Token Crypto = Security Token? Salah Tak?
Kamis, 04 Oktober 2018 -
DARI laman Coinvestasi disebutkan bahwa token crypto yang sudah memenuhi Howey Test dapat menjadi security token. Token ini memperoleh nilainya dari aset eksternal dan dapat diperdagangkan. Karena token itu dianggap sekuritas, maka berada di bawah tanggung jawab federal sekuritas dan regulasi. Untuk itu jika ICO tidak mengikuti regulasi, maka dapat dikenakan penalti. Sebaliknya bila semua aturan terpenuhi maka token itu akan memiliki sifat yang kuat.
Itupun jika memenuhi Howey Test. Tes itu merupakan cara untuk mengetahui apakah sebuah transaksi merupakan kontrak investasi atau bukan. Kalau dinilai memenuhi, maka dianggap membutuhkan pendaftaran sekuritas. Transaksi akan disebut kontrak investasi jika memenuhi kriteria berikut:
1. merupakan investasi berbentuk uang
2. investasi merupakan perusahaan umum
3. terdapat ekspektasi profit dari promotor atau pihak ketiga
Jika token memenuhi tiga kriteria di atas, maka itu dianggap sebagai sekuritas.

Sementara SEC (Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat) menentukan bahwa Bitcoin dan Ethereum bukanlah sekuritas. Saat ini, security token memiliki pangsa pasar yang jauh lebih sedikit dibandingkan utility token. Namun, security token bisa menjadi besar pada 2018 dan perlu dirangkul oleh semua orang.
Baca juga:
ICO Menggalang Dana Masyarakat, Hati-Hati Penipuan!
Utility Token Nilai Menjadi Kaya
Sejak aset direpresentasikan oleh security token, maka aset menjadi jembatan antara sistem keuangan dan dunia blockchain. Jadi apakah perubahan yang dibawa oleh security token?
Kredibilitas

Saat ini, area ICO sangat tidak pasti. Terdapat defisit dari akuntabilitas karena kurangnya regulasi untuk utility token. Jika ICO ingin mendapatkan kredibilitas kembali. ICO harus menggabungkan dunia crypto dengan keuangan tradisional.
Keuangan Tradisional

Transaksi keuangan tradisional bisa lebih mahal karena semua biaya terkait dengan perantara seperti bank. Security token menghapus kebutuhan perantara yang juga mengurangi biaya. Di masa depan, smart contract akan menghapus kompleksitas, biaya, dan penggunaan kertas.
Eksekusi

Institusi keuangan tradisional melibatkan banyak perantara yang juga menghabiskan waktu. Dengan menghapuskan perantara, sekuritas menyediakan waktu eksekusi yang lebih cepat untuk penerbitan security token. Karena lebih cepat, security token pasti akan menjadi investasi yang menarik.
Pasar Bebas

Transaksi investasi saat ini terlokalisasi. Maksudnya, investor dari negara A akan sulit berinvestasi pada perusahaan swasta di negara B dan begitu sebaliknya. Dengan menggunakan security token, kreator bisa memasarkan tawaran mereka pada siapapun melalui internet. Ini membuka peluang ke pasar bebas yang akan membantu meningkatkan penilaian aset.
Investor

Karena kreator bisa menunjukkan transaksi mereka melalui internet, basis investor akan meningkat. Ini insentif lain bagi kreator.
Smart contracts

Di masa depan, project security token akan menggunakan smart contract yang secara otomatis menyediakan fungsi layanan melalui software. Fungsi-fungsi ini tadinya disediakan oleh pengacara yang ditambahkan pada perantara potensial yang terlibat dalam project.
Manipulasi Institusi

Karena jumlah perantara menurun. Peluang korupsi dan manipulasi oleh institusi keuangan juga menurun, bahkan bisa hilang dari proses investasi.
Likuidasi

Perdagangan sekunder pada security token akan dibuat sederhana. Perdagangan ini melalui platform perdagangan token ini yang berlisensi. Tentunya memberikan kemudahan bagi investor untuk melikuidasi security token.
Meskipun beberapa orang menganggap security token menguntungkan karena tidak ada perantara atau pihak ketiga. Namun adapula sisi kelemahannya. Yakni bergesernya tanggung jawab proses transaksi pada buyer atau seller. Biasanya perantara adalah institusi keuangan yang melayani fungsi seperti menangani penjaminan, persiapan materi marketing, permintaan bunga investor, asuransi sekuritas tingkat tinggi, dan memenuhi peraturan. Dikhawatirkan kreator tidak mampu memenuhi fungsi-fungsi itu tanpa institusi keuangan tradisional. (*)