Pemain

Ingat Ya Bunda! Beri Makan Anak Jangan Hanya Fokus Pada Nasi dan Mie

Pelaku Pelecehan Penumpang Anak Citilink Terancam 15 Tahun Bui, Kondisi Korban Masih Trauma

Anak di Bawah Umur di Cianjur Diperkosa 12 Orang, Polisi Harus Gerak Cepat Tangkap Buron
