Belajar dari Tragedi Kanjuruhan


Mural perdamaian antarsuporter di Jalan Gatsu, Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis (6/10). (MP/Ismail)
MerahPutih.com - Setiap ada peristiwa memakan korban jiwa seperti dalam sepak bola, ucapan "semoga menjadi yang terakhir" sering terdengar. Tapi, apakah benar-benar harapan tersebut terwujud?
Terutama setelah tragedi Kanjuruhan yang merenggut nyawa 135 suporter, Sabtu (1/10). Dunia seakan berhenti dengan banyaknya jumlah korban jiwa. Sementara ratusan lainnya menjadi korban luka berat dan ringan. Semoga ini benar-benar peristiwa terakhir.
Selang tak berapa lama. Tragedi dengan jumlah korban jiwa besar juga terjadi di negara lain. Pertama pesta Halloween di distrik Itaewon, Seoul, Korea Selatan pada Sabtu (29/10) malam, menewaskan 154 orang. Kedua, ambruknya jembatan gantung di Gujarat, India pada Minggu (30/10) petang, sedikitnya 132 orang meninggal.
Korban jatuh di Korsel akibat berdesakan. Sementara di India, kapasitas orang di atas jembatan melebihi batas. Begitu juga di Kanjuruhan, berdesak-desakan menjadi salah satu penyebab banyaknya jatuh korban jiwa.
Baca Juga:
Polisi Akui Citranya Melorot Setelah Kasus Ferdy Sambo dan Kanjuruhan
Kriminolog Bona Ricki Siahaan menilai, kegiatan yang melibatkan orang banyak atau massa harus menjadi perhatian. Sebab dalam perkembangan terakhir, beberapa kegiatan yang melibatkan orang banyak menjadi permasalahan tersendiri.
Hal itu diungkapkan Bona setelah polisi membubarkan konser Berdendang Bergoyang di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (29/10).
"Berdasarkan pengalaman yang lalu seperti tragedi Kanjuruhan, pihak kepolisian telah mengambil langkah yang tepat dengan membubarkan acara konser musik itu," kata Bona kepada Merahputih.com di Jakarta, Senin (31/10).
Polisi menghentikan festival Berdendang Bergoyang itu pada pukul 22.10 WIB karena alasan keselamatan dan keamanan.
Polisi tak mau kecolongan lagi. Polisi mengatakan, pengunjung konser melebihi kapasitas sehingga berisiko bahaya tinggi. Bahkan, ada penonton yang sampai pingsan.

Tak berhenti di situ. Polisi melarang konser Dewa 19 di Jakarta International Stadium (JIS) yang akan digelar pada 12 November 2022.
"Konser itu memang ditunda pelaksanaannya karena belum keluar rekomendasi izin dari kepolisian," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan di Jakarta, Rabu (2/11).
Polisi khawatir tragedi Iteawon berpotensi terulang di konser Dewa 19. Konser disepakati akan digelar 4 Februari 2023.
Polisi juga tak pikir panjang untuk menghentikan konser boyband Korea Selatan NCT 127 di ICE BSC City, Jumat (4/11), yang sudah berlangsung setengah jalan. Keputusan tepat. Konser tak sampai memakan korban jiwa.
Konser dihentikan pukul 21.20 WIB dan telah berlangsung selama 2 jam 20 menit sebelum akhirnya dipaksa berakhir.
Konser yang awalnya berlangsung tertib menjadi berantakan lantaran sejumlah penonton berusaha mendekat ke panggung, sehingga terjadi dorong-dorongan yang menyebabkan 30 penonton pingsan.
Baca Juga:
Renovasi Stadion Kanjuruhan Masuk Tahap Lelang pada Desember 2022
Terkait apa yang terjadi di Kanjuruhan, kriminolog Adrianus Meliala berpandangan, antisipasi agar tak terjadi lagi, polisi harus menggunakan prinsip "satu langkah lebih maju".
Jadi, polisi harus selalu berada pada posisi lebih maju dalam rangka membayangkan apa yang akan terjadi. Dengan begitu, polisi bisa mengambil langkah-langkah jika yang diperkirakan akan terjadi itu adalah sesuatu yang negatif atau buruk.
"Ternyata para komandan lapangan harus banyak belajar perihal kedisiplinan dengan pimpinan atas, dengan skenario operasi yang sudah ditetapkan," katanya ketika dihubungi Merahputih.com, Kamis (10/11).
Selain itu, menurutnya, para pemegang senjata gas air mata harus banyak belajar tentang kapan boleh dan tidak menggunakannya. Polisi harus belajar belajar tentang arah angin dan lokasi tempat gas air mata ditembakkan. (Knu/Pon/Asp)
Baca Juga:
Tragedi Kanjuruhan Bukan Pelanggaran HAM Berat
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
IPW Apresiasi Langkah Tegas TNI-Polri, Sebut Aspirasi Harus Dilakukan dengan Cara Damai

Beda Saat Tahun 1998, Pam Swakarsa Versi Terkini Dinilai Tidak Akan Mengandung Unsur Politis yang Merugikan Publik

Kapolri Izinkan Aparat TNI/Polri Bubarkan Pendemo jika Terjadi Kekacauan yang Ganggu Perekonomian Nasional

YLBHI Sebut Tindakan Aparat dalam Penanganan Demo Mengarah Teror terhadap Rakyat

Pengamat Tuntut Cara Polri Tangani Demo Harus Diubah, Jangan Sampai Makan Korban Jiwa Lagi

Prabowo Ungkap Kondisi Korban Aksi Ricuh di RS Polri, Ada yang Terbakar Leher, Paha, hingga Alat Vital

Minta Semua Polisi yang Terluka Akibat Rusuh Demo Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa, Prabowo: Mereka Membela Negara dan Rakyat

3.195 Orang Ditangkap dalam Kericuhan Demonstrasi di Sejumlah Daerah, 1.240 di Antaranya di Wilayah Polda Metro Jaya

Polri Lakukan Patroli Besar-Besaran di Jabodetabek, Redam dan Tindak Pelaku Kerusuhan

Tragedi Affan Kurniawan Dinilai Bisa Jadi Alarm untuk Mengevaluasi Manajemen Anggaran Polri yang Amburadul
