Airlangga Sebut 180 Juta Metrik Ton Plastik Mencemari Lautan
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto saat membuka seminar "Blue, Green, and Circular Economy: secara virtual di Labuan Bajo, Nusa Tenggar Timur, Rabu (13/7/2022). ANTARA/Aria Cindyara/a
MerahPutih.com - Pertemuan kedua Sherpa G20 di Labuan Bajo telah berlangsung pada 10-13 Juli 2022 dihadiri secara langsung delegasi 19 negara anggota G20, 9 negara undangan, dan 10 organisasi internasional. Satu negara anggota G20 yang hadir virtual, yakni Amerika Serikat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto menekankan, pentingnya mengimplementasikan ekonomi berkelanjutan di tengah ancaman kerusakan lingkungan secara global.
Baca Juga:
Airlangga Berharap Kelompok G20 Kedepankan Rasa Kemanusiaan Buat Atasi Krisis Global
"Penerapan ekonomi biru, hijau, dan sirkular menjadi hal yang tak bisa lagi ditunda-tunda," kata Airlangga saat memberikan sambutan secara virtual dalam kegiatan side event G20 bertema "Seminar On Blue Energym Green, and Circular Ekonomy: The Future Platform for Pos Pandemic Development" di Labuan Bajo, Rabu (13/7).
Ia menyampaikan emisi karbon dioksida di tingkat global tercatat naik 6 persen menjadi 36,3 miliar ton pada 2021 merupakan tingkat tertinggi yang pernah terjadi. Selama 30 tahun terakhir, penggunaan plastik telah berlipat ganda yang didorong ekspansi di negara berkembang.
Dia mengatakan, antara tahun 2000 dan 2019, manufaktur plastik dunia meningkat dua kali lipat menjadi 460 juta ton. Namun hanya 9 persen sampah plastik yang didaur ulang. Akibatnya, 180 juta metrik ton plastik mencemari lautan yang berdampak negatif pada setidaknya 88 persen spesies laut.
"Oleh karena itu, sistem ekonomi dengan pendekatan ekonomi biru, hijau, dan sirkular sangat dibutuhkan," katanya.
Ia menegaskan, luas lautan diketahui menutupi tiga perempat dunia dan menyimpan sekitar 80 persen dari semua kehidupan di bumi di bawah gelombangnya.
Hingga saat ini, paparnya, ekonomi kelautan telah menyediakan mata pencaharian bagi lebih dari 10 persen populasi dunia dan bernilai lebih dari 1,5 triliun dolar AS dengan perkiraan akan berlipat ganda pada tahun 2030.
Dengan potensi tersebut, Indonesia terus mengembangkan rencana ekonomi biru untuk mengelola ekosistem laut dan pesisir dengan baik guna mencapai kesetaraan ekonomi dan meningkatkan mata pencaharian.
"Hal itu sejalan dengan komitmen "Sustainable Development Goals" (SDGs) nasional. Kami melakukan ini dengan memasang tujuan ambisius untuk meminimalkan limbah laut, memulihkan, dan memelihara bakau dan habitat laut lainnya," katanya. (Asp)
Baca Juga:
Langkah Airlangga Hadapi Krisis Pangan Global
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Nyamuk Pertama Ditemukan di Islandia: Tanda Pemanasan Global Kian Nyata
Forum Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2025 Bahas RUU Pengelolaan Perubahan Iklim
Pertama Kali dalam Sejarah Nyamuk Bisa Bertahan Hidup di Islandia, Ada 3 Ekor
MPR Dorong RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, Minta Aktivis Lingkungan Kolaborasi di ICCF 2025
Jokowi Ditunjuk Jadi Dewan Penasihat Bloomberg New Economy, ini Tugas Utamanya
Perubahan Iklim ‘Membunuh’ 16.500 Orang Selama Musim Panas di Eropa
Perubahan Iklim makin Nyata, Kenaikan Permukaan Laut Ancam 1,5 Juta Warga Australia pada 2050
Perubahan Iklim, Pakistan Dilanda Banjir Mematikan Membuat Lebih dari Dua Juta Orang Dievakuasi
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Saat Pertemuan Menteri G20 Sri Mulyani Pamer Cara Indonesia Atasi Masalah Dana Buat Pembangunan