Remaja Mulai Jatuh Cinta, Bagaimana Sikap Orangtua?

Kamis, 24 November 2022 - Hendaru Tri Hanggoro

TIADA hari paling membingungkan bagi orangtua selain melihat anak yang ditimang sejak bayi hingga remaja mulai jatuh cinta kepada orang lain. Inilah hari ketika mereka mulai curhat mengenai gebetan yang sudah lama diincar. Atau bahkan secara gamblang, mereka mengatakan baru saja jadian dengan seseorang. Hari yang pantas dinobatkan menjadi “hari patah hati” bagi orangtua. Jujur deh, kamu pasti merasa seperti 'diselingkuhi', bukan?

Merujuk findmykids.org, "Melihat anak remaja yang mulai jatuh cinta dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan pacarnya mampu membuat orangtua keringat dingin karena khawatir menunggu kepulangannya setelah berkencan."

Kekhawatiran orangtua muncul karena tak mau anak remajanya bikin keputusan salah. Juga lantaran masih ingin melihat anaknya sebagai anak yang kemarin masih ditimang-timang, dilindungi, lucu, dan penurut. Namun, mengekang kebebasan anak remaja yang mulai beranjak dewasa untuk jatuh cinta sangat tidak adil dan berpotensi membuat mereka malah akan menjauhi orangtua. Alhasil, mereka lebih percaya kepada pacarnya.

Jadi bagaimanakah seharusnya orangtua bersikap?

Baca juga:

Bagaimana Berhubungan Baik dengan Anak Remajamu

anak remaja jatuh cinta
Awasi anak dan pacarnya dari jauh. (Foto: Pixabay/Tumisu)

1. Menjadi Detektif

Kesalahan yang sering orangtua lakukan ketika mengetahui anak remajanya mulai pacaran adalah menyita ponsel anak untuk diperiksa isinya. Mulai isi chat sampai galeri foto. Padahal meskipun masih berada di bawah umur, anak tetap memiliki hak untuk menjaga privasinya sendiri.

Melakukan sidak ponsel anak semaja hanya akan menjadi bumerang bagi orangtua karena mereka akan mencari cara lebih lihai untuk menyembunyikan hubungannya dengan si pacar.

Sebaiknya orangtua menjadi detektif yang memantau gerak-gerik anak dengan pacarnya dari jauh. Selama anak dan pacarnya tidak melewati batas, orangtua tidak perlu khawatir dan bertindak lebih lanjut.

2. Mendengarkan Ceritanya Tanpa Menghakimi

Misalkan anak remajanya baru cerita bahwa dirinya “ditembak” oleh sang gebetan, orangtua mungkin bakal menanggapinya dengan kalimat menghakimi dan tentu saja nada tinggi untuk mengintimidasi. Perlu diketahui, anak remaja sangat rentan untuk berbohong kepada orangtua karena mereka baru saja memasuki fase mencari jati diri tanpa bimbingan penuh dari orangtua.

Artinya, mereka juga tidak mau hubungan percintaannya terlalu diatur oleh orangtua. Daripada ujung-ujungnya sakit hati karena dibohongi oleh anak, coba deh untuk menempatkan diri sebagai sahabat ketika mereka sedang menceritakan pengalaman pertamanya dalam mengenal perasaan cinta.

Baca juga:

Dua Remaja Ini Jadi Menteri PPPA Selama Sehari

anak remaja jatuh cinta
Orangtua harus menjadi tempat paling nyaman bagi anak untuk bercerita. (Foto: Pixabay/Edsavi30)

3. Memberikan Contoh Hubungan yang Sehat

Anak adalah peniru ulung orangtuanya sendiri. Jika ingin anak tak salah pilih pasangan dan malah jatuh ke dalam jurang nestapa, orangtua wajib memberikan contoh gambaran hubungan yang sehat dan saling membangun antar pasangan.

Ceritakan masa-masamu dan pasangan ketika masih pacaran dan berjuang bersama hingga berhasil sampai ke pelaminan. Jangan lupa ceritakan juga bagaimana kamu dan pasangan bisa saling mengasihi hingga menua bersama.

Dengan begitu, anak secara tidak langsung menjadikan orangtuanya sebagai role model dan menghindari calon-calon pasangan yang kira-kira tidak sesuai dengan kriteria dan standar yang ia miliki. (Mar)

Baca juga:

Kemendikbudristek dan UNICEF Terbitkan Modul Remaja Sehat Jiwa Raga

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan