Tata Kelola Pemerintahan Indonesia Masih Buruk, LSI Denny JA Soroti Korupsi dan Efektivitas Birokrasi

Rabu, 12 Maret 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyoroti kualitas tata kelola pemerintahan di Indonesia yang dinilai masih belum optimal.

Pendiri LSI, Denny JA, menekankan bahwa untuk mewujudkan program-program besar Presiden Prabowo Subianto, seperti Nusantara, 70.000 Koperasi Merah Putih, program makan bergizi gratis, dan target pertumbuhan ekonomi 8%, diperlukan tata kelola pemerintahan yang baik.

"Kita perlu memberikan perhatian khusus pada tata kelola agar program-program besar Prabowo dapat berhasil," ujar Denny JA, Rabu (12/3).

Indeks Tata Kelola Pemerintahan (Good Governance Index – GGI) yang dikembangkan oleh LSI Denny JA menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara maju di Asia. Berdasarkan data terbaru (Maret 2025), Indonesia memperoleh skor 53,17, jauh di bawah Singapura (87,23), Jepang (84,11), dan Korea Selatan (79,44).

GGI merupakan indeks yang mengukur kualitas tata kelola pemerintahan secara komprehensif, mencakup enam dimensi utama Efektivitas Pemerintahan (25%), Pemberantasan Korupsi (20%), Digitalisasi Pemerintahan (15%), Demokrasi (15%), Pembangunan Manusia (15%) dan Keberlanjutan Lingkungan (10%).

Baca juga:

Prabowo Tegaskan Komponen Tukin THR ASN Cair 100 Persen

Denny JA menjelaskan bahwa GGI dirancang khusus untuk mengukur tata kelola pemerintahan di era digital dan kecerdasan buatan (AI). Indeks ini menggabungkan berbagai indeks global menjadi satu ukuran terpadu.

"GGI dikembangkan untuk mencerminkan kualitas pemerintahan dalam menghadapi tantangan global seperti disrupsi digital, populisme politik, dan perubahan iklim," jelas Denny JA.

Riset LSI Denny JA mengungkapkan bahwa rendahnya skor Indonesia disebabkan oleh berbagai hambatan, terutama korupsi yang mengakar dalam politik oligarki. Contohnya, kasus Pertamina terkait BBM oplosan yang merugikan negara Rp 193,7 triliun, dugaan korupsi pengelolaan 109 ton emas di PT Antam Tbk, dan kasus tata niaga timah dengan kerugian Rp 271,07 triliun.

Denny JA menekankan bahwa pemberantasan korupsi adalah kunci utama untuk meningkatkan skor GGI. "Tanpa pemberantasan korupsi yang serius, agenda besar pemerintahan, termasuk target pertumbuhan ekonomi 8%, akan sulit tercapai," tegasnya.

LSI Denny JA juga menyoroti rendahnya efektivitas birokrasi Indonesia dibandingkan Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Negara-negara tersebut berhasil karena birokrasi mereka efektif, cepat, dan transparan.

"Indonesia harus segera berbenah agar tidak semakin tertinggal," kata Denny JA.

Baca juga:

Prabowo Umumkan THR ASN, PPPK, TNI-Polri, Hakim, dan Pensiunan Cair 17 Maret 2025

Denny JA mencontohkan keberhasilan Singapura dengan kebijakan nol toleransi terhadap korupsi di era Lee Kuan Yew, keberhasilan India dalam digitalisasi identitas melalui Aadhaar, dan investasi besar Korea Selatan dalam pembangunan manusia melalui revolusi pendidikan.

"GGI bukan hanya alat ukur, tetapi juga peta jalan untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan Indonesia," ujarnya.

LSI Denny JA akan melakukan pengukuran GGI secara tahunan, tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk lebih dari 150 negara. GGI akan menjadi tolok ukur global dalam menilai kualitas pemerintahan.

"Indonesia berada di persimpangan sejarah. Apakah akan memperbaiki tata kelola secara serius, atau terjebak dalam stagnasi, semua tergantung langkah strategis pemerintah saat ini," pungkasnya. (Asp)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan