Bapemperda DKI: Kenaikan Pajak Hiburan 40 Persen Batas Bawah dari UU

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Kamis, 18 Januari 2024
Bapemperda DKI: Kenaikan Pajak Hiburan 40 Persen Batas Bawah dari UU

Kenaikan Pajak Hiburan 40 persen mendapat kritik keras. (Foto: Unsplash/Scott Graham)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Kebijakan Pemerintah DKI Jakarta menaikan pajak hiburan menjadi 40 persen mendapat kritik keras dari Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi. Ia menganggap aturan baru itu memberatkan pengusaha tempat hiburan dan nantinya berimbas pada pengurangan pegawai.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta Pantas Nainggolan menyatakan, pemerintah daerah berkomitmen menjaga iklim perekonomian di wilayah Ibu Kota. Salah satunya menerapkan batas bawah kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen, sebagaimana Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Baca Juga:

Legislator PAN Usul Kenaikan Pajak Hiburan Mengikuti Tingkat Mudaratnya

Lanjut dia, Perda itu dibuat karena mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Regulasi itu, menurutnya, mengatur batas atas dan batas bawah tentang besaran pajak yang akan dikenakan kepada pelaku usaha.

"Jadi kami ambil batas bawah dengan harapan, pihak yang dikenakan wajib pajak itu tidak terbebani, sehingga bisa tetap berusaha dan tidak tercekik," kata Pantas di Jakarta, yang dikutip Kamis (18/1).

Menurutnya, eksekutif dan legislatif sengaja tak mengambil batas atas dari nilai pajak sebesar 70 persen karena mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha hiburan. Meski Jakarta dikenal sebagai kota jasa, tapi pemerintah juga harus menjaga keberlangsungan ekonomi di wilayahnya.

Apalagi sebelumnya DKI memiliki Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pajak Hiburan. Namun, saat UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD lahir, maka pemerintah daerah harus mengikuti produk hukum di atasnya dengan mengeluarkan Perda baru.

"Dari Perda yang lama itu kira-kira normal menurut DKI (pajak hiburan 25 persen), kemudian keluar UU yang mengatur batas atas dan batas bawah," ucapnya.

Ternyata, kata dia, mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD, pajak yang paling rendah juga cukup tinggi.

"Misalnya seperti pajak hiburan dan pajak hiburan itu kami ambil yang titik bawah (40 persen), karena itu ruang yang dimungkinkan dan kalau diambil batas atas bisa gulung tikar semua," tuturnya.

Pantas mengungkap, UU itu juga mengatur bahwa pemerintah daerah sudah harus mengundang Perda paling lambat Januari 2024. Karena itu, secara konsisten Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta menggodok aturan tersebut hingga akhirnya rampung pada Desember 2023 lalu.

"Satu hal yang harus diketahui, bahwa UU itu juga mengamanatkan 5 Januari 2024 harus selesai atau diundangkan, dan Bapemperda selesai membahas Desember 2023," jelasnya.

Selain itu, Pantas memastikan Bapemperda dan Pemprov DKI Jakarta juga menerapkan standar operasional prosedur (SOP) yang ada dalam menggodok regulasi baru. Dimulai dari pengajuan regulasi, rapat dengar pendapat (RDP), termasuk mengajak pelaku usaha dan akademisi dalam membahas regulasi ini.

"Di awal pasti kami mengajak pelaku usaha juga karena diawali dengan RDP," ucap Sekretaris DPD PDI Perjuangn ini.

Selain itu, Pantas juga menghargai langkah dari Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) yang akan mengajukan uji materi atau judicial review (JR) terhadap UU itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka akan mengajukan JR karena merasa pasal 58 Ayat 2 dari UU Nomor 1 Tahun 2022, yang menetapkan besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) tidak rasional.

Untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa paling rendah 40 persen. Pantas berjanji, akan mendorong eksekutif untuk menyesuaikan aturan baru jika JR tersebut dikabulkan MK.

"Silakan saja mengajukan dan enggak ada masalah, itu kan hak daripada warga negara dan sudah konstitusinya. Kami juga siap (merevisi Perda) sesuai apa yang diamanatkan oleh ketentuan yang lebih tinggi (UU)," pungkasnya. (asp)

Baca Juga:

Geger Pajak Hiburan Naik

#Pajak
Bagikan
Ditulis Oleh

Asropih

Berita Terkait

Indonesia
Menkeu Tunda Penunjukan E-Commerce Untuk Memungut Pajak Penghasilan 22 dari Pedagang
Besaran PPh 22 yang dipungut yaitu sebesar 0,5 persen dari omzet bruto yang diterima pedagang dalam setahun. Pungutan itu di luar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 27 September 2025
Menkeu Tunda Penunjukan E-Commerce Untuk Memungut Pajak Penghasilan 22 dari Pedagang
Indonesia
84 Dari 200 Penunggak Pajak Sudah Bayar Dengan Total Rp 5,1 Triliun, Sisanya Terus Dikejar
Purbaya menyatakan bakal terus mengejar para penunggak pajak besar itu agar mereka bisa menyelesaikan kewajiban mereka.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 26 September 2025
84 Dari 200 Penunggak Pajak Sudah Bayar Dengan Total Rp 5,1 Triliun, Sisanya Terus Dikejar
Indonesia
Menkeu Diminta Hati-Hati Kejar Pengemplang Pajak, Tak Semua Pengusaha Punya Uang
Implementasi rencana tersebut harus adil dan tidak boleh tebang pilih agar kebijakan tetap kredibel dan efektif.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 25 September 2025
Menkeu Diminta Hati-Hati Kejar Pengemplang Pajak, Tak Semua Pengusaha Punya Uang
Indonesia
Menkeu Kejar Ratusan Penunggak Pajak, Ingatkan Anak Buah: Kalau sudah Bayar jangan Diperas
Nilainya mencapai Rp 60 triliun.
Dwi Astarini - Kamis, 25 September 2025
Menkeu Kejar Ratusan Penunggak Pajak, Ingatkan Anak Buah: Kalau sudah Bayar jangan Diperas
Indonesia
KPK Siap Bersama Kemenkeu Kejar 200 Penunggak Pajak Rp 60 Triliun
Pemberantasan tindak pidana korupsi pada sektor anggaran tidak hanya berpotensi terjadi di pos penganggaran maupun pembiayaan, tetapi juga dapat terjadi di pos penerimaan.
Alwan Ridha Ramdani - Rabu, 24 September 2025
KPK Siap Bersama Kemenkeu Kejar 200 Penunggak Pajak Rp 60 Triliun
Indonesia
Pemprov DKI Beri Keringanan 6 Jenis Pajak di Jakarta hingga Akhir 2025, dari PBB-P2 hingga Pajak Reklame
Relaksasi pajak diharapkan dapat meringankan dan menjadi pemicu bagi warga yang berusaha untuk lebih bersemangat.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 24 September 2025
Pemprov DKI Beri Keringanan 6 Jenis Pajak di Jakarta hingga Akhir 2025, dari PBB-P2 hingga Pajak Reklame
Indonesia
Menkeu Purbaya Buru 200 Penunggak Pajak Besar: Mereka Nggak Akan Bisa Lari
Kemenkeu akan menggandeng Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Wisnu Cipto - Selasa, 23 September 2025
Menkeu Purbaya Buru 200 Penunggak Pajak Besar: Mereka Nggak Akan Bisa Lari
Indonesia
Tax Amnesty Jilid III Mencuat, ini nih Kriteria Bisa Dapat Pengampunan
Sebelumnya, jilid I progam ini telah dilaksanakan pada 2016 dan jilid II pada 2022.
Dwi Astarini - Senin, 22 September 2025
Tax Amnesty Jilid III Mencuat, ini nih Kriteria Bisa Dapat Pengampunan
Indonesia
Tidak Setuju Tax Amnesty Jilid 3, Menkeu Purbaya: Insentif untuk Kibul-Kibul
Kebijakan tax amnesty justru dapat mendorong perilaku tidak patuh di kalangan wajib pajak.
Wisnu Cipto - Sabtu, 20 September 2025
Tidak Setuju Tax Amnesty Jilid 3, Menkeu Purbaya: Insentif untuk Kibul-Kibul
Indonesia
Pekerja Bergaji di Bawah Rp 10 Juta Bebas PPH 21, DPR Haruskan Semua Perusahaan Terapkan Aturan tanpa Berbelit-Belit
Pekerja dengan penghasilan di bawah Rp10 juta akan memperoleh tambahan pendapatan Rp 60 ribu hingga Rp 400 ribu per bulan.
Dwi Astarini - Jumat, 19 September 2025
Pekerja Bergaji di Bawah Rp 10 Juta Bebas PPH 21, DPR Haruskan Semua Perusahaan Terapkan Aturan tanpa Berbelit-Belit
Bagikan