Hari Kesehatan Mental Sedunia

Belajar Melawan Toxic Masculinity dari Idola K-Pop

Dwi AstariniDwi Astarini - Minggu, 10 Oktober 2021
Belajar Melawan Toxic Masculinity dari Idola K-Pop

Para idola K-pop mendobrak toxic masculity lewat tampilan dan karya.. (Foto HYBE Labels)

Ukuran:
14
Audio:

DI bawah lampu sorot terang sembari ditemani suara musik menghentak kencang, boy band populer skena K-pop menari di atas panggung. Pakaian mereka mentereng, tak jarang berwarna cerah seperti merah muda yang sering diasosiakan sebagai warna perempuan. Belum lagi ditambah dengan rambut warna-warni anti-mainstream bak pelangi. Telinga dipenuhi dengan tindikan atau anting-anting panjang yang biasanya digunakan kaum hawa. Riasan menempel sempurna di wajah untuk menonjolkan keindahan mata, rahang, dan bibir para idola. Bagi sebagian orang, tampilan itu jelas-jelas dianggap sebagai sesuatu yang melanggar maskulinitas. Alasannya, itu tidak sesuai dengan standar tentang bagaimana seorang laki-laki seharusnya berpenampilan.

Sejauh yang diingat, stereotipe maskulinitas ialah mereka yang gagah, kuat secara fisik, tak menunjukkan sisi feminim, termasuk dengan tidak memperlihatkan kerentanan atau menerima bantuan. Apalagi berdandan dengan kosmetik dan balutan potongan gaya pakaian ala perempuan. Sejumlah pandangan tersebut hanya sekian dari begitu banyak aturan tak tertulis yang selama ini berakar dalam masyarakat mengenai gambaran seorang pria sejati. Namun, apakah benar demikian adanya?

BACA JUGA:

Pria, Jaga Mentalmu Sehat, jangan Terjebak Toxic Masculinity

Alih-alih benar, hal-hal semacam itulah malah memicu toxic masculinity. Sederhananya, istilah itu merujuk ketika seorang laki-laki dipaksa untuk berperilaku dengan cara tertentu. Seperti disebutkan Very Well Mind, American Psychological Association mulai menyadari bahwa tekanan sosial toksik yang ditempatkan pada laki-laki itu akhirnya menimbulkan konsekuensi dratis bagi individu maupun masyarakat. Batasan-batasan berbentuk cibiran atau ujaran kebencian akhirnya menjadi sesuatu yang berbahaya bagi pria. Mereka jadi tak dapat mengeksepresikan diri dengan bebas karena ditahan sesuatu yang bernama pandangan masyarakat. Lebih lanjut, ini semua akhirnya dapat berdampak pada kesehatan mental.

Pria
Stigma masyarakat mengenai maskulinitas ternyata malah menimbulkan batasan toksik bagi kaum pria. (Foto Pexels@Andres Ayrton)

Stigma yang mendarah daging mengenai bagaimana laki-laki harus kuat secara fisik dan mental akhirnya mencegah pria mendapatkan perawatan kesehatan mental karena hal tersebut dipandang sebagai kelemahan. Jika dibiarkan terus-menerus, hal ini tentu akan jadi masasalah serius.

Beruntung sekali dunia punya representatif tepat dalam memberantas isu tersebut, yaitu dengan kehadiran grup idola K-Pop. Janganlah mereka dipandang sebelah mata. Tak dimungkiri, mereka telah berhasil mendobrak pakem lama mengenai maskulinitas.

K-Pop dan Maskulinitas

ASTRO
Gaya maskulin ASTRO dengan berani menjadi model untuk produk pembalut perempuan. (Foto Koreaboo)

Selama bertahun-tahun, K-pop dianggap gemulai dengan penampilan perlente. Tak jarang cowok yang terbius toxic masculinity malah menganggap idola K-pop gemulai karena tampilan mereka yang dianggap tidak sesuai dengan norma yang seharusnya. Padahal ketika ditelusuri lebih dalam, maskulin tidak hanya dicirikan dari sekadar fisik atau cara berperilaku.

Bagi artis Hollywood seperti Prince, Harry Styles, maupun Lil Nas X, rebranding mereka dianggap sebagai sesuatu yang sangat mengguncang. Sementara itu, dalam budaya Korea Selatan, itu sudah jadi sebuah hal yang lumrah.

Ambil contoh raja K-Pop saat ini yang sukses memecahkan industri musik Hollywood, BTS. Bangtan Boys enggak harus selalu tampil garang untuk melelehkan hati perempuan atau tangga lagu Billboard. Persona lembut nan menggemaskan atau yang biasa dikenal sebagai aegyo justru menjadi daya tarik untuk memerangkap hati ARMY. Bukan hanya kepribadian, tak jarang ketujuh personel menggunakan pakaian cerah atau baju netral gender. Ditambah dengan anting, kalung, gelang, dan cincin yang menghiasi atau rambut warna-warni tetap tidak mengurangi sedikit pun sisi macho mereka. Gaya itu juga tidak membatasi gerak mereka sebagai seniman untuk menebarkan pesan positif kepada semua penggemar di seluruh dunia.

Bagi idola Korea Selatan, definisi maskulin justru lebih condong pada inner beauty. Lelaki sejati dinilai dari bagaimana mereka menghormati orang lain. Seperti misalnya menggunakan bahasa sopan dan mempunyai etika kerja yang baik. Selain itu, cara lain untuk menunjukkan rasa hormat ialah dengan memberikan penampilan terbaik. Oleh sebab itu, melakukan perawatan diri, seperti mengenakan tabir surya, pelembap, lip balm, dan sebagainya bukan lagi sebuah hal yang haram. Bagi mereka, ini bentuk self-love untuk ditiru penggemar mereka.

Cinta mereka tak berhenti untuk diri sendiri. Para idola pria ini juga memperlihatkan gaya maskulinnya dengan cara menghormati perempuan. Seperti contohnya, tak segan memasarkan barang kaum hawa. Pada 2017, ASTRO jadi grup laki-laki Korea Selatan pertama yang menjadi model iklan pembalut. Bagi dunia luar, hal itu mungkin ini dianggap ganjil. Namun, sebenarnya memang tak ada peraturan yang melarang laki-laki untuk menjadi model produk perempuan, bukan? Menjadi wajah dari produk kebersihan perempuan tidak mengurangi nilai mereka sebagai pria. Justru keputusan itu malah dianggap gentleman di mata masyarakat.

Kerentanan dan Afeksi Idola K-Pop

BTS
Jungkook dan V BTS tidak malu menunjukkan afeksi dan kerentanannya di hadapan penonton ketika memenangi penghargaan Artist of the Year MAMA 2018. (Foto Fansite BYMYSIDE)

Kalau dalam pandangan maskulin toksik, laki-laki tidak boleh menunjukkan kelemahan dan kerentanan. Namun, para idola K-Pop justru membangkangnya. Mereka tidak segan memperlihatkan vulnerability dan insecurity lewat karya mereka. Banyak pria idola K-Pop yang menggunakan tema kesehatan mental untuk lagunya atau membagikan kisah personal yang kerap kali dianggap lemah.

Misal, mixtape D-2 milik Agust D alias Suga BTS. Rapper itu banyak mengekspresikan kenyataan keras mengenai depresi, gangguan panik, dan coping mechanism dalam lagu-lagunya. Tak berapa lama, rekannya, Jin, juga berani merilis lagu berjudul Abyss di hari ulang tahunnya. Bersamaan dengan lagu itu, Jin mengungkapkan dilema dan depresinya. Hal itu juga terjadi pada Park Hyung, salah seorang personel grup Block B. Dalam wawancaranya dengan BBC Korea, tanpa ragu ia mengungkapkan tekanan yang dirasakan ketika menjadi selebritas.

Selain mengekspos sisi 'lemah'-, tak jarang idola K-Pop juga memamerkan afeksi yang besar, baik satu sama lain atau pada penggemarnya. Dengan penuh percaya diri, mereka tak segan mengungkapkan cinta lewat kata atau tindakan. Misalnya berupa gestur hati yang dilakukan personel GOT7 atau pelukan erat dengan sesama artis di atas panggung. Tak jarang, ketika acara penghargaan tiba, beberapa idola menangis sebagai ungkapan rasa syukur atas dukungan yang diberikan penggemar. Mereka tidak takut atau malu menunjukkan semuanya meski selama ini dianggap abnormal bagi sebagian laki-laki.

Saat melihat hal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa orang Korea Selatan mungkin jauh lebih maju dalam membesarkan anak laki-laki mereka sehingga mereka berani mengekspresikan diri. Bereksperimen dengan riasan dan penampilan mode yang berbeda tak dianggap aneh, malah normal dan biasa saja. Hal itu membuktikan betapa perbedaan budaya akhirnya turut memengaruhi cara orang memandang maskulinitas. Meski industri musik K-Pop tidak sempurna, setidaknya mereka telah membuktikan kebehasilan dalam melawan toxic masculinity dan mendefinisikan maskunilitas dengan gaya baru.(sam)

#Kesehatan Mental #Hari Kesehatan Jiwa Dunia
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.

Berita Terkait

Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Fun
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Pelarian Artscape hadir sebagai pelampiasan yang sehat dan penuh makna.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 04 Agustus 2025
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Indonesia
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Kelelahan mental merupakan sindrom yang dihasilkan dari stres terkait dengan pekerjaan kronis.
Dwi Astarini - Rabu, 30 Juli 2025
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Lifestyle
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Gangguan perasaan bisa berupa emosi yang tumpul atau suasana hati yang kacau
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 26 Juli 2025
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Indonesia
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Hasil ini menjadi sinyal penting perlunya konsultasi lebih lanjut dengan tenaga profesional.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 21 Juli 2025
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Indonesia
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Depresi yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan depresi yang resistan terhadap pengobatan atau treatment resistant depression atau (TRD).
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 11 Juli 2025
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Lifestyle
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Untuk skizofrenia, faktor risikonya mencakup genetik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 15 Mei 2025
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Fun
Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
Skizofrenia dapat menurunkan kualitas hidup secara signifikan.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 15 Mei 2025
Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
Fun
Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
Penderita GB I, mengalami setidaknya satu episode manik yang berlangsung selama seminggu atau lebih.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 14 Mei 2025
Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
Fun
Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
Perasaan insecure selalu berkaitan dengan kepercayaan diri.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 25 Februari 2025
Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
Bagikan