PKB Sebut Putusan MK akan Memicu Kontroversi

Jumat, 03 Januari 2025 - Angga Yudha Pratama

MerahPutih.com - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, sebagai kado tahun baru kontroversial.

"Ini kado tahun baru yang akan menuai berbagai pandangan, polemik, dan kontroversi," ujar Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid kepada wartawan, dikutip Jumat (3/1).

Ia berpendapat, putusan MK tersebut adalah open legal policy. Sehingga DPR dan pemerintah akan menyusun kembali norma dalam revisi UU Pemilu.

Baca juga:

MK Hapus Presidential Threshold, PAN: Sejak Awal Menghendaki Nol Persen

Meski demikian, Jazilul mengatakan PKB bakal mencermati putusan tersebut dan mempersiapkan langkah yang perlu diambil untuk menyambut kontestasi politik ke depan.

"Kami akan menyusun langkah sekaligus menunggu perkembangan dinamika dari lembaga pembentuk UU pasca MK mengeluarkan putusan tersebut. Pastinya akan berkonsekuensi pada revisi UU Pemilu yang ada," tuturnya.

Diketahui, MK mengabulkan gugatan terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Enika Maya Oktavia Cs untuk seluruhnya.

Dengan demikian, persyaratan presidential threshold 20 persen kursi di DPR atau 25 persen dari suara nasional dihapus.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan perkara 62/PUU-XXII/2024 di gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1).

Baca juga:

Presidential Threshold Dihapus MK, Ruang Demokrasi Semakin Terbuka

MK menyatakan, norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 222 yang mengatur persyaratan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "

Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," ucap Suhartoyo. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan