Berbagai Tradisi Takbiran di Indonesia


Tradisi daerah yang unik di Negara Indonesia ketika malam takbiran. (Foto: Instagram/@iniaris)
UMAT muslim di Indonesia melakukan takbiran secara serentak menjelang hari raya Idul Fitri. Ini merupakan salah satu cara merayakan kemenangan setelah menjalani puasa di bulan Ramadan.
Malam takbiran yang dilakukan sehari sebelum lebaran kemudian disambut dengan tradisi unik di masing-masing daerah Indonesia. Seperti apa tradisi-tradisi tersebut?
Baca juga:
1. Meriam Karbit (Pontianak)
Lihat postingan ini di Instagram
Daerah Pontianak menembakkan meriam karbit di malam takbiran. Ini merupakan bentuk simbolik pengusiran roh jahat yang akan kembali mengganggu umat manusia di hari raya Idul Fitri.
Ukuran meriam ini sangat besar, terbuat dari satu pohon yang di lubangi. Sehingga hanya remaja dan orang dewasa saja yang dapat menggunakan meriam tersebut.
Menurut sejarahnya, Sultan Syarif Abdurahman Alkadrie merupakan seorang pendiri dan sultan pertama di kerajaan Pontianak. Ia dipercaya untuk membawa tradisi malam takbiran ini. Kemudian, ia menyalakan sumbu meriam karbit pada malam menyambut hari raya.
Tradisi ini kemudian disambut positif penduduk dan pemerintah setempat. Bahkan sampai ada penyelenggaraan Festival Meriam Karbit yang juga menjadi bentuk dukungan melestarikan kebudayaan daerah.
2. Perang Meriam Bambu (Bogor)
Lihat postingan ini di Instagram
Hampir mirip seperti di Pontianak, hanya saja berbeda bahan dan ukuran saja. Tradisi ini banyak dilakukan di daerah pulau jawa, salah satunya daerah Bogor. Meriam ini sering disebut perang blecon (lodong) terbuat dari bambu seukuran pipa paralon 3 inci (89 mm) sampai 4 inci (114 mm).
Sesuai dengan namanya, kegiatan ini dilakukan dengan menyalakan banyak meriam yang terbuat dari bambu dan dibariskan memanjang. Kemudian dinyalakan oleh satu orang dengan cepat, sehingga berbunyi secara beruntun seperti sedang perang. Tradisi ini telah dilakukan secara rutin menjelang hari raya islam sejak bertahun-tahun lalu.
3. Tumbilotohe (Gorontalo)

Tradisi ini tampak seperti festival lampu minyak yang indah. Warga Gorontalo menyusun ratusan hingga ribuan lampu minyak di lapangan kosong. Barisan lampu ini biasanya sudah dikonsep membentuk objek yang berkaitan dengan agama Islam seperti masjid, Al-Quran, hingga ketupat.
Tumbilotohe atau tradisi malam takbiran dengan menyalakan lampu minyak, diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15. Tetapi seiring perkembangan zaman untuk membuat suasana lebih bervariasi, ratusan lampu listrik juga digunakan.
Baca juga:
Tradisi Adat Malam Selikuran Ramadan, Keraton Surakarta Bagikan 1.000 Tumpeng
Budaya turun temurun ini sekaligus menjadi ajang hiburan masyarakat setempat. Biasanya tradisi ini sudah dilaksanakan tiga hari menjelang hari raya Idul Fitri.
4. Grebeg Syawal (Yogyakarta)

Tradisi Grebeg Syawal merupakan bentuk rasa syukur berakhirnya bulan puasa sekaligus merayakan Hari raya Idul Fitri. Di malam takbiran, para warga membuat gunungan hasil bumi seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan makanan siap saji. Kemudian, tumpukan tersebut diperebutkan oleh warga sekitar setelah dibacakan doa oleh tokoh agama setempat.
Sebelum diperebutkan warga, gunungan yang berjumlah tujuh buah, akan diarak dari pagelaran Kraton Yogyakarta ke depan Masjid Gede Kauman yang berjarak kurang lebih satu kilometer. Tujuannnya untuk didoakan terlebih dahulu sebelum diperebutkan warga.
5. Pawai Pegon (Jawa Timur)

Warga Jawa Timur terutama Jember, akan menyelenggarakan Pawai Pegon. Tradisi ini biasanya dilakukan dengan puluhan hingga ratusan kereta pedati yang masing-masing ditarik oleh dua ekor sapi serta dihiasi janur kuning sedemikian rupa pada kereta atau sapi.
Kegiatan ini akan berjalan menyusuri persawahan hingga pesisir pantai. Kegiatan ini dilakukan oleh sebagian besar warga yang berprofesi sebagai petani. Tradisi ini sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang. Kegiatan setiap tahun ini sekaligus melestarikan keberadaan pegon yang semakin terpinggirkan dan kalah bersaing dengan alat transportasi modern.
6. Meugang (Aceh)
Lihat postingan ini di Instagram
Aceh juga memiliki tradisi malam takbiran yang dikenal dengan Meugang. Tradisi ini merupakan kegiatan memasak daging dan menyantapnya secara bersama-sama dengan anggota keluarga, teman, dan terkadang juga dengan yatim piatu.
Meugang biasa dilakukan tiga kali dalam satu tahun. Di antaranya saat menyambut datangnya bulan ramadan, hari raya Idul Fitri, dan Idul Adha. Diketahui sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu atau masa kerajaan Aceh.
Ketika masa tersebut, Meugang menjadi tradisi menyembelih kurban kambing atau sapi, kemudian dibagikan pada orang kurang mampu. Hal ini menjadi rasa syukur raja terhadap kemakmuran dan terimakasih pada rakyatnya. Karena hal ini sudah lama mengakar di daerah Aceh, sehingga masih dilakukan sampai sekarang dan dalam kondisi apapun, terutama hari raya Islam. (rzk)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Tradisi Yaa Qowiyyu Klaten, Ribuan Warga Berebut Gunungan Apem

Tradisi Murok Jerami Desa Namang Resmi Diakui Jadi Kekayaan Intelektual Khas Indonesia

PT KAI Angkut 4,3 Juta Orang Pemudik, Ada 10 KA Jarak Jauh Jadi Favorit

Lebaran Sapi, Tradisi Unik Warga Lereng Merapi Boyolali Rayakan Hewan Ternak

Hal Unik Yang Terjadi di Tradisi Kupatan Setiap 8 Syawal di Indonesia

Filosofi Tradisi Kutupatan Jejak Peninggalan Sunan Kalijaga

Prabowo Senang Menteri Kerja Keras Redam Gejolak Harga Pangan di Saat Ramadan dan Idul Fitri

4 Tips Prank April Mop Sukses Mengundang Gelak Tawa

5 Film Karya Sineas Indonesia Yang Bisa Jadi Pilihan Saat Nikmati Libur Lebaran

Doa Bagi Mereka Yang Amalkan Salat Kafarat
