10 Pungutan Baru Akan Diterapkan Pemerintah Tahun Depan, Termasuk PPN 12 Persen


Bundara Hotel Indonesia. (Foto: MP)
MerahPutih.com - Pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan masih elum melesat esuai target mencapai 8 persen di Pemerintahan Prabowo Subianto. Pada tahun depan, ekonomi prediksi hanya mencapai 4,7-4,9 persen year-on-year (yoy).
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, atersebut lebih rendah dari asumsi dasar ekonomi makro APBN 2025 yang menyepakati target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen.
"Untuk outlook ekonomi dari segi makro, kami proyeksikan pertumbuhan ekonomi ini berkisar 4,7 sampai dengan 4,9 persen untuk 2025, itu salah satunya dengan asumsi bahwa 10 pungutan baru yang rencananya dimulai tahun depan jadi diimplementasikan,” ucap Bhima Yudhistira Adhinegara di Jakarta, Kamis.
Pihaknya mencatat bahwa terdapat 10 pungutan baru yang rencananya akan diterapkan pemerintah tahun depan, termasuk PPN 12 persen, dana pensiun wajib, asuransi kendaraan tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability), Tapera, dan cukai minuman berpemanis dalam kemasan.
Baca juga:
Sederet Alasan PPN 12 Persen Harus Dibatalkan, Angka PHK Tinggi hingga Konsumsi Rumah Tangga Melorot
Selain itu, terdapat pula kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kenaikan UKT, berakhirnya keringanan PPh UMKM 0,5 persen, kenaikan harga BBM, serta penyesuaian tarif KRL berdasarkan NIK. Ia menilai bahwa pungutan-pungutan baru tersebut dapat mengurangi daya beli masyarakat.
Bhima menuturkan, selain sejumlah pungutan baru, perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia, seperti China, juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik pada tahun depan.
Pergantian kepemimpinan di Amerika Serikat dari Joe Biden dan Donald Trump juga memberikan ketidakpastian terkait kebijakan The Fed yang nantinya akan berdampak pada tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) serta nilai tukar rupiah.
“Nah ini juga terkait dengan cadangan devisa yang disumbang sektor-sektor berbasis komoditas, karena kalau tahun depan bonanza komoditasnya juga tidak terlalu bisa diandalkan, ini ada implikasi ke sana,” ujarnya.
Bhima meminta pemerintah untuk lebih gencar mendorong investasi masuk ke Indonesia.
"Kebijakan yang konkret serta menempatkan modal yang didapatkan tersebut pada sektor yang tepat, jadi tumpuan pemerintah," katanya. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Perekonomian Masih Dalam Tren Melambat, Pertumbuhan Ekonomi Dunia Masih Akan Rendah

Pujian Presiden Prabowo ke Tim Ekonomi dan Menlu Sugiono di Sidang Kabinet, Senang Dengan Capaian Ekonomi

Lapangan Usaha Jasa Lainnya Alami Pertumbuhan Tertinggi, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal 4,04 Persen

Politikus Demokrat Minta Presiden Prabowo Contoh Program SBY Dorong Pertumbuhan Ekonomi

GMNI Desak Pemerintah Kurangi Instabilitas Politik, Fokus ke Perbaikan Ekonomi dan Kurangi Pengangguran

Indonesia Segera Kirim Tim Diplomasi Tarif Resiprokal AS, Belum Siapkan Tarif Balasan
5 'Pukulan Telak' untuk Ekonomi Indonesia Imbas AS Tetapkan Resiprokal 32%

Prabowo Panggil Sejumlah Menteri Rancang Kebijakan Fiskal APBN 2026

Indonesia Gabung New Development Bank, Prabowo: ‘Booster’ Kuat untuk Strategi Transformasi

Pasar Dihantui Sentimen Negatif, Istana Bakal Rutin Ajak Ekonom Bahas Outlook Ekonomi Indonesia
