Reformasi Sistem Hukum, PDIP Dorong Sejarah Digali Lagi
Kamis, 13 Oktober 2022 -
MerahPutih.com - DPP PDI Perjuangan (PDIP) menghadirkan Menko Polhukam Mahfud MD untuk berbicara mengenai reformasi hukum nasional, yang mana substansi itu akan menjadi bahan untuk menjadi bagian dari visi misi calon presiden-calon wakil presiden yang akan diusung partai itu di Pemilu 2024.
Mahfud MD hadir di acara Forum Group Discussion dengan tema “Reformasi Sistem Hukum Nasional: Pendekatan Ideologi, Konstitusi dan Budaya Hukum”, yang digelar secara daring dan luring di Gedung Sekolah Partai, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (13/10).
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengikuti acara secara daring. Sementara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hadir di lokasi untuk menyampaikan pidato pembukaan. Turut hadir Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan yang juga Menkumham RI Yasonna H Laoly. Mantan hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan, hadir sebagai pembicara lainnya.
Baca Juga:
Puan Disebut Sebagai Simbol DPP PDIP
Peserta acara adalah anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PDIP, Badan Bantuan Hukum Dan Advokasi Rakyat (BBHAR) PDIP di seluruh Indonesia.
Dalam pidato pembukaannya, Hasto mengatakan, adalah Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang meminta agar Mahfud dihadirkan untuk berbicara di forum resmi partai.
“Ibu Megawati mengapresiasi tentang reformasi sistem hukum yang diinisiasi Prof Mahfud. Saya sedang di Subang saat itu ditelepon oleh beliau (Bu Mega, red). ‘Coba tolong dibaca pernyataan Prof Mahfud, Prof Mahfud Menko Polhukam kita. Sudah memiliki konsepsi reformasi hukum. Supaya diundang di partai, diikuti seluruh kader partai dari DPD dan DPC. Maka di acara ini ada 441 DPD dan DPC seluruh Indonesia,” kata Hasto.
Kata Hasto, hukum terletak pada dua dimensi, yakni kebenaran dan keadilan. PDIP ingin konsisten mendorong perwujudannya.
“Partai ingin mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, sehingga apa yang kita bahas ini menjadi bagian dari visi-misi capres-cawapres yang akan diusung PDI Perjuangan,” ujar Hasto.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan reformasi hukum menjadi penting. Dan pihaknya ingin agar sejarah hukum Indonesia digali kembali. Karena pasca-Orde Baru, Indonesia kehilangan akar jejak sejarah tentang konsepsi negara yang luar biasa. Reformasi kehilangan konsepsi selama 32 tahun akibat pemerintahan otoriter. Di mana gagasan-gagasan ideal tentang bangsa ini disembunyikan. Misalnya, tidak ada risalah BPUPK.
“Kemudian kita gali kembali seluruh risalah BPUPK, ternyata konsepsinya luar biasa termasuk dalam sistem hukum. Sistem hukum yang mengabdi pada tujuan negara, yang dimensinya tidak hanya kemanusiaan, keadilan, juga mencerdaskan kehidupan bangsa, kemajuan kesejahteraan umum dan sebagainya,” urai Hasto.
Baca Juga:
PPP Akui Ada Ketegangan antara PDIP dengan NasDem usai Deklarasi Anies
Di internal partai sendiri, lanjut Hasto, Megawati selalu mengedapankan hukum. Maka ketika menghadapi Orde Baru, Megawati meminta seluruh seluruh kader partai melawan dengan cara hukum, bukan cara-cara yang inkonstitusional.
“Dulu ada yang protes, bukankan memilih cara hukum itu yang namanya hakim, kepolisian, jaksa semua dikuasi oleh Pak Harto? Bu Mega mengatakan, kita gugat di 226 kabupaten. Masa di antara 226 kabupaten itu, tidak ada satu hakim pun, jaksa pun, polisi pun yang memiliki mata hati, nurani?” ujar Hasto.
“Jadi itulah budaya hukum yang dibangun di PDI Perjuangan. Kita tidak mengenal premanisme di PDI Perjuangan, semua tertib hukum. Kita tidak menggunakan kekuasaan dalam jalan hukum. Kita berkuasa 2019, kenaikan kita 1 persen. Kita jaga betul arahan Ibu Mega, tidak menggunakan kekuasaan dalam konteks partai dan politik praktis. (Raihan suara, red) Kita (PDIP, red) naik 1 persen sementara 2009 ada yang naik 300 persen,” urai Hasto.
Yasonna Laoly menjelaskan tujuan utama diskusi tersebut. Dia mengatakan sampai dengan saat ini, Indonesia masih dihadapkan pada fakta bahwa sistem hukum nasional masih belum mampu mewujudkan janji-janji negara. Yakni sebagaimana yang diamanatkan dalam Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan Konstitusi Negara.
“Kita masih belum memiliki sistem hukum nasional yang benar-benar berazaskan Pancasila. Masih banyaknya regulasi yang usang dan tidak adaptif dengan perkembangan jaman, mash banyak banyak struktur kelembagaan yang membuka peluang untuk pelanggaran akibat lemahnya check and balance system serta budaya hukum masyarakat Indonesia yang bias dengan maraknya ketidaktaatan terhadap hukum,” urai Yasonna.
Kata Yasonna, reformasi sistem hukum harus terus dilanjutkan. Pasca-reformasi, banyak reformasi sistem kelembagaan. Ada euforia penguatan chack and balances. Lembaga seperti KPK dibentuk, dan dilahirkan Komisi Yudisial.
“Tapi yang kita lihat belum lama ini, kemarin ada penangkapan hakim agung. Membuat kita terperangah,” kata Yasonna.
“Kita ingin melihat lagi. Apakah struktur sistem ketatanegaraan kita sekarang sudah cukup? Bagaimana dengan peraturan peraturan hukum yang berkenaan dengan legal culture atau budaya hukum, budaya aparat penegak hukumnya?” pungkasnya. (Pon)
Baca Juga:
Sekjen PDIP Minta NasDem Jawab Pertanyaan Soal Banjir Jakarta