Amerika Sebut Indonesia Surga Barang Palsu, Pemerintah Harus Akui Lemah Pengawasan
Menilik Pedagang Pasar Tanah Abang Manfaatkan Lorong untuk Salat Jum'at Berjamaah Ramadan 1446 Hijriah
MerahPutih.com - Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mengklaim pemerintahan Indonesia dianggap gagal menertibkan peredaran barang palsu dan bajakan, serta tidak cukup melindungi hak kekayaan intelektual.
Bahkan, USTR secara specific dalam laporannya menyebut Pasar Mangga Dua dan E-commerce Indonesia masuk dalam daftar Notorious Markets atau pasarnya barang palsu/bajakan, yang longgar regulasinya menjadi titik temu antara produksi luar dan konsumsi domestik.
Kritik pemerintah Amerika Serikat pada pasar fisik domestik Indonesia, tidak bisa dipandang sebelah mata oleh pemerintah Indonesia.
Ekonom Achmad Nur Hidayat menilai, isu kompleks tersebut telah menyentuh berbagai aspek, baik dari perdagangan internasional, penegakan hukum, hingga dinamika ekonomi mikro pelaku usaha kecil.
Baca juga:
Pemerintah Diminta Cerdas Dalam Sikapi Tensi Tinggi Perang Dagang Amerika Serikat dan China
"Tuduhan AS memang keras, tapi bisa menjadi momentum untuk memperbaiki sistem perlindungan HAKI di Indonesia,” ungkap Achmad kepada wartawan di Jakarta dikutip Selasa (22/4).
Penertiban pasar dari barang palsu harus disertai pemberdayaan ekonomi yang konkret, agar Indonesia bukan hanya dilihat sebagai pasar besar, tapi juga sebagai negara yang adil bagi semua pelaku usahanya.
Amerika Serikat tentu punya kepentingan strategis yakni melindungi brand dan industri mereka dari erosi nilai akibat pemalsuan.
Ketika barang palsu yang meniru merek-merek Amerika masuk dan dijual bebas di Indonesia, mereka tidak hanya kehilangan potensi penjualan, tetapi juga menghadapi degradasi reputasi merek.
"Ini yang mendorong AS untuk menekan negara seperti Indonesia agar memperkuat perlindungan HAKI, meski negara asal produksi seperti China tidak disentuh secara frontal karena kompleksitas hubungan dagang yang lebih besar," katanya.
Sejalan dengan itu, lemahnya penindakan dan masalah structural di E-commerce terhadap barang palsu di Indonesia masih jauh dari kata optimal. Banyak pelaku usaha menjual barang tiruan secara terang-terangan di marketplace besar tanpa takut sanksi.
Ketidakhadiran sistem filtering yang efektif, lemahnya pengawasan dari pemerintah, serta kurangnya insentif bagi platform digital untuk membersihkan diri dari pedagang ilegal menjadi akar masalah.
Alhasil perdagangan digital menciptakan ruang gelap (black box) di mana identitas pelaku dan asal barang sulit ditelusuri.
"Ini memerlukan pembaruan regulasi digital dan kolaborasi aktif antara pemerintah, penyedia platform, dan pemegang hak kekayaan intelektual," katanya.
Achmad menyebut platform e-commerce akan terus menjadi jalur aman bagi pelaku pemalsuan. Sehingga pemerintah harus proaktif, bukan reaktif. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Tampil di Pameran Dagang Alkes di Jerman, Sarung Tangan Medis Indonesia Catat Potensi Transaksi Rp 200 Miliar
Impor BBM dan Gas Dari Amerika Serikat Melalui Tender, Hanya Buat Vendor AS
Kemendag bakal Bela Eksportir Indonesia yang Hadapi Penyelidikan Trade Remedies
Indonesia Masih Untung Dalam Perdagangan Internasional, Sudah 65 Bulan
Prabowo Yakinkan Perundingan Tarif Ekspor Nol Persen Dengan AS Masih Berlangsung
Indonesia Harapkan Amerika Kenakan Tarif Ekspor Minyak Sawit 0 Persen Seperti ke Malaysia
Presiden Lula Ingin Perdagangan Indonesia dan Brazil Tanpa Dolar AS
BI Tahan Suku Bunga Acuan, Perang Tarif AS Bikin Ekonomi Dunia Melemah
Indonesia Masih Harus Berunding Soal Tarif Dengan AS, Ditargetkan Akhir Tahun Rampung
Perang Dagang AS dan China Makin Panas, Menperin Sebut Trump Ingin Investasi Lebih