Bapemperda DKI: Kenaikan Pajak Hiburan 40 Persen Batas Bawah dari UU
Kenaikan Pajak Hiburan 40 persen mendapat kritik keras. (Foto: Unsplash/Scott Graham)
MerahPutih.com - Kebijakan Pemerintah DKI Jakarta menaikan pajak hiburan menjadi 40 persen mendapat kritik keras dari Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi. Ia menganggap aturan baru itu memberatkan pengusaha tempat hiburan dan nantinya berimbas pada pengurangan pegawai.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta Pantas Nainggolan menyatakan, pemerintah daerah berkomitmen menjaga iklim perekonomian di wilayah Ibu Kota. Salah satunya menerapkan batas bawah kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen, sebagaimana Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Baca Juga:
Legislator PAN Usul Kenaikan Pajak Hiburan Mengikuti Tingkat Mudaratnya
Lanjut dia, Perda itu dibuat karena mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Regulasi itu, menurutnya, mengatur batas atas dan batas bawah tentang besaran pajak yang akan dikenakan kepada pelaku usaha.
"Jadi kami ambil batas bawah dengan harapan, pihak yang dikenakan wajib pajak itu tidak terbebani, sehingga bisa tetap berusaha dan tidak tercekik," kata Pantas di Jakarta, yang dikutip Kamis (18/1).
Menurutnya, eksekutif dan legislatif sengaja tak mengambil batas atas dari nilai pajak sebesar 70 persen karena mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha hiburan. Meski Jakarta dikenal sebagai kota jasa, tapi pemerintah juga harus menjaga keberlangsungan ekonomi di wilayahnya.
Apalagi sebelumnya DKI memiliki Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pajak Hiburan. Namun, saat UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD lahir, maka pemerintah daerah harus mengikuti produk hukum di atasnya dengan mengeluarkan Perda baru.
"Dari Perda yang lama itu kira-kira normal menurut DKI (pajak hiburan 25 persen), kemudian keluar UU yang mengatur batas atas dan batas bawah," ucapnya.
Ternyata, kata dia, mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD, pajak yang paling rendah juga cukup tinggi.
"Misalnya seperti pajak hiburan dan pajak hiburan itu kami ambil yang titik bawah (40 persen), karena itu ruang yang dimungkinkan dan kalau diambil batas atas bisa gulung tikar semua," tuturnya.
Pantas mengungkap, UU itu juga mengatur bahwa pemerintah daerah sudah harus mengundang Perda paling lambat Januari 2024. Karena itu, secara konsisten Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta menggodok aturan tersebut hingga akhirnya rampung pada Desember 2023 lalu.
"Satu hal yang harus diketahui, bahwa UU itu juga mengamanatkan 5 Januari 2024 harus selesai atau diundangkan, dan Bapemperda selesai membahas Desember 2023," jelasnya.
Selain itu, Pantas memastikan Bapemperda dan Pemprov DKI Jakarta juga menerapkan standar operasional prosedur (SOP) yang ada dalam menggodok regulasi baru. Dimulai dari pengajuan regulasi, rapat dengar pendapat (RDP), termasuk mengajak pelaku usaha dan akademisi dalam membahas regulasi ini.
"Di awal pasti kami mengajak pelaku usaha juga karena diawali dengan RDP," ucap Sekretaris DPD PDI Perjuangn ini.
Selain itu, Pantas juga menghargai langkah dari Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) yang akan mengajukan uji materi atau judicial review (JR) terhadap UU itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka akan mengajukan JR karena merasa pasal 58 Ayat 2 dari UU Nomor 1 Tahun 2022, yang menetapkan besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) tidak rasional.
Untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa paling rendah 40 persen. Pantas berjanji, akan mendorong eksekutif untuk menyesuaikan aturan baru jika JR tersebut dikabulkan MK.
"Silakan saja mengajukan dan enggak ada masalah, itu kan hak daripada warga negara dan sudah konstitusinya. Kami juga siap (merevisi Perda) sesuai apa yang diamanatkan oleh ketentuan yang lebih tinggi (UU)," pungkasnya. (asp)
Baca Juga:
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
DPR RI Khawatir Fatwa MUI Tentang Pajak Daerah Akan Membuat Fiskal Daerah Indonesia Runtuh
MUI Keluarkan Fatwa Soal Pajak, Dirjen Segera Tabayyun Biar Tidak Terjadi Polemik
Gerak Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Bikin Penerimaan Pajak Tambah Rp 1,75 Triliun
Penerimaan Pajak Melambat, Ini Alasan Kemenkeu
Proses Pengesahan STNK Tahunan Tidak Perlu BPKB, Ini Syarat dan Mekanisme Lengkapnya
Pendapatan Daerah Hilang Besar, Pemprov DKI Dorong Evaluasi Insentif Kendaraan Listrik
Bekas Dirjen Jadi Tersangka di Jaksa Agung, Menkeu: Bantah Lagi Bersih-Bersih Ditjen Pajak
Kejagung Geledah Sejumlah Tempat Terkait dengan Dugaan Korupsi, DJP Hormati Proses Penegakan Hukum
Pajak UMKM 0,5 Persen Bakal Jadi Permanen, Purbaya Kasih Syarat Ini
Kemenkeu Kejar Pengemplang Pajak Nakal, Targetkan Kantongi Rp 20 Triliun