Subsidi BBM dan Gas Diganti BLT, Pengamat Ingatkan Hati-hati Soal Validasi Data

Sabtu, 28 September 2024 - Frengky Aruan

MerahPutih.com - Wacana perubahan mekanisme subsidi BBM, gas, dan lainnya menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) menuai sorotan. Wacana ini diklaim bisa menghemat anggaran negara hingga Rp 200 triliun.

Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, akurasi data penerima menjadi elemen krusial dalam memastikan keberhasilan program ini.

Potensi penyalahgunaan, seperti penerima fiktif atau mereka yang tidak berhak tetap menerima bantuan, bisa terjadi jika data penerima tidak diperbaharui secara berkala.

“Maka, klaim penghematan anggaran hingga Rp 200 triliun perlu dikaji lebih dalam, terutama dalam aspek efisiensi administrasi dan efektivitas distribusi BLT,” kata Achmad dalam keteranganya dikutip Sabtu (28/9).

Achmad menuturkan, salah satu tantangan utama dari kebijakan BLT adalah masalah validasi data penerima.

Baca juga:

BBM Bersubsidi Masih Diperlukan Rakyat

“Program BLT harus menggunakan data yang valid dan terverifikasi, seperti DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dari Kementerian Sosial,” ungkap Achmad.

Dia melihat, proses validasi dan pembaruan data ini sering menemui masalah, seperti keterbatasan kapasitas daerah, keterlambatan pemutakhiran, atau potensi manipulasi di lapangan.

“Jika ini tidak dikelola dengan baik, bukan hanya penghematan yang gagal dicapai, tetapi juga potensi ketidakadilan dalam distribusi bantuan yang dapat terjadi,” ungkap Achmad.

Jika mekanisme ini diganti dengan BLT, penting untuk memastikan bahwa jumlah BLT yang diterima mampu menutupi kenaikan harga energi yang mungkin terjadi akibat pengurangan subsidi.

“Jika tidak, daya beli masyarakat menengah ke bawah akan terdampak signifikan, yang justru dapat memperburuk situasi ekonomi mereka,” terang Ekonom dari UPN Veteran ini.

Baca juga:

[HOAKS atau FAKTA]: Pemerintah Tambah BLT El Nino Rp 400 Ribu

Achmad berharap, program BLT berbasis subsidi energi memerlukan sistem distribusi yang andal, transparan, dan mudah diakses. Potensi kendala teknis, seperti akses terhadap perbankan dan teknologi, terutama di wilayah terpencil, perlu diantisipasi agar tidak menimbulkan masalah baru.

Maka dari itu, sebelum kebijakan ini diimplementasikan, diperlukan persiapan matang dan kajian mendalam.

“Terutama dalam memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar bisa menghemat anggaran tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat yang paling rentan,” tutup Achmad.

Sekadar informasi, Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan perubahan skema pemberian subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari yang saat ini berlaku subsidi pada produk, diubah menjadi subsidi langsung atau berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada warga yang berhak.

Hal itu seperti yang diungkapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno. Dia menyebut, masyarakat Indonesia yang termasuk dalam kategori penerima subsidi LPG 3 kilogram (kg) nantinya bisa menerima bantuan berupa nominal uang hingga Rp 100 ribu per bulan.

Eddy memperkirakan usulan itu bisa berjalan pada tahun 2026 mendatang dibarengi dengan penyesuaian penyelesaian Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Eddy mengatakan, per saat ini, pihaknya memperhitungkan bahwa setiap rumah tangga akan mendapatkan 'jatah' subsidi setara 3-4 tabung per bulannya. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan