Kesehatan

5 Variabel Utama yang Membuat Dunia Kembali Normal

annehsannehs - Senin, 05 April 2021
5 Variabel Utama yang Membuat Dunia Kembali Normal

illustrasi COVID-19. (Foto: Unsplash/Tonik)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

VAKSIN diibaratkan sebagai setitik cahaya terang ketika kita sedang berjalan di terowongan yang panjang dan gelap. Keinginan untuk hidup "normal" kembali pun menjadi tuntutan utama ketika nama vaksin COVID-19 pertama kali terdengar. Sayangnya, perjalanan menuju kehidupan yang "normal" tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Terdapat beberapa pemahaman mengenai apa yang seharusnya dilakukan untuk bisa membuat dunia ini kembali ke dalam keadaan yang normal, dan kita pun membutuhkan data yang jelas dan terpercaya untuk menunjang pemahaman tersebut.

Dilansir dari Forbes, ilmuwan sistem kompleks Dr Sam Scarpino mengidentifikasi lima variabel kunci yang bisa membuat kita mengukur kemajuan manusia menuju keadaan yang "normal" sebelum pandemi.

Baca juga:

Alodokter Beri Edukasi Vaksin Secara Digital

1. Keefektivitasan vaksin

Keefektivitasan vaksin menjadi variabel pertama yang dibutuhkan. (Foto FOrbes)
Keefektivitasan vaksin menjadi variabel pertama yang dibutuhkan. (Foto: Forbes)

Variabel pertama yang sangat berpengaruh tentunya vaksin itu sendiri. Sang asisten profesor pada Network Science Institute di Northeastern University ini mengusung tentang dua variabel yang penting terkait peluncuran vaksin antara lain transmisi (transmission) dan penyebaran (deployment).

Variabel pertama terletak pada jumlah vaksin yang mengurangi transmisi COVID-19 di seluruh dunia dan seberapa cepat vaksin bisa disebarkan ke seluruh dunia.

Scarpino menjelaskan bahwa para organisasi perawatan kesehatan publik dan swasta perlu untuk melacak data ini secara terperinci seperti yang telah dilakukan oleh Inggris dalam mengidentifikasi varian genomik baru yaitu B.1.1.7. Pengawasan genomik ini dilakukan untuk mengantisipasi varian baru Coronavirus dan mendapatkan informasi lebih dalam mengenai virus.

"Tanpa sistem pengawasan ini, kita akan terus menerus tidak waspada oleh penyakit ini dan new normal akan terasa jauh lebih tidak normal lagi," jelasnya.

2. Distribusi vaksin

Ilustrasi vaksin COVID-19. (Foto: pixabay/blende12)
Ilustrasi vaksin COVID-19. (Foto: pixabay/blende12)

Tugas selanjutnya yang harus dipertimbangkan adalah pendistribusian dan pemberian vaksin yang merata di seluruh dunia. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan mulai dari produksi vaksin, logistik massal terhadap produk yang mudah rusak, dan distribusi vaksin kepada pasien melalui berbagai sistem perawatan kesehatan.

Terpenting, harus ada kelompok tertentu yang diprioritaskan dalam vaksinasi dan memastikan bahwa dosis kedua vaksin bisa diberikan sesuai jadwal.

Bagi Scarpino, kesulitan terbesar saat ini adalah menghantarkan vaksin. Menurutnya, setiap negara memiliki rencana nasional yang berbeda-beda terkait rencana distribusi dan vaksinasi. Maka dari itu, tingkat keberhasilannya pun berbeda dan penyerapannya lambat.

"Artinya, kita membutuhkan lebih banyak dukungan federal untuk organisasi kesehatan komunitas yang mengelola vaksin dan lembaga kesehatan masyarakat yang memantau dan mengkoordinasikan tanggapan kami," jelasnya.

Baca juga:

Bicara Dengan Tiongkok, Indonesia Ingin Jadi Pusat Vaksin di Asia Tenggara

3. Penerimaan dan penyerapan vaksin

Data penerimaan dan penyerapan vaksin dibutuhkan juga. (Foto Forbes)
Data penerimaan dan penyerapan vaksin dibutuhkan juga. (Foto: Forbes)

Penerimaan dan penyerapan vaksin menjadi variabel penting yang sulit untuk diprediksi. Penerimaan vaksin adalah tentang membangun kepercayaan dalam komunitas lokal, dan keraguan menjadi hal yang normal terjadi dalam penerimaan vaksin.

"Dibutuhkan adanya data yang terperinci seputar penyerapan," ungkapnya. Jika kita tidak memiliki data terperinci mengenai penyerapan vaksin, akan sulit mengidentifikasi komunitas mana yang cenderung dekat dengan herd-immunity.

4. Mengukur kecepatan dan ketersediaan vaksin

Mengukur ketersediaan vaksin. (Foto Forbes)
Mengukur ketersediaan vaksin. (Foto: Forbes)

Dibutuhkan waktu yang lama untuk meluncurkan vaksin. Meski begitu, kita tidak boleh melupakan betapa pentingnya tes COVID-19 bagi masyarakat. Ada beberapa pertanyaan seperti seberapa banyak permintaan tes COVID-19, apa saja penghalang yang mencegah orang untuk tes COVID-19, dan berapa lama hasil yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasilnya.

Dengan data di atas, para komunitas bisa mengidentifikasi kapan waktu yang dibutuhkan untuk membuka bisnis kembali agar kita selangkah lebih dekat ke dalam keadaan normal.

"Pengetesan skala besar yang dipasangkan dengan isolasi, karantina, dan pelacakan kontak mampu mengendalikan penyebaran COVID-19 tanpa kehadiran vaksin," ungkap Scarpino ketika membandingkan model dan data dari negara seperti Vietnam dan Australia.

5. Melacak kontak penyebar COVID-19

Lakukan contact tracing. (Foto Forbes)
Lakukan contact tracing. (Foto: Forbes)

Setelah didukung dengan tes COVID-19, vaksin, tindakan kesehatan masyarakat berskala luas, pelacakan kontak secara konvensional juga dibutuhkan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Mengecek kapan, di mana, dan dengan siapa sang korban berinteraksi mampu membantu orang dalam memahami apakah mereka berisiko terkena COVID-19. (shn)

Baca juga:

Indonesia Kembali Terima 10 Juta Dosis Vaksin Sinovac Bulan Ini

#Vaksinasi #Kesehatan #COVID-19
Bagikan
Ditulis Oleh

annehs

Berita Terkait

Fun
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Satu dari tiga orang dewasa di Indonesia memiliki kadar kolesterol tinggi.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 30 September 2025
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Indonesia
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Peredaran rokok ilegal dinilai sangat mengganggu. Sebab, peredarannya bisa merugikan negara hingga merusak kesehatan masyarakat.
Soffi Amira - Kamis, 25 September 2025
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Indonesia
Pemerintah Jemput Bola Vaksinasi Ribuan Hewan Peliharaan, Jakarta Targetkan Bebas Rabies
Sebanyak 14.645 ekor hewan yang divaksin itu terdiri atas anjing 2.363 ekor, kucing 12.126 ekor, kera 104 ekor dan musang 52 ekor.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 16 September 2025
Pemerintah Jemput Bola Vaksinasi Ribuan Hewan Peliharaan, Jakarta Targetkan Bebas Rabies
Indonesia
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Pemerintah DKI melalui dinas kesehatan akan melakukan penanganan kasus campak agar tidak terus menyebar.
Dwi Astarini - Jumat, 12 September 2025
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Indonesia
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Langkah cepat yang diambil jajaran Dinkes DKI untuk mencegah penyakit campak salah satunya ialah melalui respons penanggulangan bernama ORI (Outbreak Response Immunization).
Dwi Astarini - Selasa, 09 September 2025
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Indonesia
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Irma mendorong BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 28 Agustus 2025
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Bagikan