Apakah WFH Mematikan Aturan 5 Hari Kerja?


WFH menghilangkan kebiasaan kerja 9 to 5. (Foto: 123RF/Dzmitry Dzemidovich)
WORKING from home atau WFH salama masa pandemi COVID-19 telah membawa disrupsi pada banyak aturan kantor yang selama ini telah menjadi rutinitas banyak orang.
Meskipun para pekerja kantoran yang bekerja di rumah bisa terselamatkan dari kemacetan dan para komuter terhindar dari kondisi "tua di jalan", tapi tidak semua perubahan bekerja dari rumah itu menyenangkan.
Baca juga:
Jam kerja yang fleksibel seperti membuat aturan lima hari kerja, delapan jam sehari, seperti menghilang seiring kedatangan pandemi. Kamu pun jadi masih berada di depan laptop hingga larut malam, bahkan di akhir pekan.
Memang mengenai konsep WFH ini seperti terbagi dua, ada yang sangat ingin kembali ke kantor, sementara yang lain memiliki harapan yang tinggi untuk dapat terus tinggal di rumah.
Terlepas pada kubu siapa kamu berpihak, ada satu pertanyaan yang dipikirkan semua orang: seperti apa sebenarnya kehidupan kantor usai pandemi? Akankah struktur kita kembali ke hari-hari sebelum pandemi: 9 to 5, lima hari seminggu?

Mungkin, tapi mungkin juga tidak. Beberapa perusahaan sangat ingin mengembalikan pekerja ke meja mereka, tetapi pada saat yang sama, keinginan karyawan meningkat untuk jenis kerja 'hibrid' yang lebih modern, perpaduan antara kehadiran di kantor dan juga remote working.
Kerja '3-2-2'
Tiga hari di kantor, dua hari jauh dan dua hari libur. Itulah premis di balik '3-2-2', proposal struktur kerja baru dari akademisi Lauren C Howe, Ashley Whillans, dan Jochen I Menges. Penekanan pada fleksibilitas adalah kuncinya di sini, karena pekerja memilih pengaturan yang paling sesuai untuk mereka dan menyesuaikan hari-hari mereka dengan jadwal pribadi mereka.
"Karyawan menghargai fleksibilitas yang dialami selama pandemi, dan menginginkan lebih banyak lagi di masa depan," kata Whillans, asisten profesor dalam negosiasi, organisasi dan pasar di Harvard Business School.
Kunci dari model 3-2-2 adalah memungkinkan karyawan untuk memilih tempat mereka bekerja. "Pemberlakuan fleksibilitas yang tepat akan melibatkan perusahaan yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti risiko keselamatan COVID, preferensi karyawan, dan diskusi tentang jenis aktivitas apa yang akan mendapat manfaat dari interaksi secara langsung," katanya seperti diberitakan bbc.com (19/1).
Baca juga:

Whillans menambahkan bahwa model 3-2-2 akan terlihat berbeda di berbagai organisasi, terutama di dalam perusahaan yang lebih besar. Mengoordinasikan banyak pekerja secara langsung pada waktu yang sama dapat menjadi lebih rumit. Namun intinya tetap sama: hormati preferensi pekerja sambil menjaga kolaborasi dan produktivitas.
"Setiap kantor memiliki pertimbangan yang berbeda, tetapi gagasan umumnya adalah memikirkan kapan harus mendorong karyawan untuk datang ke kantor versus tinggal di rumah untuk memfasilitasi keseimbangan kehidupan kerja dan meningkatkan interaksi sosial yang kreatif dan informal di antara karyawan," dia menjelaskan.
Perlu diingat bahwa, dampak berkelanjutan dari pandemi akan terus mengubah hidup kita memikirkan aturan kerja yang kita pilih dan harapkan. Dalam beberapa hal, 3-2-2 mungkin tampak lebih 'realistis' karena pekerja menuntut lebih banyak fleksibilitas, yang ditawarkan 3-2-2 secara bersamaan.
Pandemi mengakibatkan banyak elemen dalam kehidupan kita sehari-hari yang masih belum jelas. Terlepas dari apa yang akan terjadi setelah pandemi, aturan kantor lima hari kerja seminggu, delapan jam per hari jadi tampak sangat kuno dan ketinggalan zaman. Namun, di antara banyak pertimbangan di atas, satu hal tampaknya pasti: cara kita bekerja tidak akan pernah sama. (aru)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Jakarta Sudah Aman, Gubernur Pramono Cabut Kebijakan WFH ASN Pemprov

Kebijakan WFH usai Demo hingga Long Weekend Maulid Nabi: 138 Ribu Warga Jakarta Pergi ke Luar Kota

Aksi Demo Mereda, Work From Home ASN Jakarta Dicabut, Minta Berangkat Kerja Pakai Angkutan Umum

Demo Buruh 28 Agustus 2025, Semua ASN dan TA Anggota DPR Kerja dari Rumah

Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

Gubernur Jakarta Pramono Anung Kaji Penerapan WFH saat HUT ke-79 Bahayangkara

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis

Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025
