PPN Naik 12%, Gerbong Nusantara Nilai Jokowi Mewarisi Ketidakadilan Ekonomi

Jumat, 13 Desember 2024 - Soffi Amira

MerahPutih.com - Sebanyak 17 anak muda yang menamakan diri sebagai Gerbong Nusantara, turut menyoroti kondisi sosial politik serta nasib demokrasi di Indonesia belakangan ini.

Sejumlah peristiwa politik pasca Pemilu 2024 serta kondisi ekonomi masyarakat yang semakin terjepit menjadi perhatian dari Gerbong Nusantara.

Inisiator Gerbang Nusantara, Aryo Seno Bagaskoro mengatakan, sederet peristiwa belakangan ini menjadi kekhawatiran anak-anak muda Indonesia.

Sebab, menurut Seno, proses politik yang terjadi saat ini justru menjauh dari nilai kerakyatan yang dianut, yakni demokrasi. Bahkan, kata dia, terjadi anomali saat suara kritikan publik dinilai sebagai bentuk melawan pemerintah.

Baca juga:

PAN Siapkan Karpet Biru untuk Jokowi dan Keluarga Jadi Kader

Selain itu, dia menyebutkan, minimnya partisipasi anak-anak muda dalam berpolitik serta tak dilibatkannya dalam diskursus demokrasi, menjadi salah satu faktor yang mengancam demokrasi.

“Kehadiran Gerbong Nusantara ini untuk memastikan etika dan prinsip ekonomi yang berkeadilan dijalani,” kata Seno dalam jumpa pers di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (13/12).

Seno turut memberikan respons soal munculnya suara kritis dari masyrakat terkait ekonomi. Sebab, pemerintah berencana menaikkan PPN 12 persen pada awal 2025 mendatang.

“Publik kita memunculkan kritis, sistem ekonomi tidak berkeadilan di balik PPN 12 persen,” ujarnya.

Baca juga:

Dampak PPN 12 Persen ke Kelas Menengah Bakal Tergantung Kondisi Ekonomi

Pada kesempatan yang sama, Inisiator Gerbong Nusantara lainnya, Virdian Aurellio, mengkritisi kebijakan pemerintah soal kenaikan PPN 12 persen yang disahkan era Presiden ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi), dan bakal dilanjutkan Presiden RI, Prabowo Subianto.

Dia menilai, kebijakan itu membuat kelas menengah makin tertekan dari sisi ekonomi dan mempertontonkan ketidakadilan.

Sebab, kata Virdian, kebijakan PPN 12 persen dibuat saat rupiah melemah dan daya beli menurun yang membuat kelas menengah makin terjepit.

"Kelas menengah ditindas dan dibunuh, di tengah rupiah yang makin tinggi, justru masyarakat dikejar pajak yang tinggi," katanya.

Baca juga:

Pengamat Nilai Jokowi Punya Banyak Kepentingan Saat Temui Prabowo

Sementara itu, kata Verdian, ketidakadilan dari kebijakan PPN 12 persen tertuang dari munculnya pengampunan pajak atau tax amnesty.

Ia menambahkan, pemerintah pernah memberikan tax amnesty kepada kelas konglomerat ketika kelas menengah terhimpit dengan aturan tentang PPN 12 persen.

“Konglomerat di tax amnesty, pengampunan pajak kelas menengah pajaknya dinaikin. DPR gajinya dinaikan dan dapat mobil baru, masyarakat kelas menengah malah ditambah dengan pajak yang tinggi. Kelas menengah tulang punggung ekonomi nasional,” terangnya.

Virdian pun menyampaikan bahwa pihaknya bersama Gerbang Nusantara menolak kenaikan pajak PPN 12 persen.

“Kami menolak PPN 12, sebab saat ini masih ada 10 juta Gen Z menganggur, daya beli masyrakat menurun. PPN naik untuk keuntungan negara, masalahnya niat pemerintah buat anggaran tadi kontradiktif dengan praktik lapangan,” jelasnya.

Gerbong Nusantara pun menyampaikan seruan terhadap persitiwa politik serta kondisi ekonomi yang terjadi saat ini yang dibacakan 17 inisiator.

Seruan Gerbong Nusantara

Sebagai komponen pemuda Indonesia, Gerbong Nusantara menyatakan, bahwa masa depan Indonesia tergantung pada keberhasilan dalam pembangunan sistem politik yang demokratis, adil, dan berbasis meritokrasi.

Namun, kerusakan dalam sistem demokrasi, hukum, dan tatanan berbangsa dan bernegara telah menghancurkan fondasi pemerintahan negara. Kebohongan publik, tindakan semena-mena dan intimidasi yang melekat di tubuh POLRI menjadi penyebab turunnya martabat, integritas hingga kepercayaan publik terhadap institusi ini.

Keterlibatan POLRI dalam Pilpres dan Pilkada semakin membuktikan, bahwa dibutuhkan reformasi dalam tubuh POLRI agar institusi ini kembali menjadi profesional, berwibawa, serta mampu menegakkan hukum yang adil dan dapat dirasakan oleh semua masyarakat.

Dengan pertimbangan tersebut, mereka mengajukan petisi dengan tuntutan sebagai berikut:

1. Pembentukan Komite Investigasi Independen untuk menyelidiki dan mengsut tuntas penyalahgunaan kekuasaan di dalam tubuh POLRI, serta dugaan penyalahgunaan kekuatan POLRI dalam Pemilu dan Pilkada 2024.

2. Desakan kepada DPR RI untuk memanfaatkan haknva dalam melakukan penyelidikan terhadap penyalahgunaan kekuasaan di tubuh POLRI, guna mewujudkan sistem penegakan hukum yang adil, serta memastikan bahwa nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya dijalankan ole seluruh anggota POLRI.

3. Mendukung seruan dari Amnesty International dengan turut menuntut agar segera dilakukan penggantian terhadap Jenderal Pol. Listyo Sigit dari jabatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, demi menjaga martabat POLRI sebagai institusi yang setia kepada rakyat, bangsa, dan negara.

4. Menuntut pemerintah untuk memperhatikan sistem ekonomi, sistem pendidikan, dan peri kehidupan yang mengedepankan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama dengan membatalkan kenaikan PPN 12%.

5. Mendorong kembalinya demokrasi kepada koridor kekuasaan vang berlandaskan rakyat sebagai subjek politik, bukan kartelisasi politik.

"Serta, menghargai spirit desentralisasi politik Indonesia yang memenuhi etika demokrasi substansial, bukan sekadar demokrasi prosedural. Kami bertanggung jawab penuh terhadap pernyataan ini, baik kepada rakyat, bangsa, negara, maupun Tuhan Yang Maha Kuasa." (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan