Terungkap, Ternyata Ini Alasan Jokowi Lebih Memilih Heru Winarko Jadi Kepala BNN
Kamis, 01 Maret 2018 -
MerahPutih.com - Badan Narkotika Nasional (BNN) resmi mempunyai pemimpin baru. Hari ini di Istana Negara, Presiden Joko Widodo melantik Irjen Pol Heru Winarko sebagai pengganti Budi Waseso yang memasuki masa pensiun. Lantas mengapa Jokowi memilih Heru Winarko yang sebelumnya menjabat sebagai Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?
Dalam sambutannya, Jokowi menyiratkan bahwa memilih Heru lantaran terkait integritasnya. "(Dalam peredaran narkoba, duitnya besar sekali, omzetnya besar sekali, gampang menggoda orang," tutur Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (1/3)
Selain itu, Jokowi berharap apa yang telah dilakukan Heru di KPK bisa diterapkan di BNN. Karenanya, Jokowi pun berharap BNN menjadi lembaga yang lebih profesional. "Ada standard yang dibawa dari KPK ke BNN," kata Jokowi.
Kata Jokowi, saat ini tantangan BNN adalah mencegah masuknya narkoba ke tanah air yang semakin mengerikan. Intinya, target dari Jokowi adalah jumlah pengguna yang harus lebih sedikit. Hal itu bisa dilakukan baik dari sisi rehabilitasi maupun dari pencegahan masuknya narkoba ke Indonesia.
Seperti diketahui, Heru pada akhirnya ditunjuk setelah namanya beredar bersama sederet nama lain calon pengganti Budi Waseso yang diusulkan di antaranya Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, Asisten Operasi Kapolri Inspektur Jenderal Muhammad Iriawan, dan Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari.
Rekam jejak Heru tak perlu diragukan lagi, selain banyak terjun pada bidang reserse ia mulai menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK sejak 15 Oktober 2015.
Pria kelahiran 1 Desember 1962 itu sebelumnya pernah menduduki jabatan strategis di antaranya staf ahli di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang ketika itu dipimpin Luhut Binsar Panjaitan hingga pernah menjaga Kepala Kepolisian Daerah Lampung.
Ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Heru menjalankan fungsi perumusan kebijakan untuk sub-bidang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di lembaga antirasuah itu. (*)