RUU TPKS, Wamenkumham Sebut Tak Bakal Bertabrakan dengan Aturan Lain
Selasa, 22 Februari 2022 -
MerahPutih.com - DPR telah menerima Surat Presiden (Surpres) dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dari pemerintah. Saat ini, RUU TPKS akan dibahas selama masa reses anggota DPR yang dimulai sejak Jumat (18/2).
Pemerintah menyebut, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) tidak bertabrakan dengan undang-undang (UU) lainnya.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sjarief Hiariej menyampaikan, penyusunan RUU TPKS turut disandingkan dengan aturan lain, baik yang masih dalam bentuk rancangan maupun yang sudah ada.
Hanya satu rancangan aturan yang turut disandingkan yaitu RUU KUHP.
Baca Juga:
RUU TPKS Dibahas di Masa Reses, PKS Minta Pimpinan DPR Tegakkan Tata Tertib
Sementara, untuk UU yang sudah ada saat ini yaitu UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO); UU Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; UU Perlindungan Anak; dan UU Pengadilan HAM.
Atas dasar itu, dia menegaskan RUU TPKS tidak akan bertabrakan dengan regulasi lainnya.
"Jadi enggak mungkin tumpang tindih," tegasnya, Selasa (22/2).
Secara substansi, RUU TPKS yang merupakan inisiatif DPR tersebut lebih menitikberatkan pada hukum acara.
Hal itu dilatarbelakangi temuan 6 ribu kasus kekerasan seksual yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Komnas HAM.
Mirisnya, dari ribuan kasus tersebut, kurang dari 300 kasus yang bisa dijadikan kenyataan perkara atau sampai sampai ke pengadilan.
"Dengan kata lain, kurang dari 5 persen kasus yang bisa naik ke meja hijau," tegas pria yang juga mantan saksi ahli Presiden Joko Widodo saat bersengketa Pemilu 2019 di MK ini.
Artinya, kata dia, ada sesuatu yang salah dengan hukum acara di Indonesia sehingga dari 6 ribu kasus kekerasan seksual yang terjadi, kurang dari 300 kasus yang bisa diproses hukum.
"Oleh karena itu, penting hukum acara di dalam RUU TPKS diatur sedetail mungkin dan komprehensif," katanya.
Baca Juga:
RUU TPKS Minimalkan Dampak Negatif Pada Korban Kekerasan Seksual
Sebagai contoh, satu saksi dengan alat bukti, sudah cukup bagi aparat penegak hukum untuk memproses kasus kekerasan seksual. Begitu pula, keterangan korban dan alat bukti lain juga sudah cukup dan beberapa hal lainnya.
Beberapa waktu lalu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga berharap Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) nantinya bukan hanya menjadi dokumen semata.
Bintang menegaskan, pemerintah sangat serius dalam menyikapi RUU yang disiapkan oleh DPR RI tersebut.
Menteri Bintang menjelaskan, substansi yang diusulkan oleh DPR meliputi XII bab dan 73 pasal.
Secara umum, substansi yang diusung oleh DPR sejalan dengan komitmen pemerintah dalam upaya melakukan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual secara komprehensif dan integratif.
Namun, dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS, pemerintah berupaya mengakomodasi masukan dari kementerian/lembaga terkait, akademisi, lembaga masyarakat, dan pendamping korban.
"Pada 11 Februari 2022, DIM pemerintah atas naskah RUU TPKS telah rampung. Adapun DIM pemerintah terdiri atas 588 nomor DIM pada RUU TPKS dan 247 nomor DIM pada penjelasan RUU TPKS. Dari keseluruhan DIM meliputi XII bab dan 81 pasal," papar Bintang.
Politikus PDIP ini berharap DIM pemerintah ini dapat melengkapi draf RUU TPKS yang dikirim oleh DPR. Sehingga saat pembahasan bersama DPR dengan pemerintah, RUU ini benar-benar sudah komprehensif menjawab berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan.
Menurutnya, pengesahan RUU TPKS tidak dapat ditunda lagi, karena secara dasar penyusunan, RUU TPKS telah memenuhi syarat filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
"Ke depan, marilah kita bersama-sama memperkuat komitmen dalam mengawal RUU TPKS ini sampai disahkan, diimplementasikan dan dikeluarkan aturan-aturan turunannya,” ujar Bintang. (Knu)
Baca Juga: