Piercing dan Tato Dianggap Nakal? Ini Tanggapan Mike Marjinal

Sabtu, 31 Agustus 2019 - Ananda Dimas Prasetya

KETIKA para pemerhati fenomena sosial diberkahi talenta musik ciamik, tak perlu heran saat karya-karyanya menyuarakan berbagai situasi sosial yang terjadi di masyarakat. Hal tersebut meliputi bidang kemanusiaan, hukum, keadilan, kaum pinggiran, sampai politik. Menjadi panutan bagi banyak orang, mereka adalah salah satu band punk paling berpengaruh di Indonesia, Marjinal.

Piercing dan Tato Dianggap Nakal? Ini Tanggapan Mike Marjinal
Marjinal saat tampil di Festival Hammersonic (Foto: MP/Rizki Fitrianto)

Mulai berkarya sejak 1997, mereka tidak hanya mendukung keadilan sosial dari balik layar. Marjinal juga ikut bersama para pejuang keadilan. Lewat orasi maupun penampilan (musik), mereka sering berdiri di barisan terdepan saat ujuk rasa demi memperjuangkan hak individu atau kelompok yang diciderai.

Baca juga:

Hari Buruh Internasional, Mike Marjinal Jawab Pertanyaan Seputar Perburuhan di Indonesia

Mengangkat tema 'enggak nakal, enggak merdeka' Agustus ini, nampaknya sangat cocok untuk melakukan wawancara khusus dengan pentolan sekaligus vokalis Marjinal, Mike. Menanggapi stigma masyarakat terhadap piercing dan tato yang kerap dianggap sebagai sebuah 'kenakalan' oleh banyak masyarakat.

Tubuh penuh piercing dan tato seringkali dicap sebagai sesuatu yang nakal, berandalan, dan berbagai label negatif lainnya. Lantas, apakah menilai seseorang lewat penampilan merupakan hal benar dan mulia? Berikut perbincangan hangat merahputih.com dengan Mike menanggapi stigma piercing dan tato di Indonesia.

Bagaimana pendapat Mike tentang stigma piercing dan tato yang sering dikonotasikan sebagai hal negatif bagi sebagian orang?

Sebagian orang yang di maksud itu juga harus punya tanggung jawab. Baik sebagai masyarakat sosial, sebagai warga negara dan yang sadar-sadar harus di rasakan adalah sebagai dirinya, juga sebagai manusia yang memiliki akal dan pikiran. Menurut saya sederhana saja, ini cuma soal bagaimana cara menyikapi persoalan yang ada. Kalau berangkatnya dari aspek negatif semata, maka bisa di pastikan akan berakhir pada kesimpulan negatif, begitu pun sebaliknya.

Di sini kita semua bisa belajar ukuran atau level kecerdasan masyarakat yang ada di bangsa kita ini. Pemberian stigma pada seseorang ataupun kelompok yang ada di masyarakat sangat bertentangan dengan pandangan bangsa ini yang terangkum dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin atas kemerdekaan sebagai warga negara.

Contoh, ada Undang-Undang berikut dengan turunannya yang mengatur soal kebebasan berekspresi, ada juga asas hukum praduga tak bersalah. Nah, kegemaran memberikan stigma negatif ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian dan juga sebagai perbuatan melawan undang-undang dan hukum yang sah di bangsa ini.

Bagi saya, piercing dan tato selama tidak melanggar hukum dan berbuat hal yang merugikan di masyarakat, kenapa harus di salahkan? Justru seharusnya kita bangga sebagai bangsa. Piercing dan tato adalah bagian dari kekayaan kearifan lokal yang kita punya di bangsa tercinta kita ini.

Baca juga:

5 Stereotip 'Nakal' Tentang Tato yang Kini Sudah Tidak Relevan

Apa makna piercing dan tato bagi mike sendiri?

Makna piercing dan tato selain yang mewakili salah satu tradisi kearifan lokal yang ada di bangsa ini, sebutlah itu ada bagian dari kehidupan tradisi masyarakat Mentawai, Dayak. Mereka menggunakan piercing dan tato sebagai apresiasi dan bahasa mewakili keyakinan yang mereka jalani. Pastinya memiliki kedalaman makna dari suatu pengalaman proses hidup sebagai masyarakat yang memiliki integritas dengan alamnya.

Begitupun bagi saya, atau seseorang yang memiliki piercing dan tato di bagian tubuhnya pasti memiliki alasan sebagai suatu apresiasi yang mewakili atas diri masing-masing. Tato di tubuh saya adalah buku, keindahan dan tanggung jawab.

Menurut Mike, apa yang disebut 'nakal' itu lekat kaitannya dengan 'merdeka' atau bebas mengekspresikan diri?

Nakal artinya 'Anak Berakal'. Nakal juga sebagai fitrah yang di mikiki sebagai anak manusia. Kalau gak nakal, di pastikan seorang anak manusia tidak mampu mengenali kehidupan yang ada di alam semesta yang luas ini. Yakinlah setiap kepala manusia yang ada saat ini mampu menampung luasnya kehidupan alam semesta yang ada, akses kendaraanya melalui 'Nakal'.

Maka dengan itu, seorang anak manusia yang menggunakan atau mengenali kenakalannya dengan sadar, dia akan mampu memaknai kemerdekaan dengan sangat tepat dan bermanfaat. Manfaat buat dirinya, lingkungannya, masyarakat banyak, buat bangsanya dan buat manusia dan seluruh alam semesta ini.

Ironisnya, nakal di sini (Indonesia) dilihat sebagai ancaman, yang harus di kebiri dan dibumihanguskan. Maka eggak aneh kalau generasi bangsa ini tercetak menjadi generasi mekanik atau robot, bukan manusia organik.

Berbanding terbalik dengan generasi organik 'nakal' atas diri dan alamnya, yang akan terus menjelajah dan menggali potensi hingga mampu memaksimalkan dirinya sebagai manusia yang bertanggung jawab sebagai mahluk sosial.

Menurut Mike, apa yang bisa generasi muda lakukan untuk merubah stigma tentang penilaian kasat mata seperti atribut piercing dan tato?

Fenomena atau kenyataan di kehidupan yang ada ini harus di lihat sebagai 'sesuatu' dan juga merupakan cermin atas diri kita sendiri. Maka hidup dan yakinlah dengan apa yang menjadi proses pengalaman yang kita buat sendiri.

Jujur menjadi diri sendiri, taat dengan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki, teruslah menjadi yang sudah harusnya menjadi suara hati. Kebodohan tidak perlu di sikapi dengan kebodohan, tetapi dengan pembuktian atas ilmu dan pengetahuan tanpa harus mencederai kemerdekaan dan perasaan orang lain. (shn)

Baca juga:

4 Fakta Menarik Seputar 'Piercing' yang Menjelma Menjadi Tren

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan