Solusi Ganjar-Mahfud Selesaikan 6.000 Kasus Konflik Agraria

Senin, 22 Januari 2024 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Reforma agraria tak cukup dengan legalisasi, redistribusi, restitusi atau pemulihan hak, tetapi yang tak kalah penting dalam agenda visi-misi Ganjar Pranowo-Mahfud MD yakni menambahkan upaya penyelesaian konflik.

Apalagi, ada lebih dari 6.000 kasus konflik agraria sejak zaman perjuangan kemerdekaan yang belum terselesaikan.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Pemberdayaan Perempuan Tim Pemenangan Nasional (TPN) Sandrayati Moniaga pada diskusi media pascadebat ke-4 di Media Center TPN, Jakarta, Senin (22/1).

Baca Juga:

Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto Target Bereskan Masalah Sertifikat Tanah hingga IKN

Menurut Sandra, Reforma Agraria Ganjar-Mahfud melanjutkan agenda Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini terlalu ‘heavy’ kepada legalisasi dengan bagi-bagi sertifikat kepemilikan lahan.

“Dalam Undang-Undang, Perpres Reforma Agraria serta TAP MPR Nomor IX/2021 jelas disampaikan harus ada redistribusi, restitusi dan penyelesaian konflik. Dokumen visi misi Ganjar - Mahfud menjelaskan penyiapan pembentukan lembaga khusus penyelesaian konflik serta pengadilan agraria,” kata Sandra.

Terkait masyarakat adat, Sandra menyatakan isu ini merupakan isu global, tak hanya di Indonesia yang memiliki sistem nagari maupun tipe-tipe pemerintahan khas di berbagai daerah. Sayangnya, lanjut dia, masyarakat adat masih mengalami berbagai diskriminasi, seperti masih banyak yang belum menerima KTP.

“Di sinilah pentingnya Ganjar-Mahfud memprioritaskan pemberian KTP bagi yang belum punya KTP, terutama menjelang program KTP Sakti nanti,” ungkap kandidat doktor Universitas Leiden Belanda itu.

Baca Juga:

2 Putusan MK Era Mahfud Solusi Atasi Kriminalisasi Aktivis Lingkungan

Sandra juga mengingatkan, Mahfud MD merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat MK memutuskan menerima gugatan dari masyarakat adat untuk mengoreksi definisi dalam UU Kehutanan yang menyatakan bahwa hutan adat merupakan hutan negara.

“Pada 2012, MK mencoret kata ‘negara’ dan menjadikan definisi bahwa hutan negara adalah hutan yang berada di wilayah adat. Ini keputusan penting yang menerjemahkan makna dari konstitusi dan menjadi basis pengakuan terhadap peraturan hak masyarakat adat,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sandra mengungkapkan Jokowi sudah menjanjikan ada RUU Masyarakat Adat termasuk membentuk lembaga khusus masyarakat adat di bawah kepresidenan sejak 2014. “Yang dilakukan baru sebagian, selanjutnya Ganjar-Mahfud yang akan menyempurnakan program itu,” tandasnya. (Pon)

Baca Juga:

LBH-HKTI Luncurkan Aplikasi Online Permudah Pengaduan Konflik Agraria

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan