Polisi Telusuri Dugaan Eksploitasi di Balik Kematian Terapis Remaja Delta Spa Pejaten
Selasa, 14 Oktober 2025 -
MerahPutih.com - Kasus kematian terapis spa berinisial RTA (14) yang ditemukan tewas di lahan kosong kawasan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, terus menjadi perhatian publik.
Polisi kini tengah mendalami berbagai kemungkinan, termasuk dugaan eksploitasi dan pelanggaran identitas di tempat korban bekerja.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicolas Lilipaly mengatakan, penyidik saat ini menelusuri identitas yang digunakan korban saat mendaftar sebagai terapis.
“Kami pastikan dulu, pada saat dia mendaftar itu bagaimana — menggunakan identitasnya yang sesungguhnya atau tidak. Jadi ini semua sedang kami lakukan penyelidikan untuk mengungkap ini semua,” ujar Nicolas kepada wartawan, Selasa (14/10).
Baca juga:
Terapis Delta Pejaten Ditemukan Tewas Masih 14 Tahun, Polisi Usut Dugaan Eksploitasi Pekerja Anak
Selain itu, polisi juga menyelidiki informasi terkait adanya sistem denda bagi pekerja yang ingin keluar dari tempat spa tersebut.
“Kami akan melakukan penyelidikan secara mendalam, apakah informasi ini benar atau tidak,” katanya.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan kini tengah menggali dugaan eksploitasi dengan memeriksa sejumlah pihak, termasuk manajemen spa tempat korban bekerja.
Polisi juga telah memeriksa rekaman CCTV di lokasi. Dalam rekaman itu, korban terlihat berusaha menghindari pantauan kamera pengawas sebelum ditemukan tewas.
Kemudian, polisi menemukan jejak kaki korban di atap gedung spa, yang mengindikasikan korban sempat berada di atas gedung sebelum akhirnya jatuh. Namun, penyebab pasti kematian RTA masih dalam proses penyelidikan.
Baca juga:
Sementara itu, kakak korban berinisial F mengungkapkan bahwa adiknya sempat mengeluh dan ingin keluar dari pekerjaannya di spa tersebut.
“Intinya, kalau mau keluar dari kerjaan spa harus bayar denda Rp 50 juta,” kata F saat dihubungi wartawan, Rabu (8/10).
F juga menyebut, sang adik hanya menerima gaji Rp 1 juta per bulan, yang membuatnya tidak betah dan berkeinginan untuk berhenti bekerja. (Knu)