Pengamat Nilai RUU ASN Hambat Otonomi, Berpotensi Munculkan Konflik Pemerintah Pusat dan Daerah
Sabtu, 03 Mei 2025 -
Merahputih.com - Pengamat politik Ray Rangkuti menyoroti potensi ancaman revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap masa depan birokrasi Indonesia. Menurutnya, sentralisasi birokrasi ke pemerintah pusat dalam revisi ini dapat menghambat otonomi daerah.
Rangkuti menjelaskan bahwa kepala daerah tidak lagi memiliki keleluasaan penuh dalam mengelola birokrasi karena kewenangan kini terpusat. Dia khawatir akan timbulnya konflik antara pemerintah pusat dan daerah, terutama jika kepala daerah memiliki perbedaan pandangan politik dengan presiden.
"Birokrasinya enggan-engganan yang kebetulan kepala daerahnya itu beda partai dengan presiden," kata Ray dikutip Antara, Jumat (2/5).
Akademisi UIN Jakarta, Zaki Mubarak, mendorong mahasiswa untuk aktif mengkritisi revisi UU ASN ini. Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap kebijakan yang akan berdampak pada keberlangsungan birokrasi.
Baca juga:
Pengamat: ASN Kementerian dan Lembaga Juga Wajib Naik Transportasi Umum
Senada dengan itu, perwakilan BEM Unindra, M Amiruddin, menegaskan bahwa revisi UU ASN perlu dikawal dan dikaji secara mendalam demi perbaikan tata kelola birokrasi di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa efektivitas birokrasi sangat memengaruhi keteraturan hidup dalam negara demokrasi.
Komisi II DPR RI sendiri telah mengusulkan revisi UU ASN masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, sebelumnya menjelaskan bahwa poin perubahan utama dalam revisi UU ASN menyangkut pasal terkait pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan ASN tingkat Eselon II ke atas.
Ia menyebutkan bahwa usulan perubahan ini bertujuan mengembalikan kewenangan tersebut kepada pemerintah pusat, yang saat ini didelegasikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di tingkat instansi dan daerah sesuai dengan semangat otonomi daerah dalam UUD NRI 1945.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin mengatakan poin perubahan dalam revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) itu terkait pasal pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan ASN tingkat Eselon II ke atas.
"Perubahan tersebut lebih menyangkut norma yang terkait dengan pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan ASN, terutama ASN yang di struktural, yang menjabat Eselon II di tingkat daerah, baik itu sebagai pimpinan tinggi pratama maupun pimpinan tinggi madya," kata Zulfikar di Jakarta, Selasa (22/4).
Dia mengatakan wacana perubahan dalam UU ASN tersebut mengusulkan agar kewenangan itu nantinya dapat dikembalikan kepada pemerintah pusat.
"(Kewenangan) adanya di tangan presiden lah," ucapnya.
Baca juga:
Draf RUU ASN Digodok, Komisi II DPR Libatkan Pakar Bahas Kewenangan Presiden dan Desentralisasi
Adapun, kata dia, dalam UU ASN yang saat ini berlaku adalah wewenang tersebut didelegasikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di masing-masing instansi dan daerah.
Hal tersebut, lanjut dia, sebagaimana yang menjadi semangat dari otonomi daerah dalam UUD NRI 1945 bahwa kewenangan pusat didesentralisasikan ke daerah.
"Kita negara kesatuan yang disentralisasikan, kita menjunjung tinggi semangat otonomi daerah, dan dalam Pasal 18 UUD tahun 1945 itu dinyatakan pelaksanaan otonomi itu seluas-luasnya," ujarnya.