Resistansi Antimikroba Sebabkan Kematian
Sabtu, 09 Oktober 2021 -
PENGENDALIAN Resistansi Antimikroba (AMR) pada pasien infeksi di Intensive Care Unit (ICU) penting untuk dilakukan. Apabila tidak dikendalikan, AMR dapat menyebabkan ketidakefektifan dalam penanganan infeksi.
Infeksi yang disertai dengan Resistansi Antimikroba dapat menyebabkan pasien tinggal lebih lama di rumah sakit, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal, bahkan kematian.
Baca Juga:

AMR merupakan tantangan di bidang kesehatan manusia dan hewan dengan skala global yang perlu segera ditekan penyebarannya. Untuk mencapai hal ini, upaya yang penting dilakukan adalah dengan pendekatan One Health bagi masyarakat yang melibatkan koordinasi berbagai sektor dan tokoh internasional.
Itu termasuk pula pakar kesehatan manusia dan hewan, agrikultur, finansial, lingkungan, dan konsumen yang mendapatkan informasi dengan baik. Tanpa aksi yang nyata dan koordinasi semua sektor, dunia akan menuju ke era pascaantibiotik sehingga infeksi tidak dapat ditangani dan menyebabkan kematian.
Ketua Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN), Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A (K), M.TropPaed, menyebut resistansi antimikroba merupakan masalah kesehatan global yang sangat serius. "Terdapat kekhawatiran tentang semakin meningkatnya superbug yang resistan terhadap beberapa antimikroba sekaligus (multi-drugs resistance, MDR)," ujarnya.
Baca Juga:

Dia menyebut AMR dapat terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada berbagai sektor. "Penyebaran bakteri yang mengandung gen pembawa sifat AMR dapat berakibat kepada masyarakat menjadi terpapar AMR melalui infeksi, makanan, dan lingkungan, khususnya di ICU yang merawat pasien berat sehingga terdapat kemungkinan pasien terpapar superbug yang berbahaya tersebut," tuturnya. Menurutnya, infeksi yang timbul akibat patogen tersebut dalam banyak kasus tidak responsif terhadap pengobatan yang saat ini tersedia.
“Studi epidemiologi tentang S.pneumoniae berhubungan dengan munculnya krisis AMR telah dilaporkan di Tiongkok. Krisis ini semakin memburuk dan telah menjadi masalah keamanan publik dan global yang dapat menyebabkan bahaya serius bagi kesehatan manusia dan hewan serta lingkungan," jelas Prof. Hindra.
Dia melanjutkan bahwa hal ini disebabkan karena munculnya resistansi bakteri jauh lebih cepat dibandingkan dengan penemuan agen antimikroba baru. Sementara itu, dalam beberapa dekade terakhir, Timur Tengah telah menjadi reservoir untuk Extended-Spectrum Cephalosporin dan Carbapenem Resistant Gram-negative Bacilli (GNB). Munculnya carbapenemases banyak terjadi di rumah sakit, sementara itu selain pada manusia, Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) dan resistensi colistin juga terjadi pada hewan.
Dia juga mengungkapkan bahwa kompleksitas permasalahan AMR pada bidang kesehatan manusia dan hewan dan berbagai tantangannya sangat penting untuk dapat menekankan peranan One Health dalam melawan AMR. "Terdapat beberapa poin penting yang harus dilakukan untuk dapat membasmi AMR, salah satunya adalah dengan cara memahami terlebih dahulu mekanisme dari resistensi bakteri itu sendiri,” jelasnya.
Baca Juga:

Pada kesempatan yang sama, dr. Anis Karuniawati, PhD, SpMK(K), Koordinator Bidang Organisasi Perdalin, mengatakan penyebaran AMR dapat terjadi karena limbah dapat mengandung bakteri dengan gen pembawa sifat AMR yang kemudian dapat dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lainnya. Bakteri tersebut mengkontaminasi air, tanah, dan lingkungan.
"Berdasarkan Distribusi Data AMR yang dikumpulkan dari spesimen darah dan urine, terdapat beberapa bakteri yang ditemukan, terutama K.pneumoniae dan E.coli,” jelasnya.
Fenomena tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat dan tenaga kesehatan. Pemerintah dapat turut andil dalam melawan AMR salah satu caranya adalah dengan meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan penyebaran penyakit infeksi melalui higiene, sanitasi, dan vaksinasi, serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Diantaranya penyediaan laboratorium mikrobiologi untuk mendukung diagnosis penyakit infeksi dan menentukan jenis antibiotik yang diperlukan pada kasus infeksi.
"Rencana Aksi Nasional (RAN) AMR 2020-2024 diharapakan dapat terlaksana oleh kementerian terkait." RAN tersebut memiliki visi: Terwujudnya Indonesia sehat dan bebas dari dampak resistensi antimikroba melalui pendekatan One Health,” tambahnya. (avia)
Baca Juga: