Sains

Buaya Purba Jurassic Tiru Paus untuk Mendominasi Laut

Dwi AstariniDwi Astarini - Minggu, 18 Oktober 2020
Buaya Purba Jurassic Tiru Paus untuk Mendominasi Laut

Thalattosuchian, buaya purba yang hidup di laut. (Foto: twitter @SteveBrusatte)

Ukuran:
14
Audio:

SAAT ini, kita tahu buaya hidup di habitat air tawar seperti sungai, danau, dan lahan basah. Walau terdapat beberapa spesies yang hidup di air asin, mereka biasanya hidup di air payau yang punya salinitas rendah di dekat pantai. Mereka tidak berkeliaran di laut.

Namun, kisah buaya purba berbeda. Dalam kelompok bernama Thalattosuchians, mereka dulu menguasai lautan dengan teror. Peneliti baru saja mengungkap bagaimana mereka melakukannya.

BACA JUGA:

Hiu Albino Bermata Satu Mirip Karakter Mike Wazowski di 'Monsters, Inc.'

Dalam hasil penelitian yang dirangkum CNN dan Yahoo News, binatang buas yang sudah punah ini diketahui dapat mencapai ukuran hingga 10 meter. Buaya ini berevolusi dari nenek moyang mereka yang hidup di darat dengan mengadaptasi anggota tubuh menjadi sirip, mengembangkan ekor fluke untuk berenang, dan merampingkan tubuh mereka. Hal itu membuat mereka tangguh, menjadi predator perenang cepat seperti paus dan lumba-lumba.

buaya
Buaya air asin umumnya hanya hidup di air payau di dekat pantai, tidak menyelam ke bawah laut. (Foto: pexels/Flickr)

Para peneliti juga menemukan bahwa mereka telah mengadaptasi bagian dari telinga bagian dalam yang bertanggung jawab atas keseimbangan dan ekuilibrium. Rupanya, mereka secara bertahap menyesuaikan diri dengan kehidupan di lautan, 170 juta tahun yang lalu.

Untuk mencari tahu lebih dalam, para ahli paleontologi dari Universitas Edinburgh menganalisis pemindaian tomografi aksial terkomputerisasi lebih dari selusin tengkorak fosil untuk mempelajari sistem vestibular sang spesies. Sistem itu mencakup tiga kanal setengah lingkaran yang melingkar dari telinga bagian dalam yang mengontrol keseimbangan.

Selama fase semi-akuatik yang panjang, masa awal Thalattosuchia membuat langkah pertama mereka ke dalam air, saluran telinga mereka menjadi lebih gemuk dan lebih kecil. Bentuk itu membuat sistem sensorik mereka kurang sensitif dan menjadi mirip seperti paus dan lumba-lumba yang lebih cocok untuk hidup di lautan.

Berbeda dengan kehidupan di darat, hewan membutuhkan keseimbangan yang sangat peka untuk menghadapi gravitasi dan lanskap yang kompleks. "Organ sensorik seperti telinga bagian dalam menjadi kunci untuk memahami bagaimana hewan purba hidup. Kami menemukan bahwa kerabat buaya laut memiliki bentuk telinga bagian dalam yang sangat unik, mirip dengan reptil yang hidup di air dan paus saat ini," ucap Julia Schwab, pemimpin penelitian dalam sebuah pernyataan.

buaya
Banyak hal yang bisa diketahui dari meneliti telinga bagian dalam hewan purba hidup. (Foto: twitter @SteveBrusatte)

Para ahli mengatakan temuan mereka juga menunjukkan sistem sensorik buaya berevolusi sebagai respons terhadap lingkungan air dalam baru mereka, bukan dari diri mereka sendiri. "Buaya air purba mengembangkan telinga bagian dalam yang tidak biasa setelah memodifikasi kerangka mereka untuk menjadi perenang yang lebih baik," kata Dr Steve Brusatte, penulis senior studi tersebut.

Tidak hanya Thalattosuchia yang meniru paus atau lumba-lumba, penelitian menyebut perubahan serupa terjadi secara independen pada paus. Namun, mereka langsung berubah saat masuk ke air. Diperkirakan, setiap spesies saling meniru perubahan sesama selama periode adaptasi ini.(Lev)

BACA JUGA:

Seorang Perempuan Cetak Rekor Dunia dengan Tato Eminem Terbanyak di Tubuhnya

#Sains
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.

Berita Terkait

Lifestyle
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Temuan ini akan membantu ilmuwan mencari pengobatan baru bagi manusia.
Dwi Astarini - Jumat, 15 Agustus 2025
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Lifestyle
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Artropoda disebut menjadi sumber makanan penting bagi burung dan hewan yang lebih besar.??
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Dunia
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Pompeii setelah tahun 79 muncul kembali, bukan sebagai kota, melainkan sebagai kumpulan bangunan yang rapuh dan suram, semacam kamp.
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Lifestyle
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Dikenal dengan nama NWA 16788, meteorit ini memiliki berat 24,5 kilogram.
Dwi Astarini - Kamis, 17 Juli 2025
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Lifestyle
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Gejala alergi tak lagi bisa dianggap sepele.
Dwi Astarini - Senin, 23 Juni 2025
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Fun
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Sebuah studi dari Concordia University mengungkap bahwa membagikan foto atau video hewan lucu di media sosial ternyata bisa memperkuat koneksi dan hubungan digital. Simak penjelasannya!
Hendaru Tri Hanggoro - Jumat, 13 Juni 2025
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Fun
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Strawberry Moon bukan berarti bulan berwarna merah muda. Simak fakta menarik tentang fenomena langit langka yang hanya terjadi setiap 18,6 tahun sekali ini.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 12 Juni 2025
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Fun
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Studi dari American Psychological Association temukan bahwa screen time berlebihan berkaitan dengan kecemasan, depresi, dan agresi pada anak-anak. Konten dan dukungan emosional juga berperan penting.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 11 Juni 2025
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Dunia
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Stuart Semple klaim ciptakan warna cat baru hasil eksperimen ilmiah.
Hendaru Tri Hanggoro - Sabtu, 26 April 2025
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Fun
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Ilmuwan temukan warna ‘olo’ — biru-hijau super pekat yang hanya terlihat dengan teknologi laser Oz.
Hendaru Tri Hanggoro - Senin, 21 April 2025
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Bagikan